Ruby menahan napas ketika tangan Kevin mendarat di bahunya, lalu diputarnya tubuh Ruby hingga mereka berhadapan. Ruby sempat bertemu tatap dengan Kevin sebelum dia memalingkan wajahnya yang terasa panas.
"Karena itu ... sejak kapan lo nyadarin perasaan lo ke gue?" tanya Kevin lembut, tanpa nada cemoohan atau ledekan.
Ruby tahu Kevin tak akan melepaskannya jika dia tak menjawab. Toh Kevin sudah tahu sejauh ini. Lalu, masih tanpa menatap Kevin, Ruby mengaku,
"Kemaren, mungkin ..."
Kevin mengangkat alis. "Karena itu lo ngehindarin gue?"
Ruby menggigit bibir. "Gue pasti udah gila ..."
Kevin tersenyum, lalu dia meraih dagu Ruby, membuat cewek itu menatapnya, "Gue lebih gila lagi kalau gitu."
Ruby mengernyit saat merasakan degup jantungnya semakin tak beraturan. "Jangan ngeliat gue kayak gitu," dia berkata seraya menarik dagunya dari pegangan Kevin, kembali memalingkan wajah. "Jantung gue jadi makin kacau, nih."
Kevin tertawa kecil, lalu dia menangkup wajah Ruby, kembali memaksa Ruby menatapnya. "Bagus deh, berarti bukan gue satu-satunya yang ngerasa gitu."
Mata Ruby melebar terkejut. Dalam beberapa menit terakhir ini, ada terlalu banyak hal yang membuatnya terkejut. Karena pengakuan mendadak Kevin.
"Sejak kapan lo suka sama gue?" Kevin tersenyum, tampak sangat senang dengan situasi mereka saat ini.
Karena tak bisa memalingkan wajahnya, Ruby melirik ke samping, menghindari menatap langsung mata Kevin saat menjawab dengan gumaman,
"Nggak tau."
"Coba pikirin satu waktu saat pertama kalinya jantung lo berdebar karena gue," pinta Kevin.
Ruby menatap Kevin kesal. "Harus, ya?"
Kevin mengangguk. "Atau gue nggak bakal ngelepasin lo."
Ruby mendesis kesal. Dia mulai berpikir cepat, mengingat-ingat. Bahkan sebelum dia mengatakannya, dia menatap Kevin curiga. "Lo nggak bakal ngetawain gue, kan? Kalau lo cuma mau ngetawain gue ..."
"By, gue juga ngerasain apa yang lo rasain. Menurut lo?" sela Kevin geli seraya menarik tangannya dari wajah Ruby.
Meski begitu, tetap saja ... Ruby juga tidak tahu apa-apa tentang perasaan Kevin. Mungkin saja dia mengatakan itu hanya untuk mendengar pengakuan Ruby, lalu menertawakannya.
"Lo pasti mikirin yang nggak-nggak deh, sekarang," dengus Kevin tak percaya.
Ruby mulai kesal mendapati Kevin terlalu mengenal dirinya dan bahkan mulai bisa mengerti jalan pikirannya seperti ini.
"Lo sendiri, sejak kapan lo suka sama gue? Sejak kapan lo tau kalau gue suka sama lo?" tembak Ruby.
Kevin tersenyum. "Jawab dulu, kapan lo mulai suka sama gue, abis itu gue bakal jawab semua hal yang lo pengen tau. I swear," ucapnya sungguh-sungguh.
Tak punya pilihan lain, Ruby mendesah berat dan akhirnya menjawab, "Kayaknya sih ... waktu kita sengaja bikin Dekha kalah taruhan itu. Waktu lo ... yah, pokoknya waktu itu. Lo nggak perlu tau gimana detailnya, tapi yang jelas, waktu itu." Ruby menunggu reaksi Kevin, tapi cowok itu masih menatapnya lekat tanpa mengatakan apa pun.
Ruby mendecakkan lidah kesal. "Lagian, elo selalu ngelakuin hal-hal yang buat gue ngerasa bersalah juga, sih. Mungkin gara-gara itu perasaan gue jadi mulai aneh. Lo juga selalu bantuin gue dan jagain gue. Lo juga ... ngalahin gue di latihan debat pertama kita. Lo juga ..." Ruby menghentikan kalimatnya. "Pokoknya, bukan salah gue kalau perasaan gue jadi kayak gini!" kesalnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introduction of Love (End)
Ficção AdolescenteDear, you... Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkanmu? Kenapa aku selalu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku merasa sakit jika melihatmu terluka? Kenapa jantungku berdegup kencang saat berada di dekatmu? Ketika kau ada di sampingku, aku merasa tenang. N...