Chapter 18 : Let's move

88 19 8
                                    

"Jiyeon-a, buka pintunya. Kau kenapa, huh? Kau tidak ingin cerita?"

Untuk ke sekian kalinya, Woobin menghela napas. Sejak pulang dari kencannya kemarin, adiknya itu tidak keluar dari kamarnya, tidak ingin pulang ke rumah Ayahnya dan tidak makan. Entah apa yang terjadi, Woobin tidak tahu. Gadis itu terus bungkam dan wajahnya seperti menahan tangis.

"Jiyeon-a, ayo makan. Aku membeli Hanwoo. Aku tidak akan makan jika kau tidak makan"

Hening, tidak ada jawaban. Woobin yang sudah kelelahan itu duduk menyeder ke pintu--seperti orang yang benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa.

"Jiyeon-a, kau kenapa?" erang Woobin frustasi. "Kalau kau terus begini, aku akan mengadukanmu pada Ayah dan Ibu!"

Lagi-lagi tak ada respon. Sangat sulit membujuk Jiyeon kalau sifat keras kepalanya keluar.

"Jiyeon-a, kau tidak kasihan padaku, huh? Pacarku marah karena aku lebih memilih menunggumu daripada mengantarnya mencari buku referensi dan membatalkan semua acara hari ini."

"Kemarin kau berangkat dengan semangat sekali, tapi kenapa kau pulang dengan wajah seperti itu. Apa Jungkook menyakitimu?"

Woobin terdiam sebentar. Pikirannya bercabang-cabang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Lalu dia berdiri dan menatap kesal ke arah pintu kamar Jiyeon yang ada di apartemennya itu.

"Baiklah, jika kau tidak mau keluar dan cerita padaku. Aku akan mencari Jungkook dan menghabisinya supaya dia menceritakan semuanya!"

"JANGAN!!" teriak Jiyeon dari dalam kamarnya. Kemudian pintu itu terbuka, menampakkan Jiyeon yang bermuka sembab dan berantakan.

"Kalau kau sampai menyentuh Jungkook aku akan membunuhmu!" ancam Jiyeon

Woobin mendengus jengah.

"Wajahmu kenapa? Kau habis nangis ya?"

Jiyeon hanya diam dan kembali masuk ke kamarnya, Woobin tentu saja mengikutinya. Jiyeon kembali berbaring ke kasurnya dan memeluk bantalnya, mengabaikan kakaknya.

"Kau tidak ingin menceritakannya padaku?" tanya Woobin sambil duduk di samping Jiyeon

"Cerita saja. Tidak perlu takut aku akan marah atau semacamnya. Aku juga tidak akan mengadukanmu pada Ayah"

Jiyeon menatap kakaknya ragu, lalu menghela napas berat.


"Aku putus dengan Jungkook" kata Jiyeon akhirnya

Woobin tersenyum kecil. Dia sudah menduga kalau ini yang terjadi.

"Kenapa?"

"Dia sudah bosan denganku. Katanya aku tidak pernah ada waktu untuknya. Aku selalu memprioritaskan kerja kelompok dan belajar daripada dia" Suara Jiyeon serak. Dia ingin menangis lagi ketika mengingatnya.

"Dia bilang begitu saat memutuskanmu?"

Jiyeon mengangguk. "Tapi aku yang memutuskan dia. Dan aku yang menangis". Air mata Jiyeon turun lagi. Meskipun rasanya Jiyeon pernah menangis seperti ini, tapi yang ini beda. Dia seperti punya dendam pada bocah yang umurnya tidak lebih darinya itu.

Woobin tertawa kecil. Jiyeon jadi kesal. "Kenapa kau tertawa?!"

"Habisnya kau lucu sekali. Aigoo, kau sangat polos. Sudahlah lupakan saja dia. Toh mungkin dari awal dia memang tidak terlalu menyukaimu"

"Aku tidak bisa. Aku tidak mau. Aku... Aku tidak terima" Jiyeon kembali menangis. "Rasanya seperti aku ingin membalas perbuatannya"

"Kalau begitu tunjukkan kalau kau bisa hidup tanpa dia"

[0.5] My Fate : Peter PanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang