Chapter 20 - Zona Nyaman Lazuardi

105 26 1
                                    


Banyu memasuki kamar rawat inap VIP yang berada di lantai dua sebuah rumah sakit swasta. Kesedihan yang menggunung membuat hari-harinya di sekolah nggak bersemangat. Semua ini karena salahnya. Nggak seharusnya dia menuruti permintaan Lazuardi yang terlalu kekanak-kanakan. Ditambah lagi dengan pernyataan Nuansa yang sudah move on darinya. Lengkap sudah kesedihannya hari ini.

Mata cokelat itu menatap nanar Lazuardi yang sedang menutup matanya. Keadaannya nggak bisa dibilang gawat, tetapi nggak segawat lima bulan yang lalu. Sahabatnya itu masih tersadar akan kondisinya, hanya saja ia nggak bisa lepas dari alat-alat medis yang terus memberi amunisi terhadap organ tubuhnya.

Terdengar suara pintu terbuka dari belakang. Banyu menggeser tubuh untuk memberi jalan pada sepasang suami-istri itu untuk masuk.

"Rupanya kamu udah datang," Kata Om Bima, ayah Lazuardi.

Banyu menganggukkan kepala pelan. Sejak peristiwa pentas seni di SMA Sejahterah itu, Banyu selalu dirundung rasa bersalah saat melihat kedua orangtua Lazuardi. Pasalnya dia telah membantu sahabatnya itu berbohong. Saat itu Banyu menawarkan diri kepada Tante Mira, mama Lazuardi, untuk mengantar anaknya cuci darah di rumah sakit ini. Namun kenyatannya, dia membawa Lazuardi pergi ke acara pentas seni. Banyu berkali-kali meminta maaf kepada mereka berdua, meskipun orangtua Lazuardi nggak menyudutkannya. Tante Mira dan Om Bima sanggup mengerti keadaan yang sesungguhnya setelah dijelaskan oleh Banyu, tetapi tetap saja dia merasa nggak enak karena membahayakan nyawa sahabatnya sendiri.

"Aku kembali kerja dulu, ya." Om Bima mencium pucuk kepala istrinya, kemudian menepuk pundak Banyu untuk berpamitan.

"Dari tadi?" tanya Tante Mira setelah Om Bima menghilang dari balik pintu.

"Barusan, Tante."

Tante Mira menghela napas panjang, kemudian mengusap lembut pundak Banyu. "Tante nggak suka lihat ekpresimu kayak gitu. Kita ngerti dengan semua yang terjadi."

"Tapi Banyu masih merasa bersalah."

"Itu nggak penting lagi, Nyu. Sekarang, yang dibutuhkan hanya doa agar kondisi Lazuardi bisa mendingan."

Banyu mengangguk paham. Benar kata Tante Mira, hal yang terjadi nggak perlu dipikirkan terlalu berat. Yang terpenting adalah bagaimana ke depannya.

"Ma ...." Suara serak Lazuardi terdengar.

Mereka berdua bergegas mendekati Lazuardi yang masih terlihat begitu pucat.

"Aku haus."

Dengan cekatan, Tante Mira mengambil botol minum dan menyodorkan pipet ke mulut Lazuardi. Setelah membasahi kerongkongan yang terasa kering, matanya menatap Banyu yang berdiri di belakang Tante Mira.

"Hai," sapa Lazuardi.

Banyu hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Gitu banget wajah, lo. Kayak orang habis ditagih utang."

Banyu berdecih. Masih bisa-bisanya nih, cowok melemparkan kelakar di saat tubuhnya sudah lemas tak berdaya. "Cepet sembuh, dia nyariin lo. Dia khawatir."

Lazuardi menghela napas dan tersenyum tipis. Betapa bodohnya dia karena nggak menuruti pendapat Banyu. Dia mengira Banyu cemburu karena Nuansa mengundangnya untuk datang ke acara pentas seni, tetapi semua itu salah. Penolakan Banyu itu murni karena kesehatannya yang begitu rentan. Sahabat macam apa hingga mencurigai orang yang begitu menyayanginya? Seharusnya dia menuruti perkataan Banyu. Kenapa dia mengikuti egonya kalau pada akhirnya dia terlihat lemah di hadapan Nuansa? Dia yakin kalau peristiwa kemarin akan menyisakan tanya besar bagi cewek itu. Nggak mungkin Nuansa nggak curiga, buktinya dia mendapat kabar seperti ini dari Banyu.

Nuansa Biru (SMA Trimurti Series) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang