"Ngapain sih, Kha? Kita balik aja langsung. Kevin mungkin masih sibuk sama temen-temennya. Daripada kita ganggu." Ruby sibuk memberi alasan untuk mengubah pikiran Dekha yang berkeras untuk menunggu Kevin dan menyapanya.
Bahkan meskipun lapangan nyaris kosong dan hanya meninggalkan para pemain dari kedua tim yang bertanding tadi, Dekha berkeras untuk tinggal. Tak peduli bagaimanapun Ruby membujuknya untuk segera meninggalkan lapangan, Dekha berkeras untuk menunggu Kevin.
Frustasi, Ruby akhirnya berniat meninggalkan Dekha dan pulang lebih dulu. Dia tidak peduli bagaimana komentar Dekha nantinya, yang terpenting saat ini, dia tidak bisa menghadapi Kevin. Dia tidak sanggup menatap wajah Kevin tanpa membuat wajahnya panas, atau jantungnya berdegup kencang, atau perutnya yang mendadak bergolak aneh, atau sesak yang membuatnya kesulitan bernapas.
"Terserah deh, lo mau nungguin Kevin sampai kapan, pokoknya gue balik sekarang," ucap Ruby sebelum dia berbalik dan berjalan meninggalkan Dekha.
Baru beberapa langkah dia meninggalkan Dekha, seseorang memanggil namanya, "Kak Ruby!"
Ruby menghentikan langkah, menoleh ke sumber suara, dan mengerang pelan. Aga. Kenapa anak itu ada di sini? Kesialan apa lagi ini?
Ruby sudah berbalik, hendak melarikan diri, tapi Dekha entah dari mana sudah berada di belakangnya dan menahan lengannya.
"Lo nggak denger ada yang manggil lo?" tanya Dekha.
Ruby menatap Dekha sekilas, lalu menatap melewati bahunya, ke arah Aga yang berlari ke arahnya.
"Nggak," jawab Ruby cepat. "Gue harus balik sekarang, Kha. Nyokap nyariin," Ruby beralasan, meski dia tahu Dekha tidak akan lantas percaya. Ruby terlalu sering menggunakan alasan itu untuk kabur. Setelah tiga atau empat kali mendengar alasan yang sama dari Ruby, Dekha langsung tahu jika itu hanya alasan Ruby untuk melarikan diri.
"Please," Ruby memohon, benar-benar memohon, tapi itu justru membuat Dekha mengerutkan kening penasaran.
"Kak Ruby tadi juga nonton pertandingannya?" Pertanyaan itu datang dari Aga yang sudah berdiri di sebelah Dekha.
Ruby menatap Dekha kesal, menarik tangannya dari makhluk menyebalkan itu sebelum menatap Aga dan menjawab, "Iya."
"Pantes aja Kak Kevin mainnya semangat banget. Ditungguin ceweknya," cibir Aga.
Ruby mengerang dalam hati ketika Dekha membeo, "Ceweknya? Ruby? Ceweknya Kak Kevin?"
Ocehan kacau Dekha mengalihkan perhatian Aga dari Ruby. "Ini temen Kak Ruby?" tanya Aga.
Ruby menghela napas berat, mengangguk paksa. Dia tak tahu dari mana Aga tahu namanya, tapi yang dia tahu, itu bukan hal bagus. Dan lagi, anak ini ternyata benar-benar banyak bicara.
"Gue nggak tau kalau lo juga ikut main buat tim sekolah lo," Ruby berkomentar.
Aga tersenyum bangga. "Gini-gini aku ini ace-nya timku lho, Kak. Tadi Kakak juga nonton kan, waktu aku nyetak gol?"
"Kevin juga nyetak gol, anyway," balas Ruby, menyebutkan gol kedua tim sekolahnya yang dicetak Kevin.
"Iya, percaya .... Yang diliat cuma Kak Kevin aja, sih," cibir Aga.
Ruby tersenyum canggung seraya melirik Dekha hati-hati. Dia kembali mengerang dalam hati saat mendapati Dekha sudah menatapnya penuh selidik.
Ruby sudah hendak pamit pada Aga dan menyeret paksa Dekha, tapi Dekha sudah bertanya dengan nada menuntut, "Jadi, lo sama Kak Kevin beneran jadian?"
Aga tampak bingung mendengar pertanyaan Dekha. "Temen Kakak ini ... nggak tau?" tanyanya pada Ruby.
Ruby menatap Aga dan Dekha bergantian, tak tahu apa yang harus dia katakan. Dia sudah membulatkan tekad untuk menjelaskan yang sebenarnya pada Aga ketika tiba-tiba seseorang muncul di sebelahnya dan merangkul bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introduction of Love (End)
Novela JuvenilDear, you... Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkanmu? Kenapa aku selalu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku merasa sakit jika melihatmu terluka? Kenapa jantungku berdegup kencang saat berada di dekatmu? Ketika kau ada di sampingku, aku merasa tenang. N...