Chapter 3 : Say The Name

153 27 4
                                    

"Joshua-ya.. Jam tanganmu bagus. Apa kau membelinya di Amerika?"

"Hey, aku pinjam ini, ya.."

"Ayo main petak umpet!"

"Shua-ya.. Aku punya banyak mainan di rumah. Nanti ke rumahku, yuk!"

"Jangan. Kita main ke  rumahnya Joshua saja. Di rumahnya pasti ada banyak mainan bagus"

Jiyeon mengerucutkan bibirnya.  Dia memandang kesal ke arah Joshua yang dikerumuni teman-temannya yang lain. Sekarang mereka semua sedang istirahat. Jiyeon ingin sekali mengajak Joshua main.

Hanya Joshua.

Tidak dengan yang lain.

Tapi Joshua malah dikerumuni banyak murid lain--yang kebanyakan adalah perempuan. Sementara dia berdiri di dekat loker yang ada di belakang kelasnya sambil menatap kerumunan itu seperti orang bodoh.

Tidak ada yang peduli dengannya. Termasuk Joshua.

Melihat Joshua yang selalu dikerubungi murid lain, Jiyeon jadi kesal sendiri. Dia kesal karena Joshua sudah mulai mengabaikannya. Apalagi banyak murid perempuan yang dengan centilnya mengajak Joshua main ke rumahnya ataupun pergi ke rumah Joshua.

Dia takut Joshua akan melupakannya.

Oh, ayolah. Joshua itu satu-satunya teman baginya. Wajar jika ada rasa cemburu di hatinya. Apalagi ketika gadis kecil bernama Yoo Jiae itu mulai mendekati Joshua, memberi Joshua banyak kue dan coklat lalu berbicara tanpa henti tentang dimana dia membeli kue itu.

Rasanya Jiyeon ingin membeli toko kue itu lalu memberikannya pada Joshua.

Ditambah lagi Jiae sering memperlihatkan aegyonya di depan Joshua, dan lebih mengesalkannya lagi Joshua tampak senang. Itu membuat Jiyeon takut kalau Joshua jadi memilih berteman dengan Jiae daripada dengannya.

'BRUK!!!'

Tiba-tiba ada seorang murid laki-laki yang tidak sengaja karena main kejar-kejaran dengan murid lainnya. Memang tidak terlalu keras. Tapi berhasil membuat Jiyeon terjerambab dan jatuh tersungkur. Alhasil, Jiyeon menangis karena sakit.

Joshua yang mendengar tangisan Jiyeon segera menghampiri gadis itu dan mengabaikan Jiae. Joshua berusaha menenangkan Jiuyon.

"Jiyeon-a, are you okay?"

Bukannya berhenti, tangisan Jiueon malah semakin keras, sampai-sampai seorang guru datang dan membawa Jiyeon ke ruang kesehatan. Joshua yang khawatir ikut serta.

Disana, lutut Jiyeon yang lecet diobati. Jiyeon masih saja menangis bahkan meminta untuk pulang.

"Huhuhu.... Aku ingin pulang saja. Mereka semua nakal. Aku tidak ingin berteman dengan mereka" rengek Jiyeon.

"Kenapa Jiyeon bilang begitu? Mereka kan teman Jiyeon" nasehat sang guru

"Jiyeon-a--no, Jiyeonie... Jangan pulang... Nanti kalau Jiyeonie pulang, Joshua dengan siapa? Kalau Jiyeonie pulang, Joshua juga ikut pulang"

Jiyeon menatap Joshua jengkel. "Joshua kan punya banyak teman. Jiae juga mau ke rumah Joshua, kan? Jiyeonie tahu kalau Jiae lebih cantik daripada Jiyeonie, makanya Joshua lebih memilih bermain dengan Jiae. Iya, kan?"

"Kenapa Jiyeonie bilang begitu? Jiyeonie kan teman Joshua. You're more beautiful and cute than Jiae. Seriously..." ujar Joshua.

Jiyeon terdiam sebentar, seperti berpikir keras.

"Ah, molla! Molla!! Aku tidak mengerti apa yang kau katakan! Yoonji eonni... pulang...!!" rengek Jiyeon setengah berteriak

"Baiklah, baiklah.. Jiyeonie akan pulang. Tunggu sebentar, ya. Eonni akan mengambil tas Jiyeonie" ujar Yoonji--sang babysitter yang dibalas anggukan Jiyeon.

[0.5] My Fate : Peter PanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang