Chapter 19 - Gue Juga Bisa Move On

92 22 0
                                    

Puguh dan Reno membantu Banyu mengangkat tubuh lemas Lazuardi. Mereka membopong tubuh itu masuk ke dalam mobil. Nuansa hanya bisa mengikuti mereka dari belakang. Setelah tubuh Lazuardi masuk dengan sempurna di dalam mobil, Nuansa berusaha ikut masuk.

"Lo ngapain?" Banyu langsung menarik Nuansa hingga tubuh kecil itu terhuyung.

"Gue ikut lo."

"Nggak perlu." Banyu menutup pintu mobil.

"Emang lo bisa sendiri?"

"Gue bisa sendiri, nggak usah khawatirin gue."

"Gue khawatir sama Lazuardi, bukan lo."

Banyu merutuki dirinya sendiri. Di saat seperti ini masih sempat-sempatnya dia berharap terlalu besar. Tanpa perlu membalas perkataan Nuansa, Lazuardi berlalu. "Makasih, ya." Dia langsung masuk ke dalam mobil dan memacu mobil mini itu dengan kecepatan tinggi di area parkir yang sempit.

Puguh dan Reno saling bergumam penuh tanya. Tidak biasanya mereka melihat Lazuardi pingsan. Sedangkan Nuansa hanya menatap dalam diam hingga mobil itu menghilang dari pandangan. Dia merasa ada sesuatu yang sedang mereka berdua sembunyikan.

*****

Tiga hari. Sudah tiga hari ini Nuansa nggak melihat batang hidung Banyu dan Lazuardi di sekolah. Mereka hilang ditelan bumi. Dia semakin resah saat pesan dan panggilannya nggak dibalas satu pun oleh Lazuardi. Sebenarnya Nuansa bisa saja menghubungi Banyu, tetapi dia terlalu malu untuk melakukan hal itu. Ada banyak pertimbangan agar dia nggak menghubungi Banyu lagi, meskipun dalam keadaan genting. Mau ditaruh di mana muka Nuansa kalau menghubungi Banyu.

Citra yang sedang membaca buku tebal berisi materi kuliah mengangkat pandangan. Matanya menyelidik gelagat aneh Nuansa. Sedangkan Dimas sedang asyik memasang lego sambil tiduran di karpet. Saat ini mereka bertiga sedang berada di lantai dua setelah menyelesaikan kegiatan makan malam rutin. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa perlu mengobrol.

Mata Nuansa dan Citra saling berisrobok. Satu alis Nuansa terangkat. Sebenarnya dia ingin memaki, tetapi tekad ingin berubahnya sangat tinggi.

"Ngapain Kakak liat kayak gitu?"

Dimas mengalihkan pandangan ke Nuansa. Entah mengapa dia bergidik mendengar tiap kata yang keluar dari mulut kakaknya.

"Lo lagi putus cinta, ya?"

Nuansa berdecak. Dia terlalu malas meladeni hal yang terlalu intim.

Dimas kembali memasang lego. "Iya mungkin, Kak. Banyu kan, nggak masuk tiga hari ini."

"Dasar semprul nih, anak!" maki Nuansa dalam hati. Dia melempar bantal emoticon hingga mengenai punggung Dimas. "Nggak ada hubunganya sama Banyu!"

Dimas kembali melempar bantal itu ke Nuansa. "Kalau nggak ada hubungannya, nggak usah lempar-lempar keleus!"

Mata Nuansa mendelik tak keruan. Mulutnya benar-benar gatal, tetapi kesadarannya sudah cukup tinggi.

Citra kembali dengan buku-buku tebalnya. "Kalau iya juga nggak pa-pa kali, Sa. Lagian lo kan udah gede, wajar kalau kayak gitu."

Nuansa beranjak dari posisinya. Dia nggak mau menjadi orang pesakitan di hadapan saudaranya.

"Gue tahu apa masalah lo." Nuansa melirik sekilas sebelum melangkah. "Nggak masalah kalau cewek yang hubungin cowok duluan. Bener nggak, Dim?"

Dimas mengagguk. "Kalau gue sih nggak masalah, tapi kalu ceweknya jaim ya gue nggak tahu lagi."

Nuansa mengembuskan napas kesal. "Nggak usah sok tahu."

"Bukannya sok tahu, tapi gue tahu gelagat lo!" balas Citra saat melihat Nuansa membuka pintu kamar.

Nuansa langsung menyandarkan punggug di pintu setelah menutupnya. Apa benar nggak ada salahnya kalau dia menghubungi Banyu? Harga dirinya pasti akan jatuh! Tetapi ... bukankah dia menghubungi Banyu bukan karena Banyu, 'kan? Dia hanya ingin menanyakan kabar Lazuardi. Nggak lebih!

*****

Mata Banyu terus memandangi pesan WA yang masuk semalam. Sebuah pesan dari Nuansa yang mengajaknya untuk bertemu.

Banyu : Gue tunggu di halaman belakang sekolah sekarang.

Setelah mengetik pesan balasan, Banyu keluar dari mobil kemudian berjalan menuju tempat yang ia tentukan. Dia tahu apa yang akan ditanyakan Nuansa kepadanya, pasti tentang Lazuardi. Banyu mengembuskan napas panjang saat mengingat sahabatnya itu. Dia nggak bisa masuk sekolah selama tiga hari saat melihat keadaan Lazuardi lemah. Semua ini karena salahnya. Kenapa dia harus menuruti permintaan yang pada akhirnya akan mengancam nyawa sahabatnya sendiri!

Banyu duduk di bangku besi setelah sampai di halaman belakang sekolah. Dia memasukkan ponsel setelah melihat pesan balasan dari Nuansa. Rupanya cewek itu sudah datang dari tadi. Dia hanya tinggal menunggu cewek itu turun dari lantai dua. Lima belas menit sebelum jam masuk berbunyi. Para siswa berlalu-lalang melewati koridor yang berseberangan dengan halaman belakang sekolah. Beberapa ada yang sedang berdiskusi di pojok halaman dan beberapa ada yang duduk-duduk di pinggiran tanaman.

Kepala Banyu menoleh saat ekor matanya menangkap sosok mungil yang berjalan ke arahnya. Dia menahan napas sejenak saat melihat sosok itu. Dia memang seorang pengkhianat!

"Gimana kabar Lazuardi?" Nuansa bertanya tanpa tendeng aling-aling.

Banyu hanya mendongak, menatap Nuansa yang sudah berdiri di hadapannya.

"Nggak bisa lo nyapa dulu atau gimana?

Nuansa mengembuskan napas jengah. Ingat, dia harus mengontrol emosinya. Nuansa tersenyum lebar. "Hai, Bay. Gimana kabar lo?"

Banyu terkekeh melihat tingkah cewek itu, sedangkan Nuansa menelan saliva dengan susah payah. "Kabar gue baik." Senyum Banyu mengembang sempurna seperti adonan donat yang empuk.

Nuansa ingin sekali mendendangkan lagu Anji yang berjudul Dia saat melihat senyuman itu. Sungguh, masih ada sedikit rasa di hati Nuansa.

Mereka terdiam sejenak dan saling memandang dalam diam. Ini adalah momen yang begitu beku bagi mereka. Ini adalah pertama kalinya mereka berbincang normal setelah hubungan mereka berakhir. Ingatan mereka kembali menyinggahi masa-masa kebersamaan yang begitu indah.

Banyu langsung membuang muka dengan sebuah deheman. Dia berdiri dari kursi, ini bukan saatnya untuk bernostalgia. "Lo ada perlu apa?

Nuansa menyelipkan anak rambut ke daun telinga. Dia sama gugupnya dengan Banyu. "Gue mau tanya kabar Lazuardi."

"Dia baik-baik aja."

"Nggak mungkin dia baik-baik aja. Gue bukan orang yang nggak ngerti apa-apa. Jelas-jelas dia pingsan di hadapan gue dan lo masih bilang dia baik-baik aja?"

"Emang kenyataannya dia baik-baik aja."

"Terus kenapa dia nggak masuk?"

"Dia ada urusan dan lo nggak harus tahu."

"Gue harus tahu!"

"Atas dasar apa lo harus tahu? Lo hanya teman belajar kelompoknya dan teman sekelas. Nggak lebih!"

Nuansa menarik napas dalam-dalam. "Gue orang yang dia sukai!"

Banyu tersenyum miring. "Terus kalau dia suka lo itu berarti lo juga suka sama dia?" Dia terkekeh. "Gue kira lo nggak bisa move on dari gue!"

Perkataan Banyu benar-benar menyinggung Nuansa. Dia hanya tercenung mendengar perkataan yang menjatuhkan harga dirinya. Tatapan Banyu benar-benar menjebak hati Nuansa dalam lubang kebingungan. Sepertinya, Nuansa sudah terhapus di hati Banyu. Coaok itu melangkah meninggalkan Nuansa.

"Iya, gue suka sama dia." Nuansa berbalik dan melihat punggung Banyu. "Lo aja bisa move on dari gue, kenapa gue enggak?"

Mata Banyu terpejam mendengar kata pedas itu. Dia bisa move on? It's a bullshit!

"Gue pengen tahu kabar Lazuardi."

Banyu melihat Nuansa melalui bahunya. "Gue bilang dulu sama dia. Tunggu kabar dari gue." Dan dia enggan menoleh ke belakang.

Nuansa Biru (SMA Trimurti Series) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang