Aku seharian tak melihat Mr. Eaton walau sudah berkeliling-keliling dengan Mrs. Webb hingga kakiku terasa sangat pegal. Tapi begitu makan malam, kami bertemu lagi dengannya. Kami makan malam di ruang makan bersih, dengan lampu gantung kristal cantik di atas meja makan yang super besar dan lilin-lilin tanpa aroma di antara vas-vas bunga lili dan dahlia. Ada kalkun panggang, sup ikan di mangkuk raksasa, salad hijau super banyak. Mungkin adalah makanan terbanyak yang pernah kulihat dalam beberapa bulan, bahkan tempat makan di Domum yang disediakan untuk banyak orang saja tidak sebanyak ini.
Aku hampir tak bisa melihat wajah Mr. Eaton saking besarnya meja. Tapi dari jarak pandang seperti ini, dia tampak tak jauh berbeda dengan saat kami pertama bertemu, tak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan berlebih yang jelas dan distereotipkan orang-orang. Beberapa pelayan menuangkan salad perlahan di piring kami sebagai makanan pembuka. Mr. Eaton mengatakan beberapa patah kata yang entah kenapa terdengar begitu formal, lalu mempersilakan kami makan. Aku dan Claire makan dalam diam.
Ayah berkomentar tiba-tiba, "Menurutku desain mansion-mu itu bagus dan megah, tapi terlalu kuno dan memberi kesan seram kalau dilihat-lihat lagi. Apalagi tempat ini juga cukup gelap kalau tidak ada penerangan tambahan dari dalam. Mungkin kau bisa mempertimbangkan atap kubahmu yang diganti menggunakan panel kaca lengkung daripada menggunakan kubah lukis gaya Byzantine seperti itu."
Mr. Eaton mengendikkan bahu sambil mengunyah makannya. "Ini peninggalan keluargaku dari berabad-abad yang lalu kau tahu. Kau juga besar di sini. Ada nilai sentimentilnya dalam setiap detail kecilnya. Cuma perlu sedikit renovasi kapan-kapan."
Ayah menimpali, "Yah, betul sih. Tapi kalau kau perlu orang untuk mendesainnya kau tahu kan harus menghubungi siapa." Ayah terkekeh lalu meneguk segelas air putih.
Mr. Eaton balas tertawa. "Terima kasih promosinya. Akan kupertimbangkan kapan-kapan."
Mereka lama sekali membahas tentang keuangan Amerika Serikat di dunia falsus setelahnya, ketika Mr. Eaton tiba-tiba saja mengubah topik pembicaraan. "Oh iya, Preston. Kau tahu, pekerjaanku sebagai konsultan sihir berkaitan banyak sekali dengan penelitian dan perkembangan pengetahuan sihir. Kalau boleh, aku mau melakukan beberapa observasi pada putrimu mengingat dia adalah orang dari sisi seberang."
Aku hampir tersedak kalkun begitu mendengar namaku disebut-sebut di tengah obrolan.
Ayah menjawab santai, "Secara teknis, Dany yang ini bukan putriku. Kau bisa tanyakan langsung padanya. Bagaimana menurutmu, Dany?"
Semua orang melempar tatapan padaku. Mr. Eaton melanjutkan untuk memberi lebih banyak informasi demi meyakinkanku, "Observasinya tak akan menyakitkan atau pun membuat tak nyaman. Sebagian besar hanya akan berupa pertanyaan-pertanyaan seperti wawancara, sisanya observasi koneksi dirimu dengan sihir alam secara natural. Percayalah, kami juga punya etika penelitian di sini."
Aku tak bisa menolak. Tentunya mempertimbangkan fakta bahwa pria itu sudah memberikanku tempat tinggal dan menyambutku dengan hangat walau aku adalah figur paling asing di sini. Aku mengangguk mengiyakan.
Mr. Eaton tersenyum tipis. Katanya, "Baik, observasinya akan dilakukan besok pagi tepat setelah sarapan. Terima kasih."
***
Mrs. Frost menghubungiku lagi setelah makan malam. Dia menanyakan kembali bagaimana keadaanku, sedangkan aku menanyakan keadaannya sendiri.
"Keadaanku tak terlalu baik. Kita berhasil mengusir orang-orang Kultus dari Domum, tapi mereka membawa beberapa anak lainnya untuk digunakan sebagai ritual. Domum sedang dalam kondisi kacau, Dewan membuat keputusan yang tidak terlalu bagus. Mereka akan mengirim beberapa pendamping untuk mencari anak-anak yang hilang seperti sebelumnya. Tapi karena akses ke Domum sudah diketahui Kultus, mereka terpaksa menghancurkan akses itu dan akan menciptakan akses baru di tempat lain. Kurasa kita tak akan bisa masuk ke Domum dalam jangka waktu yang cukup lama, paling singkat beberapa hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falsus' Dimension
FantasyAku terjebak dalam jalinan mimpi aneh yang seakan menari di tepian kesadaranku, mengganggu psikisku dengan halusinasi dan delusi yang datang bak badai di tengah laut. Satu-satunya orang yang kupercaya adalah Ibuku, hingga satu waktu dia mengira putr...