Chapter 26 - Berbahagialah, Teman

73 16 0
                                    

Air mata Tante Mira mengalir deras saat menerangkan penyakit Lazuardi. "Aku selalu menginginkan orang-orang yang kecelakaan parah meninggal supaya bisa mendonorkan ginjal mereka pada anakku." Tante Mira menarik napas dalam-dalam. "Aku memang jahat ... tapi aku ingin anakku hidup. Dia masih muda.... " Kali ini tangis Tante Mira menjadi. Om Bima, ayah Lazuardi, langsung mendekap kepala istrinya.

Nuansa bisa melihat gurat kesediha di dalam ekspresi tegar Om Bima. Akan tetapi, nggak ada setitik pun air mata yang keluar. Ya ... Nuansa adalah cewek yang paling tegar. Baginya, menangis hanya akan semakin memperkeruh suasana hatinya. Dia hanya ingin menjadi penenang di saat salah satu orang di dekatnya sedih. Seperti peristiwa kemarin, saat Dimas jatuh dari wall climbing. Nggak ada satu pun tetes air mata yang mangalir. Dia terus menenangkan mamanya hingga Papa datang.

Banyu yang ikut duduk di kursi kantin rumah sakit, di samping Nuansa, hanya bisa tediam. Dia salut dengan Nuansa yang bisa mengontrol emosi. Hanya saja ... dia cowok yang brengsek. Karena ulahnya, air mata yang ditahan Nuansa meleleh begitu saja. Dia benar-benar brengsek karena menyakiti cewek setegar Nuansa.

Tangan Nuansa terulur untuk meraih tangan Tante Mira. "Pasti ada keajaiban, Tante."

Tante Mira mengusap pipi yang basah. Kepalanya mengangguk. "Iya ... pasti ada keajaiban, seperti saat dia terbangun dari koma." Suaranya bergetar hebat.

Senyum Nuansa mengembang lebar. "Aku akan menemaninya."

"Tante belum bilang kalau kamu sudah tahu keadannya. Mari, Tante antar ke kamar Ardi."

"Tadi dia sedang menggambar sketsa sewaktu aku tinggal ke sini," tambah Om Bima. Dia mulai bagkit dari kursi. "Ayo."

Mereka mulai berjalan melewati koridor rumah sakit menuju kamar Lazuardi. Pagi ini Nuansa bolos sekolah. Setibanya di rumah sakit, dia langsung menengok adiknya selama satu jam kemudian dia berpamitan sebentar kepada Mama untuk menengok Lazuardi saat Banyu datang menjemputnya di kamar Dimas.

Keadaan Dimas nggak terlalu buruk. Kadar kesadaran adiknya penuh seratus persen. Hanya saja kaki dan tangannya yang digips membuat ruang gerak cowok bertubuh bongsor itu terbatas. Namun hal itu nggak terjadi dengan mulutnya. Saat melihat Banyu menjemput Nuansa, Dimas langsung berekasi seperti cacing kepanasan. Ribuan kata sindiran dilontarkan hingga membuat Mama berkali-kali menghardik. Sedangkan Nuansa, dia mencoba mengontrol emosi agar nggak meledak-ledak. Dia ingin menjadi cewek yang lembut.

*****

Lazuardi meletakkan ponsel setelah mengirim pesan WA ke Nuansa. Tangannya mulai sibuk menggurat gambar wajah Nuansa di atas kertas sketch. Kondisi Lazuardi seperti orang normal setiap paginya, tetapi tubuhnya akan melemas jika hari menjelang sore. Dia akan terus terkulai setelah melakukan cuci darah hingga hari menjelang pagi. Dia nggak bisa lepas dari alat-alat medis dan entah sampai kapan tubuhnya mampu bertahan.

Kepala Lazuardi mendongak saat mendengar suara pintu yang terbuka. Senyumnya mengembang saat melihat wajah sembab mamanya. Dia sudah terbiasa melihat wajah itu. Pasti Mama baru selesai menangisi keadaannya yang nggak pernah pulih. Di belakang Mama, terdapat Papa yang berdiri dengan senyuman.

"Ardi.... " Suara Mira seperti desau angin.

Kening Lazuardi berkerut. "Ya?" Dia melihat sebuah kejanggalan karena kedua orangtuanya hanya berdiri di sana tanpa mau melangkah.

"Ada yang ingin ketemu," tambah Bima.

Mira mengayunkan kaki selangkah kemudian Bima memiringkan tubuh. Kepalanya mengangguk seolah-olah mempersilakan seseorang masuk.

Nuansa Biru (SMA Trimurti Series) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang