Senin, 11 Mei, Pukul 08.25
Keesokan harinya, kota Jakarta digemparkan dengan ditemukanya sesosok mayat wanita paruh baya dirumahnya. Mila belum tahu kabar tentang ini, kalau saja dia tidak sengaja menonton berita di televisi kantin kantor, niatnya dia ingin membeli makan siang. Mila yang penasaran dengan berita pembunuhan itu segera membaca lanjutanya di koran.
KAREN ANASTASIA ADITYA, HAKIM WILAYAH KONDANG DITEMUKAN TEWAS MENGENASKAN DI KEDIAMANYA.
Tanganya gemetaran, beruntung Mila masih sanggup meraih kunci mobil di atas nakas dan sangat bergegas menyetir mobilnya membelah jalanan Jakarta untuk segera sampai di rumah Bibinya.
"Apa yang terjadi disini bu, apa yang terjadi dengan bibi Karen?" tanya Mila dengan bibir bergetar menahan tangis. Mila tidak mau menangis.
Ibu Rosa hanya bisa menggeleng lemah dan terisak, kepalanya bersandar di atas bahu Mila dan terus mengusap airmatanya yang mengalir deras.
"Karen meninggal dirumahnya, sedangkan Tamara sedang sendirian di luar sana. Bagaimana keadaanya sekarang ibu tidak tahu sama sekali, ibu sangat takut kehilangan Tamara, Mila," tutur ibu Rosa dengan isakan-isakan yang semakin keras.
Tentu saja ibu mengkhawatirkanya. Mila tersenyum getir menanggapinya, apa dia cukup sedih untuk menangisi hilangnya Tamara? Dia pikir tidak. Buktinya sampai sekarang dia merasa baik-baik saja, menangis pun tidak. Meski begitu, seburuk apa pun keadaan keluarga Mila, melihat ibunya sedih cukup menyakitkan.
Beberapa petugas polisi berseragam tampak sibuk mengamankan TKP tanpa terganggu dengan keberadaan Mila dan ibunya disana, ada juga seorang detektif yang tampak sedang mencari bukti atau sidik jari disekitar mayat bibi Karen. Tak selang waktu lama, masuklah dua orang detektif lagi.
Sebuah panggilan masuk dan membuat Mila harus bangkit untuk menerimanya, dia tidak ingin mengambil risiko untuk menganggu petugas yang sedang bekerja.
"Mila Alexandra," ucap Mila seperti biasa.
"Aku tahu ini kau. Dimana kau sekarang Mila?" suara atasanya hampir memecah gendang telinganya.
"Di rumah bibiku. Kau tahu kan berita pagi ini dan aku sudah menghubungi Luna," ucap Mila setenang mungkin.
"Tentu saja aku tahu dan untuk itu aku menghubungimu."
Ada jeda sejenak sebelum Patrick melanjutkan obrolanya. "Aku ingin kau menangani kasus ini. Semua jaksa sedang sibuk menangani kasus mereka masing-masing, dan hanya kau harapanku. Asal kau berjanji satu hal."
"Oke, apa itu?" jawab Mila singkat.
"Kau tidak akan memandang kasus ini dengan subjektif. Aku tidak ingin ada dorongan emosional dalam penanganan kasusnya. Apa kau bisa melakukan itu Mila?" tanya Patrick memastikan.
Tentu saja, aturan tetap aturan dan Mila tidak akan pernah bisa berkata tidak saat Patrick yang mengutusnya secara langsung.
"Oke, aku akan melakukanya, percaya padaku."
"Bagus. Kau boleh bekerja mulai hari ini."
Mila menarik nafas sangat panjang dan mengusap wajahnya berkali-kali. Fokus, fokus dan fokus. Detektif itu ada disini, polisi yang sempat beradu mulut dengan Mila. Tidak seperti kebanyakan orang yang berurusan denganya, Mila tidak mudah melupakan rambut hitam legam dan rahang keras milik detektif itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close To You
ActionMila harus dikejutkan dengan kematian bibinya yang mendadak dan menjadi headline di koran dan media sosial online. Seakan semua masalah dimulai sekarang, Tamara kakaknya menghilang dari peradaban dan orangtuanya menuntut Mila untuk segera menemukany...