Pertemuan dengan Ms. Lawrence tak berlangsung begitu lama, dia hanya ingin memberikanku jadwal dan buku, juga dia membahas apakah aku sudah kenal seseorang, apakah aku perlu bantuan dalam bersosialisasi, dan sebagainya. Simpelnya, dia seperti guru konseling di sekolah-sekolah. Mrs. Frost tampaknya belum selesai sarapan saat aku menyelesaikan sesiku dengan Ms. Lawrence. Akhirnya aku dan Darcy melanjutkan rencana kami untuk berjalan-jalan sedikit ke daerah landai di sebelah Barat tempat ini.
Hamparan rerumputan setinggi mata kaki tampak sejauh mata memandang sebelum digantikan oleh hutan ek di dan bentang di sisi terjauh wilayah ini. Bunga-bunga liar aneka warna tumbuh dengan indahnya, ada beberapa jenis bunga yang belum pernah kulihat sama sekali dan mereka tampak sangat cantik. Beberapa berpendar redup. Kolam tenang yang sebenarnya lebih mirip danau memantulkan cahaya matahari pagi dengan indah. Tumbuhan teratai raksasa tumbuh di atasnya, baunya harum sekali hingga memikat puluhan kupu-kupu dan capung untuk berkumpul.
"Kakak harus lihat trik yang bisa kulakukan." Sambil memegang Coco si boneka beruang, Darcy menggerakkan tangannya di udara, lalu rumput-rumput itu mulai mengikuti alunan tangannya. Dia mengarahkan tangannya padaku, lalu beberapa tangkai bunga tiba-tiba saja terlempar ke arahku dan membentuk mahkota bunga entah bagaimana.
Aku tercengang. "Bagaimana kau bisa melakukan itu?"
Darcy terkekeh pelan. "Keren banget kan? Domum biasa melakukan upacara selamat datang pada beberapa anak tiap waktu tertentu. Nanti upacara kakak pasti lebih menyenangkan. Kakak nanti bakalan punya sihir dengan anak-anak baru lainnya, kalau ada sih."
Aku tak bisa berkata-kata. Walau sudah pernah melihat pertarungan sihir, makhluk seaneh Azura, dan tempat yang super tidak masuk akal seperti Domum, aku masih merasa ini hanya bagian dari imajinasiku. Maksudku, orang-orang lainnya cukup aneh: keluargaku yg aneh dan tukang culik, Mrs. Frost yang seharusnya menyebalkan. Darcy adalah orang yang paling 'normal' yang kutemui di sini. Dia tak pernah membicarakan sihir dan sebagainya. Dia tampak seperti anak kecil pada umumnya yang suka bermain boneka dan menyapa kakak-kakak yang baru datang untuk menjadi teman barunya. Lalu tiba-tiba, dia menunjukkan sihir padaku.
"Apa lagi yang kau tahu tentang dimensi ini?"
Darcy mengernyitkan kening, "Ms. Lawrence dan Mrs. Frost belum memberitahu apa-apa ya?"
"Beberapa sudah. Beritahu aku lebih banyak."
"Oh begitu. Pendampingku Miss Camposs, dia membawaku bersama dengan satu anak lainnya. Tempat ini namanya dimensi falsus, dan orang-orang berwajah retak itu namanya falsus. Mereka sebenarnya baik, tapi ada satu kelompok falsus yang suka menculik kembaran manusianya untuk ritual." Sebagian besar informasi yang diberi Darcy sudah kutahu dari Ms. Lawrence.
Terdengar suara pekikan burung dari belakang. Dua ekor burung raksasa terbang melintasi kami. Itu burung yang kemarin menyelamatkanku, Azura. Satunya lagi mempunyai tubuh yang lebih kecil namun masih seukuran harimau. Mungkin anaknya. Mereka mendarat beberapa meter dari telaga lalu berendam di dalamnya. Air memercik di mana-mana ketika tubuh raksasa mereka mendarat.
Darcy bilang, "Itu Azura sang ignaves dan anaknya. Mereka suka berendam tapi tahan api, tahu."
"Aku tahu. Kemarin aku ke sini bersamanya, menungganginya."
Darcy langsung melotot. Katanya, "Tidak mungkin. Gimana rasanya?"
Aku tersenyum jahil, "Mungkin kau harus coba kapan-kapan."
***
Kami berjalan mengikuti tepi telaga ke arah Utara, meninggalkan Azura dan anaknya yang sedang asyik berendam. Darcy bilang kalau berbicara denganku mengingatkannya dengan saudarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Falsus' Dimension
FantasyAku terjebak dalam jalinan mimpi aneh yang seakan menari di tepian kesadaranku, mengganggu psikisku dengan halusinasi dan delusi yang datang bak badai di tengah laut. Satu-satunya orang yang kupercaya adalah Ibuku, hingga satu waktu dia mengira putr...