Just Prolog

295 34 7
                                    

We're not who we used to be, we're not who we used to be.

We're just two ghosts standing in a place of you and me.

Trying to remember how it's feels to have a heart a beat.

Anggap saja ini seperti sebuah kisah di dalam novel remaja pada umumnya, di mana seorang cowok menyanyikan sebuah lagu di hadapan seorang cewek dengan diiringi petikan gitar bolong. Cowok itu menyanyikan lagu milik Harry Styles yang berjudul Two Ghosts dengan lembut dan penuh perasaan. Cewek mana yang nggak terhanyut ketika mendapat perlakuan seperti ini? Pasti mereka akan tersipu malu dengan senyum merona seperti pucuk bunga yang baru mekar. Namun, ini tidak berlaku bagi Nuansa. Dia hanya berdiri di depan cowok itu dengan dahi yang berkerut, meskipun tangannya memegang segepok bunga lily kesukaanya.

"Hentikan!" Dia melempar bunga tepat mengenai wajah cowok yang saat ini berstatus sebagai pacarnya. Banyu, iya, nama cowok yang menyanyikan lagu bertema perpisahan itu adalah Banyu.

Banyu langsung menghentikan permainan gitarnya, kemudian terkekeh. Memang benar keputusan yang ia ambil saat ini.

"Kamu kira aku goblok?!"

Inilah yang dibenci Banyu dari Nuansa, karena normalnya seorang cewek itu lemah lembut dan manis ketika berbicara. Namun Nuansa, dia seperti seorang preman yang sedang malak orang!

Banyu memungut bunga yang terjatuh di lantai. "Ini yang terbaik buat kita. Kita nggak bisa saling menyentuh, meskipun kita bisa melihat satu dengan yang lain." Banyu menggenggamkan bunga ke tangan Nuansa. "Kita udah selesai sampai di sini. Mulai sekarang, lo dan gue cuma temen satu band. Nggak lebih!"

Nuansa hanya bergeming saat Banyu keluar dari ruang ekskul. Dia tidak mengira kalau hubungan yang baru seumur jagung ini harus berakhir dengan cepat. Apa salahnya? Bukankah Banyu yang mengejarnya terlebih dahulu? Kenapa harus dia yang sakit hati dalam posisi ini? Atau Banyu memang sengaja ingin mempermainkan hatinya?

Batin Nuansa langsung merutuk kebodohannya. Seharusnya pendirian tentang tidak berpacaran ia genggam dengan erat,  tidak tergoda dengan rayuan manis dan senyuman yang melelehkan gunung es di dalam dirinya. Dan lihatlah sekarang, penyesalan mulai berkecamuk hebat di dalam dada sehingga menimbulkan banyak kata seharusnya di dalam diri. Nuansa membanting buket bunga lily itu,  kemudian menginjak-injaknya hingga tak berupa.

Mulai sekarang, dia membenci makhluk yang bernama BANYU!

******

Suara tabung oksigen terus mengalun di dalam ruangan yang serba putih. Belalai-belalai medis menancap di tubuh yang masih terlihat muda, tetapi begitu rapuh. Tubuh pemuda itu terbaring lemah dengan mata tertutup dan hidung yang memakai masker oksigen. Dapat terlihat dengan jelas dada pemuda itu naik-turun, berusaha untuk menangkap oksigen dari alat tersebut. Untuk sesaat ruangan itu dipenuhi suara-suara alat medis, hingga terdengar sebuah pintu dibuka dengan perlahan.

Seorang pemuda berpakaian putih abu-abu masuk dengan perlahan. "Hai, Bro," sapanya.

Perlahan kelopak mata pasien itu terbuka, kemudian bergulir ke kiri. Sebuah senyum tipis terlihat di balik masker oksigen itu.

"Kali ini gue nggak bawa rekaman suaranya."

Pasien itu hanya terdiam dengan embusan yang panjang, seolah-olah sedang melontarkan pertanyaan.

Pemuda itu tersenyum kecut sambil mengangkat satu bahunya sekilas. "Gue ... udah putus sama dia. Sebenarnya ... gue masih suka sama dia, tapi ah ... udahlah. Dia cuma kenangan yang harus dilupain." Dia maju selangkah kemudian menangkup tangan yang tertancap selang infus. "Cepet sembuh, Bro. Biar lo tahu gimana kelakuan cewek yang suaranya bisa nyadarin lo dari koma. Gue harap, lo nggak kecewa kalau cewek itu nggak sesuai ekspektasi."

Nuansa Biru (SMA Trimurti Series) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang