Menu makan malam kali ini dibuat khusus oleh Ms. Wagner untukku. Aku masih duduk sebangku dengan Darcy, Alice, Ainsley, Rolfe, Theo, dan Darcy. Suasana tak secanggung sebelumnya. Rofle menceritakan tentang ritual tadi dan bagaimana pikirannya dan pendampingnya rasanya menyatu, bahkan dia mengklaim dia bisa mendengar obrolan pendampingnya dengan para pendamping lainnya di pos mata-mata. Ainsley menimpali dan mengamini perkataan Rofle sedangkan Alice berusaha menceritakan teori konspirasi Domum tentang ritual sauh yang dia buat walau tak ada yang merespons.
Mrs. Lawrence mengetukkan sendok logamnya pada gelas kaca, dia meminta perhatian semua orang. Dari meja makannya, dia berdiri dan berujar.
"Oke, aku minta perhatiannya semua. Berhubung kita kedatangan saudara penyintas baru, kita akan melakukan upacara penerimaan sihir sekaligus sebagai upacara selamat datang. Kami para dewan sudah menentukan waktunya, mempertimbangkan dari posisi astronomi bulan dan matahari. Upacara akan dilakukan dalam lima hari dari sekarang. Akan dilakukan upacara penerimaan sihir kembali pada penyintas yang upacaranya gagal kemarin. Silakan menikmati makan malam kalian."
Dia kembali ke posisi duduknya sementara anak-anak lain mulai menikmati makan malamnya. Aku berusaha memakan milikku, walau rasanya enak, aku merasa sedang tak memerlukannya. Tapi aku tetap berusaha menghabiskannya untuk menghargai Miss Wagner yang sudah menyiapkannya dengan susah payah.
***
Malamnya, aku tak bisa tidur karena terpikirkan kembali visi yang kudapat dari falsus kembaranku. Ibu dan Claire sedang dalam bahaya. Aku masih tak percaya kalau Domum tak bisa melakukan apa-apa untuk membantuku. Ainsley dan Alice sudah tertidur, sepertinya kelelahan karena jadwal kelas yang padat ditambah ritual sauh yang dilakukan. Darcy juga tampaknya tak kalah capeknya. Dia sudah tertidur lelap di sebelahku (Ya, kau tak salah baca, dia meminta tidur di kasurku denganku) sambil memeluk boneka beruang kesayangannya.
Aku tengah duduk di meja belajar kecil di sebelah kasur. Mataku masih asyik melihat pemandangan di luar jendela kamar sedangkan pikiranku berkelana mencari solusi yang bisa kulakukan. Lapangan tengah tampak lengang sedangkan sayap kiri bangunan utama Domum yang hanya disinari dengan cahaya lampu kuning redup mengingat orang-orang yang sudah tertidur apalagi ada pengetatan aturan jam malam. Anak-anak sudah tak boleh berkeliaran di luar gedung utama saat ini. Pertahanan di Domum pun diperkuat dengan golem batu tambahan. Aku juga sudah tak bisa mendengar pikiran Mrs. Frost lagi. Mungkin wanita itu sudah terlelap saat ini.
Pandanganku seketika terjatuh pada seseorang yang bergerak dalam kegelapan, mengendap-endap memanjat turun dari jendela kamar lantai dua yang tinggi. Wajahnya tak dapat terlihat jelas karena dalam cahaya yang minim, tapi dia punya perawakan proporsional pria remaja pada umumnya dan siluet rambut yang bergelombang. Begitu dia sampai di lapangan tengah dan ada di bawah cahaya kekuningan, aku langsung menyadari kalau itu Theo.
Dia melempar pandangan ke sekitar untuk memastikan, lalu melangkah cepat menjauh. Aku penasaran, apa yang mau dia lakukan dengan mengendap-endap larut malam begitu? Apakah dia terkena ilusi? Apa dia mau kabur?
Kuputuskan untuk turun dan memastikannya sendiri. Dengan cepat aku keluar kamar dan turun ke lantai satu. Di lobi ada Ms. Lawrence yang tengah duduk di sofa sambil menuliskan sesuatu di buku tebal berwarna cokelat. Begitu dia melihatku berjalan terburu-buru begitu, alisnya seketika berkerut. "Kau mau ke mana, Dany? Ini sudah jam malam."
Aku menjawab dengan cepat, "Aku sedang tidak baik-baik saja. Aku tak bisa tidur. Aku mau mencari udara segar dulu. Bisa kau buat pengecualian?"
Ms. Lawrence menimang-nimang lalu mengangguk, mungkin dikiranya tak apa untuk membiarkanku menenangkan diri di luar ruangan. Katanya, "Baik, akan kubangunkan Frost agar ada yang memantaumu."
![](https://img.wattpad.com/cover/107867065-288-k615929.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Falsus' Dimension
FantasyAku terjebak dalam jalinan mimpi aneh yang seakan menari di tepian kesadaranku, mengganggu psikisku dengan halusinasi dan delusi yang datang bak badai di tengah laut. Satu-satunya orang yang kupercaya adalah Ibuku, hingga satu waktu dia mengira putr...