Chapter 10 : Memories

126 25 1
                                    

Woobin menatap sendu ke arah adiknya. Air matanya tak hentinya mengalir. Hatinya begitu menyesal dan merasa bersalah. Rasanya dia tidak becus sekali menjadi kakak yang menjaga adiknya. Bahkan adiknya itu kehilangan rambutnya.

Setelah Ayah dan Ibunya datang, Jiyeon langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Entah apa yang terjadi, Jiyeon dirujuk ke rumah sakit Seoul.

Dan disinilah mereka, di salah satu ruang VIP Rumah Sakit Haesung.

Harusnya mereka liburan sekarang. Bukannya terpekur di Rumah Sakit. Benar-benar libur musim panas yang menyebalkan

Pintu itu terbuka. Seorang wanita membawa buket bunga. Dia meletakkan bunga itu ke dalam vas berisi air di meja.

"Ibu darimana?" tanya Woobin dengan suara serak

Alih-alih menjawab, Gaeun balik tanya, "Hey, mau sampai kapan kau menangis? Jangan jadi anak cengeng"

Woobin mengusap air matanya. "Habisnya...."

Gaeun tersenyum. "Tidak apa-apa. Jiyeon itu gadis yang kuat. Dia pasti akan sadar"

Woobin menatap Jiyeon dengan penuh rasa bersalah. "Aku hanya takut dia kenapa-napa. Bagaimana dia kalau dia tidak sadar-sadar juga? Bagaimana sekolahnya? Ibu, apa yang dokter katakan?"

Gaeun menghela napas berat, raut wajahnya sendu. Woobin berharap-harap.

"Dia mengalami gegar otak berat. Benturan itu membuat perdarahan kecil di otaknya sehingga dia tidak sadar. Beruntung karena kita membawanya ke rumah sakit di waktu yang tepat" papar Gaeun

Rasanya tenggorokan Woobin tercekat, kakinya melemas seperti jelly.

"Tapi dia baik-baik saja. Hanya saja..."

"Hanya saja apa, bu?" tanya Woobin tidak sabar

"Dokter tidak tahu itu mempengaruhi ingatannya atau tidak. Kita akan tahu setelah dia sadar" tutur Gaeun.

Air mata Woobin kembali menetes. Persetan jika ada yang menyebutnya cengeng. Dia benar-benar menyesali semua yang terjadi.

"Kapan kau bangun, Kei-ya?"


---


Meskipun musim panas, malam itu udara sangat dingin. Hujan masih turun sejak tadi sore.

Woobin masih setia di tempatnya--di samping Jiyeon. Dia hanya beranjak untuk mandi kemudian duduk di sana lagi. Tangannya menggenggam tangan Jiyeon, sesekali mengusapnya agar tidak dingin. Dia bahkan melupakan makan malamnya.

"Woobin-ah, kau tidak memakan makan malammu?" tanya Ayah yang baru masuk.

Woobin menggeleng. "Masih belum lapar"

"Kau belum makan daritadi siang. Makanlah sedikit" kata Ayah

"Sirheoyo"

"Aku sudah memaksanya dari tadi. Tapi tetap saja begitu" tutur Ibu

"Kau harus makan, Woobin-ah. Nanti kau sakit. Ini, Ayah bawakan ayam"

"Jiyeonie juga suka Ayam dan Jokbal. Aku ingin makan patbingsu bersamanya dan Joshua seperti tahun lalu" guman Woobin

Dia meletakkan kepalanya di samping genggaman tangannya pada Jiyeon.

"Ayah, kalau Jiyeon sadar nanti apa dia akan marah karena dia tidak punya rambut?" tanya Woobin acak

"Dia pasti malu karena dokter memangkas habis rambutnya karena luka di kepalanya. Bagaimana jika dia tidak mau sekolah??" tambahnya

"Ayah akan menyewa guru untuk homeschooling" jawab Seungho

[0.5] My Fate : Peter PanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang