Chapter 6-1

3.2K 276 29
                                    

Kenapa kau melakukan ini?

Ketika aku begitu membencimu

Kenapa kau harus membuatku merasa bersalah, lagi?

"Lo masih marah gara-gara debat tadi?" tanya Kevin saat mereka bertemu di meja makan sepulang sekolah.

Ruby melirik Kevin sekilas, sebelum kembali mengabaikannya. Marah? Bisakah dia tidak marah? Berkat Kevin, Ruby benar-benar dipermalukan hari ini. Bahkan untuk latihan besok, beberapa temannya bertaruh bahwa Ruby akan kalah lagi jika berdebat melawan Kevin.

Satu hal tentang Kevin yang Ruby baru tahu saat latihan tadi, Kevin pernah memenangkan kompetisi debat bahasa Inggris antar kelas di tahun pertamanya. Dan alasan kenapa Ruby tidak pernah tahu itu adalah karena setelah Kevin menang, dia tidak mau bergabung dengan klub bahasa Inggris dengan alasan dia lebih tertarik pada klub olahraga dan pecinta alam, dan dia tidak akan punya waktu untuk kegiatan lainnya. Yah, mengingat saat itu dia juga salah satu murid dengan nilai tertinggi di angkatannya, pasti dia juga sibuk dengan pelajaran.

Ruby tahu Kevin bukan murid yang bodoh. Dia tahu sebelum kehilangan ibunya, Kevin adalah murid yang baik. Namun, dia tidak pernah tahu, ataupun mencari tahu, bahwa Kevin sebagus ini. Reputasi buruknya sudah lebih dari cukup untuk menutup semua itu. Ruby tahu begitu banyak tentang reputasi buruk Kevin, tapi tentang prestasinya ...

Memikirkan itu hanya membuat Ruby merasa seperti pecundang. Kenapa dia mau repot-repot membantu Kevin mengerjakan tugasnya, jika tanpa bantuannya, Kevin bahkan bisa melakukan dengan lebih baik? Bodohnya, saat ujian kemarin, dia juga mengacaukan nilainya hanya demi membantu Kevin.

Apa yang perlu dia bantu ketika Kevin bisa melakukan semuanya sendiri dengan sangat baik? Kevin bukannya tidak bisa. Dia hanya tidak mau. Dan sepertinya, dia lebih suka menciptakan neraka dalam hidup Ruby alih-alih memperbaiki hidupnya yang kacau.

Ruby menghela napas berat seraya bangkit dari duduknya.

"By," panggil Kevin.

Ruby kembali menghela napas sebelum menatap Kevin. "Elo bisa ngelakuin semuanya sendiri, kan? Sampai kapan gue harus ngerjain semua tugas-tugas sekolah lo? Sampai kapan gue harus ngegantiin tugas lo di kelas? Kalau ternyata elo emang sehebat itu, daripada ngehabisin waktu gue buat ngurus masalah lo, kenapa lo nggak urusin aja semua masalah lo sendiri?"

Mengabaikan kenyataan bahwa Kevin bukannya tidak bisa, tetapi tidak mau, Ruby meninggalkan ruang makan. Kevin mungkin bahkan tidak peduli dengan apa yang dikatakan Ruby. Dia hanya akan melakukan apa pun sesukanya, tak peduli meskipun itu menyusahkan Ruby. Memangnya, sejak kapan Kevin peduli padanya?

***

Jantung Ruby seolah merosot ketika dia teringat tentang tugas Matematika yang belum dikerjakannya. Dia baru ingat ketika menyiapkan buku Matematika untuk pelajaran di jam ketiga itu. Dengan panik, dia segera membuka buku tugas dan buku pelajarannya.

Ruby menggerutu seraya mulai mengerjakan tugasnya dengan tergesa. Bagaimana bisa dia lupa? Ruby memaki kealpaannya dalam hati. Belakangan ini dia memang memikirkan terlalu banyak hal. Dan kemarin adalah puncaknya. Semalam dia terlalu sibuk menyiapkan untuk latihan debatnya dengan Kevin hari ini.

Kenapa dia bisa seceroboh ini?

Kegiatan Ruby terpaksa terhenti ketika Pak Iwan sudah memasuki kelas. Ruby menatap hasil kerjanya. Dia baru menyelesaikan satu nomor. Setidaknya, dia harus menyelesaikan tiga nomor untuk menghindari hukuman. Ruby mulai panik memikirkan itu.

Hukuman? Berdiri di luar kelas? Tidak boleh mengikuti pelajaran Matematika sampai istirahat?

Ruby bisa merasakan tangannya yang dingin karena gugup. Kegugupannya semakin bertambah ketika Pak Iwan menagih tugas murid-muridnya. Ruby meletakkan bolpoin, menarik napas dalam.

"Yang tidak mengerjakan tugas, silahkan keluar. Lari keliling halaman dua kali, lalu berdiri di tengah halaman sampai jam istirahat," Pak Iwan menyebutkan hukumannya.

Ruby ternganga ngeri. Ini pertama kalinya dia tidak mengerjakan tugas dan dia harus mendapatkan hukuman mengerikan itu?

Murid-murid lain yang juga tidak mengerjakan tugas mulai protes, yang hanya dijawab Pak Iwan dengan bantahan keras,

"Salah siapa kalian tidak mengerjakan tugas?! Lihat saja hukuman berikutnya nanti!"

Protes-protes berganti keluhan. Enam murid cowok berdiri dari tempat duduk mereka. Mereka adalah anak-anak yang suka bermain-main di kelas. Ruby memejamkan mata. Betapa memalukannya jika dia harus dihukum bersama anak-anak itu. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Ruby menarik napas dalam. Betapa pun memalukannya, dia tidak boleh melarikan diri. Ruby membuka matanya kembali. Dia sudah hendak berdiri, tapi seseorang menahan bahunya.

Ruby menoleh untuk menatap Kevin dengan kening berkerut. Mau apa lagi anak ini? Sebelum Ruby sempat bertanya, Kevin sudah menjatuhkan buku tugasnya di depan Ruby, lalu dia berdiri.

"Kevin, lagi?" Suara Pak Iwan membuat Ruby kembali menatap ke depan. "Seminggu kemarin tidak membuat masalah, sekarang kamu mau mulai memberontak lagi?"

Kevin tak menyahut dan hanya mengikuti instruksi Pak Iwan tentang hukumannya tadi. Ruby menatap punggung Kevin yang menjauh dan seketika, dia merasa bersalah. Namun, dia bahkan tidak bisa berdiri dan mengakui bahwa dialah yang seharusnya mendapatkan hukuman itu.

Ruby mengepalkan tangan erat. Kenapa Kevin melakukan ini? Membuat Ruby merasa bersalah, lagi.

***

Ruby menghentikan langkah di tepi halaman ketika melihat teman-teman Kevin sudah menghampiri Kevin. Ketika Kevin menoleh ke arahnya, Ruby berbalik. Tangannya menggenggam kaleng soda semakin erat. Dengan langkah kaku, Ruby kembali ke kelas.

Di tempat duduknya, Ruby menimbang-nimbang, apakah dia akan memberikan minuman di tangannya ini pada Kevin atau tidak. Ruby melirik kursi kosong di sebelahnya. Dia menggigit bibir ragu.

Di tengah keraguannya, dia mendengar seseorang memanggil namanya dari pintu kelas. Ketika dia menoleh, didapatinya Irin sudah berdiri di sana dan melambaikan tangan padanya.

"Latihan!" serunya.

Ruby mengangguk. Dia menyiapkan buku catatan debatnya, meraih kotak pensil, lalu bangkit dari kursi. Dia menghentikan langkah ketika teringat Kevin. Dia berbalik, lalu menggeser kaleng soda di atas mejanya ke meja Kevin. Merasa sedikit lebih baik, Ruby berbalik dan melanjutkan langkah. Dia menyempatkan mengajak Dina sebelum bergabung dengan Irin.

***    

Introduction of Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang