Chapter 6 - Kayak Ada Manis-Manisnya

138 26 5
                                    

"Kak, buruan! Aku nanti telat ke sekolah!" Suara Dimas terdengar hingga ke kamar Nuansa.

Dimas sudah berpakaian rapi dan menunggu kakaknya yang sedari tadi berkutat di kamar. Sore ini dia akan pergi ke sekolah untuk mengikuti kegiatan ekskul pecinta alam. Sebuah ekskul yang mengharuskan anggotanya untuk panjat-memanjat dan menyatu dengan alam, kegiatan ini dilakukan di sore menjelang malam. Dimas sudah membawa tas ransel berisi peralatan memanjat, sepatu kets, dan mondar-mandir di lantai bawah dengan kepala mendongak. Padahal hari ini adalah hari libur, di mana semua hal yang dibutuhkan untuk kegiatan sore hari bisa disiapkan sejak pagi. Namun, bukan kakaknya kalau nggak serba terburu-buru.

Sedangkan Nuansa, masih sibuk memasukkan semua peralatan menulis, dan juga laptop ke dalam tas. Mulutnya bergumam penuh makian, dan wajahnya sudah merah padam. Tinggal sedikit lagi dia akan memakan orang hidup-hidup

"Kak, lama banget! Dimas tinggal, nih!"

"Kampret, tuh anak!" batin Nuansa. Semua kehebohan ini berakar dari Lazuardi. Iya, Lazuardi! Nuansa bersumpah akan memakan cowok sok itu hidup-hidup!

Nuansa langsung melesat keluar kamar dan berlari kecil menuruni tangga. Dimas sudah berdiri dengan wajah ditekuk-tekuk.

"Buruan!"

Melihat wajah itu membuat amarah Nuansa semakin memuncak. Namun, dia harus bisa menahannya karena ada Papa yang bersantai melepas penat setelah bekerja.

"Kalau udah pulang telepon Papa." Suara Papa menyambut kepergian Nuansa.

"Iya, Pa."

"Tumben bawa tas sekolah?"

Mata Nuansa berputar jengah. Perkataan Mama membuatnya teringat dengan pesan WA dari Lazuardi yang menyuruhnya datang lebih awal di kafe tempatnya manggung. Jangan pernah berpikir kalau Lazuardi akan menraktir Nuansa atau sengaja mengajak Nuansa untuk mengobrol intens sambil menghabiskan sore dengan secangkir kopi. Semua itu SALAH BESAR! Lazuardi memerintah Nuansa—memerintah adalah kata yang cocok untuk pesan yang dikirim Lazuardi—untuk mengerjakan tugas kelompok dari Bu Yayuk sebelum dia manggung.

"Sekalian belajar kelompok, Ma." Nuansa berjalan menghampiri Mama yang duduk di ruang tengah bersama Papa. Dia mencium kedua tangan orangtuanya. "Nuansa pergi dulu."

"Hati-hati di jalan," ucap Mama.

"Telepon Papa kalau udah selesai!" teriak Papa.

"Iya!"

Setiap kali ada jadwal manggung atau side job, Nuansa selalu diantar oleh Dimas, dan pulangnya dijemput oleh Papa. Sebagai anak cewek, dia mendapat proteksi lebih seperti kakaknya, Citra. Jadi nggak ada peluang baginya untuk melakukan hal-hal aneh.

Kedua orangtua Nuansa membebaskan anak-anak mereka untuk melakukan hal yang mereka suka. Semua kegemaran anak-anak mereka dukung dengan sepenuh hati. Contohnya Nuansa. Kebanyakan orangtua selalu memandang buruk seorang pelajar yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai penyanyi di kafe. Namun bagi kedua orangtua Nuansa, nggak ada yang salah dengan hal itu, karena yang terpenting bagi mereka adalah etika dan norma yang harus dipegang teguh. Mereka selalu menekankan sopan santun, norma bersosialisasi dan etika bergaul karena hal itu bisa menjaga anak-anak mereka dari pengaruh buruk. Nilai buruk di sekolah bukan suatu masalah besar, tetapi etika yang buruk adalah bencana bagi mereka. Dan kendala terbesar yang saat ini mereka alami adalah membenarkan tingkah dan perkataan Nuansa yang cenderung kasar. Dari kecil hingga berumur tujuh belas tahun, Nuansa selalu berbicara kasar, dan hobi memaki. Hal ini adalah tantang terumit yang harus mereka kerjakan.

*****

Suara gelak tawa dan perbincangan mendominasi sebuah kafe di sabtu sore. Pengunjung yang datang ke kafe bernuansa kekinian itu didominasi para remaja, tetapi bukan berarti nggak ada pengunjung dewasa.

Nuansa Biru (SMA Trimurti Series) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang