Irene terbangun dari tidur berkualitas nya. Bukan haus atau merasa menginginkan sesuatu tetapi Irene hanya merindukan Juna. Seorang pria yang berstatus sebagai suaminya itu benar-benara sulit ditemui saat ini dan tidak seperti biasanya saat Irene dapat menahan rasa rindunya, kali ini entah kenapa perasaan rindu menjadi berkali kali lipat.
Semenjak dia mengurusi acara 4 bulanan sekaligus 7 bulanannya beberapa hari yang lalu. Irene sangat jarang bertemu dengan Juna. Juna yang juga sibuk dengan pekerjaannya bahkan tak jarang Juna pulang terlampau malam.
Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Irene memutuskan untuk menuju ke kamar nya yang dulu, tepatnya kamar yang sekarang ditempati oleh Juna seorang meninggalkan Yeri yang tertidur. Di malam menjelang pagi ini sudah pasti Juna sedang terlelap. Mengintip wajah Juna yang tertidur mungkin akan sedikit mengobati rindunya.
Ketika beberapa langkah lagi Irene sampai didepan pintu, tiba tiba Juna keluar dari kamarnya dan membuat keduanya terkejut.
"Kamu ngapain Rene?"
"Enggak bisa tidur jadi jalan-jalan aja." Irene tidak sepenuhnya berbohong.
"Bisa minta tolong?"
"Kenapa?"
"Aku laper. Bisa masakin aku sesuatu?"
.
.
.
Irene menuangkan Bolognese Sauce dia atas pasta spaghetti lalu menghidangkannya kepada Juna yang sejak sedari tadi duduk manis menantikan masakannya. Juna mengambil garpu dan mulai memakannya. Setahu Irene ini adalah salah satu menu kesukaan Juna.
"Kamu mau kemana?" Tanya Juna saat melihat Irene beranjak pergi dari dapur. "Duduk sini temenin makan!" Dan salah satu kebiasaan Juna yaitu tidak suka ketika harus makan sendirian.
Sebenarnya Irene sudah cukup merasa puas dengan rindunya yang sudah terobati, tapi bukankah ini bonus untuknya. Tanpa berpikir panjang akhirnya Irene duduk disebelah Juna.
"Kamu mau?" Juna mengulurkan garpu berisi gulungan Spaghetti kepada Irene dengan senang hati Irene membuka mulutnya.
"Mau lagi?" Irene menggeleng. "Kenapa?"
"Buat Mas Juna aja aku sudah makan malam." lalu Irene menyandarkan dirinya pada kursi makan sambil memperhatikan suaminya menyantap makan malamnya yang sebenarnya sudah mulai terlambat.
Juna melanjutkan makannya dengan tenang. Juna tidak menyangka jika Irene masih mengingat salah satu makanan kesukaannya. Ketenangan Juna tidak bertahan lama ketika tiba-tiba lampu yang menerangi ruang makan mati dan Irene yang dengan cepat memeluk lengan kirinya.
"Takut... kenapa lampunya mati?"
"Listriknya kayanya padam rene."
"Gelap banget mas Juna." cicit Irene dengan sedikit gemetar.
"Kamu bawa ponsel?"
"Tadi aku taruh disebelah microwave." jawab Irene dengan terus mencoba mengeratkan cengkraman tangannya pada suaminya. Lalu bertambah erat ketika Juna beranjak dari duduknya "mau kemana?"
"Ambil handphone kamu lah... mau gelap mulu?" Juna melepaskan tangan Irene dari lengan kirinya. Mencari letak handphone Irene menggunakan indra yang tersisa. Menyalakannya lalu mendekati Irene.
"Berdiri rene! Ke kamar terus tidur!"
"Takut... Mas Juna gendong." Juna sedikit terrsenyum merasakan jika dulu Irene dan dirinya juga pernah mengalami situasi seperti ini. Lalu mengangkat Irene menggendong nya bridal. Sebelumnya dia memberikan ponsel Irene sebagai penerangan.
Entah hasutan dari mana. Bukannya membawa Irene ke kamar yang berada di lantai bawah, Juna malah membawa Irene menaiki tangga menuju ke kamarnya.
"Perasaan Irene kemaren udah bayar listrik sama Mama sekalian belanja."
"Emang cuma rumah ini yang mati?"
"Itu rumah krystal nyala." tunjuk irene pada jendela yang memperlihatkan rumah Krystal di seberang yang terang benderang. Lalu membuka pintu kamar Juna.
"Mungkin pakai listrik alternative." Ujar Juna lalu menurunkan Irene di tempat tidur dan menyelimuti nya. Berjalan di lain sisi lalu ikut merebahkan diri disamping Irene.
"Gimana kalo rampok?" Irene memegangi selimut sebatas dadanya dengan erat.
"Kalo pun iya, Pak Sukri, satpam rumah ini itu jagoan silat. Jadi kamu tenang aja. Sekarang tidur bes- kok handphone kamu mati?" Belum selesai Juna berkata tiba – tiba ponsel Irene mati dan kamar menjadi gelap gulita.
"Habis daya mungkin..."
"Aku ambil handphone aku dulu diruang kerja atau ambil lentera." Juna mulai beranjak.
"Jangan!!! Takut!" Teriak Irene dan mencoba menggapai gapai Juna.
"Ya udah diem jangan cerewet! Terus tidur." Juna pun merebahkan dirinya lagi di sebelah Irene.
Seperti ada sebuah perintah wajib. Dengan otomatis Irene mendekatkan diri lalu memeluk Juna. Menghirup aroma yang berasal dari badan suaminya yang ternyata membuat diri Irene semakin nyaman.
"Kemaren aku liat setan." Entah kenapa Irene tidak ingin kebersamaan ini hanya dilewati dengan tidur saja. Irene berpikir jika dirinya harus banyak mengobrol dengan Juna.
"Irene sudah enggak bakal ada setan dirumah ini."
"iyah.. ternyata Yeri pake masker."
"okay sekarang tidur Rene!"
"Tapi yeri serem banget."
"Rene..."
"Iya... aku tidur." dengan senyuman cerahnya Irene menjemput mimpi indahnya.
Sedangkan di tempat yang lain.
"Duh kok kuping Yeri panas gini." yeri menggosok gosokan telinganya.
*derrtt derrtt getar ponsel Yeri.
Pak Satpam
Ini kilometernya mau
dinaikin kapan non?
1 ato 2 jam lagi.
Emang ada apa non?
Ada sebuah cinta
Yang bersemi.
Tapi setengah jam
Lagi saya pengin
nonton Bola non.
Yaudah setengah jam lagi
.
.
.
TBC.
Minggu, 4 maret 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BABY (SURENE)
FanfictionKisah antara sepasang kekasih pada masa remaja yang berakhir tidak baik, lalu dipertemukan kembali dalam lingkungan yang kembali sama. Lalu bagaimana jika keduanya melakukan kesalahan satu malam yang membuat Irene Aryasena Arundaya harus dinikahkan...