Kenapa kau harus datang dalam hidupku?
Kali ini aku benar-benar berharap kau lenyap dari hidupku
"UTS besok, gue nggak minta banyak. Lo cuma harus datang ke kelas, copy jawaban dari lembar jawaban gue dan ngumpulin lembar jawaban lo. Cuma itu. Lo bisa, kan?" Ruby berbicara pada Kevin saat mereka hanya tinggal berdua di meja makan malam itu.
Kevin hanya membalas dengan tatapan dingin seperti biasa. Seolah tak mendengar apa yang Ruby katakan tadi, Kevin meninggalkan Ruby begitu saja. Ruby hanya bisa menghela napas lelah sepeninggal Kevin. Dia tidak berharap banyak. Dia hanya berharap Kevin mau sedikit bekerja sama. Hanya sedikit. Apakah itu terlalu sulit?
***
Ruby menatap nilai-nilai hasil UTS-nya tak percaya. Sepanjang sejarah sekolahnya, ini adalah yang terburuk. Dia memang tidak terjebak dalam remedial test, tapi ini ...
"Nilai-nilai gue sedikit lebih bagus dari punya lo," tiba-tiba Kevin berbicara. "Dan waktu itu lo bilang, gue cuma perlu copy jawaban lo?" Suaranya terdengar meledek.
Ruby menoleh cepat. "Lo nggak nyalin jawaban gue?"
"Soal tahun ini sama tahun lalu nggak terlalu banyak bedanya. Jadi, gue sempat belajar dikit tentang materi yang gue tau bakal keluar," jawab Kevin santai.
Ruby mendengus tak percaya. "Lo bahkan nggak bawa buku pelajaran ke rumah."
"Internet hilang fungsi?" balas Kevin dengan dengusan.
Ruby menatap Kevin tak percaya. Dia bahkan tidak mau repot-repot mengatakan itu pada Ruby. Setiap hari, sepanjang ujian kemarin, Ruby selalu berusaha mengerjakan soalnya secepat mungkin. Dia bahkan menjawab seadanya soal yang tidak dia ingat jawabannya karena tidak ingin membuang waktu. Namun, Kevin malah ...
Ruby menunduk, tangannya meremas kertas laporan hasil ujiannya. Sepanjang minggu, Ruby memikirkan Kevin, mencemaskannya. Dia bahkan tidak bisa berkonsentrasi dengan ujiannya kemarin karena terlalu mengkhawatirkan Kevin. Sementara dia memikirkan Kevin di atas segalanya, di atas hasil ujiannya sendiri, Kevin justru ...
Ruby melempar kertas laporan dengan nilai-nilai yang membuatnya muak itu ke lantai. Dia lantas melemparkan buku-bukunya ke dalam tas. Tanpa menatap Kevin, Ruby bangkit dari duduknya, berjalan ke tempat Dewa, salah satu perangkat kelas di kelas itu.
"Gue nggak enak badan, jadi gue balik duluan. Gue titip absen," Ruby berkata, sebelum meninggalkan kelas dengan langkah marah.
Ia mengusap mata dengan kasar ketika pandangannya memburam. Ruby meninggalkan sekolah setelah memberikan alasan sakit pada satpam sekolah. Setidaknya, dia langsung percaya pada Ruby karena reputasi baik Ruby di sekolah. Setidaknya, ada yang tahu usaha kerasnya selama ini.
Lebih tepatnya, hanya Kevinlah satu-satunya yang tidak tahu apa saja yang sudah Ruby lakukan selama ini untuk meraih semua prestasinya. Namun, Ruby tahu lebih baik dari siapa pun, Kevin tidak akan peduli dengan itu.
***
"Lo mau di sini sampai kapan?" Suara itu membuat Ruby membuka mata.
Ruby memalingkan wajah dan mendapati Kevin sudah berdiri di hadapannya.
"Nyokap lo nanyain lo dan gue terpaksa bohong kalau lo main di rumah temen lo," Kevin melanjutkan.
Ruby mendengus kasar. Ruby bukan Kevin. Dia tidak punya waktu untuk dibuang-buang seperti Kevin.
"Ini hampir jam sembilan malam. Lo mau di sini sampai kapan?" Kevin mulai terdengar tak sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introduction of Love (End)
Teen FictionDear, you... Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkanmu? Kenapa aku selalu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku merasa sakit jika melihatmu terluka? Kenapa jantungku berdegup kencang saat berada di dekatmu? Ketika kau ada di sampingku, aku merasa tenang. N...