Kau selalu membawa masalah dalam hidupku
Tapi aku tidak bisa melepasmu
Tatapan keheranan murid-murid lain mengikuti Ruby ketika dia mengambil tempat di bangku paling belakang, tepatnya di sebelah Kevin. Mengabaikan itu, Ruby mulai menyiapkan buku pelajaran untuk pelajaran pertamanya, Matematika. Sementara di sebelahnya, Kevin sudah mengambil posisi tidurnya; kepala terteleh di meja, tatapan keluar jendela di sampingnya.
Ruby mendecakkan lidah kesal seraya menendang kursi Kevin. Dia mendengar Kevin menggeram kesal sebelum mengangkat kepala dan menoleh pada Ruby.
"Sebentar lagi masuk, siapin buku pelajaran lo," kata Ruby.
Kevin menatap Ruby kesal.
"Sekarang, Kevin!" lanjut Ruby, lebih tegas.
Kevin mendesis kesal ke arah Ruby sebelum bangkit dari duduknya dan pergi ke loker di belakang, mengambil sebuah buku dari sana dan kembali ke kursi di sebelah Ruby. Kevin membanting buku Matematikanya di meja seraya menatap Ruby, masih kesal.
Ruby cukup puas dengan keberadaan buku itu, jadi dia mengabaikan kekesalan Kevin dan berkata penuh peringatan, "Jangan tidur selama pelajaran."
Kevin menyipitkan mata kesal, tapi tak protes dan kini menatap ke depan dengan tatapan mengerikan, membuat murid-murid lain yang mengawasi mereka langsung berbalik dan menatap ke depan. Sejauh ini, Ruby berhasil mengurus Kevin tanpa masalah. Sejauh ini, Ruby sudah melakukan tugasnya dengan amat sangat baik. Dan dia puas dengan itu.
***
"Nomor berikutnya, Kevin," Pak Iwan memanggil Kevin.
Ruby melirik Kevin yang tampak cuek. Buku tulis dan buku pelajarannya masih tertutup di depannya. Ruby bertaruh untuk apa pun, Kevin tidak mengerjakan tugas.
"Saya tidak ..."
Ruby memotong kalimat Kevin dengan tendangan di kursinya. Kevin menoleh ke arahnya, tampak kesal, lagi. Ruby tak mengatakan apa pun ketika melemparkan buku tugasnya ke arah Kevin. Cowok itu menatap buku itu dengan kening berkerut. Pak Iwan kembali memanggil Kevin, dan Ruby melemparkan tatapan penuh peringatan, sehingga Kevin terpaksa berdiri dan maju ke depan kelas dengan buku tugas Ruby di tangannya.
Pak Iwan tampak terkejut karena Kevin maju dan mengerjakan nomor bagiannya. Ketika Pak Iwan menatap Ruby curiga, Ruby segera menunduk, pura-pura sibuk dengan buku paketnya. Ruby tak dapat menahan senyum ketika Pak Iwan mengoreksi dan memberikan nilai pada Kevin untuk jawabannya yang benar. Tentu saja. Ruby yang mengerjakannya.
***
Ruby menunggu dengan cemas ketika Kevin meninggalkan kelas karena panggilan dari Bu Anez. Saat ini, Om Vino pasti sedang menemui Bu Anez. Apakah Om Vino benar-benar akan memindahkan Kevin, setelah apa yang Ruby katakan tadi pagi? Jika Kevin akhirnya meninggalkan sekolah ini ... bagaimana dengan Ruby?
Tidak. Dia tidak mau bermimpi buruk lagi. Mimpi buruk sialan itu, dia tidak mau melihatnya lagi. Ruby semakin cemas ketika Kevin belum juga kembali saat jam istirahat setengah jam kemudian. Kevin tidak boleh pergi sekarang. Dia tidak boleh ...
"Kevin!" seru Ruby ketika akhirnya Kevin kembali ke kelas. Dari ekspresinya, Kevin tampak kesal. "Gimana? Om Vino nggak mindahin lo, kan?" buru Ruby.
Kevin menatap Ruby tajam. "Lo pikir apa yang lo lakuin?!" bentaknya. "Bukannya elo pengen gue segera pergi dari sekolah ini? Terus ngapain tadi pagi lo ngomong gitu ke Bokap? Gara-gara elo, Bokap nggak jadi mindahin gue! Puas lo sekarang?!"
Ruby melirik seisi ruangan yang syukurlah sudah kosong. Ruby berdehem.
"Gue cuma pengen bantu lo," balas Ruby kalem.
Kevin mendengus kasar. "Bantu gue? Dengan maksa gue ngelakuin hal-hal nggak penting kayak tadi?" sinisnya.
"Lo dapet nilai tambahan karena ngerjain tugas di depan kelas. Bukannya itu hal bagus? Lo ..."
"Lo pikir gue peduli?!" sela Kevin kasar. "Gue maju karena elo terus gangguin gue." Kevin lalu menunduk, berkata dengan nada pelan mengancam, "Dan gue peringatin, kalau lo ganggu gue lagi, gue bakal kasih tau ke semua orang di sekolah kalau gue tinggal di rumah lo."
Kevin melempar tatapan dingin pada Ruby sebelum meninggalkan kelas. Dan Ruby tahu, Kevin tidak akan kembali ke kelas saat jam istirahat berakhir. Bahkan mungkin, Kevin baru kembali begitu bel pulang berbunyi nanti. Kali ini, Ruby terlalu takut untuk menyusul Kevin dan memaksanya kembali. Dia tidak ingin membuat ini lebih rumit lagi.
***
Seperti dugaan Ruby, Kevin tidak kembali ke kelas dan Ruby harus membohongi guru-guru bahwa Kevin pulang lebih awal karena dijemput papanya. Sepertinya, dia akan sibuk dengan alasan-alasan lain untuk menyelamatkan Kevin dari situasi ini. Ketika Kevin akhirnya kembali ke kelas saat ruangan sudah kosong sepulang sekolah, Ruby menatapnya tajam.
"Apa lo harus kayak gini?" desis Ruby. "Setelah apa yang gue lakuin buat bantu lo ..."
"Gue nggak pernah minta apa pun dari lo," potong Kevin dingin seraya memberesi buku di laci mejanya, mengembalikannya ke loker.
"Apa lo nggak bisa sedikit aja ngehargain usaha orang lain buat bantu lo?!" Ruby kehabisan kesabaran.
Kevin berbalik dan menatap Ruby tajam. "Apa gue minta lo bantuin gue?" katanya. "Jangan buang-buang waktu lo, karena gue sama sekali nggak peduli sama semua omong kosong di sekolah ini. Lo juga udah tau kan, gue pengen segera ninggalin sekolah ini? Gue nggak ngerti kenapa lo mesti repot-repot buang waktu lo kayak gini."
"Karena gue nggak mau disalahin kalau sampai lo beneran pergi dari sekolah ini!" teriak Ruby frustasi.
Kevin yang sudah hendak pergi, menghentikan langkah meski dia tidak berbalik.
"Seandainya hari itu gue nggak ngomong ke Papa tentang surat panggilan lo, gue juga nggak bakal mau repot-repot ngelakuin semua ini. Seandainya hari itu lo ketemu Om Vino dan ngomong sendiri kalau lo yang pengen pindah, gue juga nggak bakal berusaha sekeras ini. Seandainya hari itu Om Vino nggak ... nampar elo ... gue juga nggak bakal ngerasa sebersalah ini. Gue nggak mau jadi penyebab elo pergi dari sekolah ini," ungkap Ruby.
"Lo tau itu bukan salah lo," Kevin membalas, masih tanpa berbalik.
Ruby mendengus. "Bahkan saat itu, lo juga nyalahin gue, kan?" Ruby bisa yakin akan itu saat melihat cara Kevin menatapnya malam itu, sebelum dia naik ke kamarnya.
Kevin tak membalas. Tanpa menjawab, dia meninggalkan Ruby di ruangan yang sudah kosong. Ruby merengut menatap punggung Kevin yang menjauh. Mengatakan semua itu pada Kevin, dia benar-benar merasa bodoh. Kevin mungkin bahkan tidak peduli sama sekali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Introduction of Love (End)
Teen FictionDear, you... Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkanmu? Kenapa aku selalu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku merasa sakit jika melihatmu terluka? Kenapa jantungku berdegup kencang saat berada di dekatmu? Ketika kau ada di sampingku, aku merasa tenang. N...