Chapter 10-1

3.3K 300 44
                                    

Aku tak pernah tahu

Kau selalu berada di belakangku

Tak peduli sejauh apa pun aku berjalan

Ruby mengerutkan kening ketika tak menemukan Kevin di ruang makan.

"Kevin belum bangun, Ma?" tanya Ruby seraya duduk.

"Kevin sudah berangkat dari tadi. Mama juga nggak tahu kapan dia berangkat. Pas Mama turun, cuma ada pesan kalau dia berangkat pagi buat latihan lomba," jawab mama Ruby.

"Ah ..." gumam Ruby. Apa ini cara Kevin menghindari mama dan papa Ruby tahu tentang wajahnya yang babak belur kemarin? "Jadi, Kevin juga belum sarapan dong, Ma?"

Mama Ruby menggeleng. "Ini Mama siapin bekal buat dia. Nanti kamu bawain, ya?"

Ruby mengangguk.

"Tapi Mama nggak tahu kalau dia mau ikut lomba," mama Ruby berkata. "Lomba apa memangnya, By?"

"Lomba debat bahasa Inggris," jawab Ruby cuek seraya menggigit rotinya.

"Lho, bukannya kamu juga ikut lomba itu?" Mama Ruby menatap putrinya itu bingung. "Trus ngapain dia berangkat pagi banget? Latihan apa, sih?"

"Ah, itu ..." Ruby berpikir cepat. "Karena dia baru gabung, kayaknya sih dia dapat latihan tambahan gitu, Ma," Ruby beralasan.

"Oh ..." gumam mama Ruby seraya mengangguk-angguk penuh pengertian. "Kamu juga bantuin dia, dong. Wah, kalau Om Vino tahu, dia pasti bangga banget. Kevin nggak pernah cerita, sih."

Mama Ruby terus saja berbicara tentang perkembangan Kevin itu sepanjang sarapan. Memberi Ruby waktu untuk menikmati sarapannya tanpa harus memikirkan kebohongan lain untuk menjawab pertanyaan lain sang Mama.

***

Ruby terlonjak kaget ketika tiba-tiba seseorang muncul di depannya di gerbang komplek perumahan. Ketika menyadari itu hanya Kevin, Ruby memukul bahu Kevin keras-keras, dan langsung menyesal ketika Kevin mengernyit kesakitan.

"Sori, sori ... elo sih, bikin kaget," Ruby membela diri. "Dan lo mau nyari masalah, ke sekolah nggak pake seragam?" omel Ruby ketika melihat Kevin hanya mengenakan kaos yang tertutupi jaket, dipasangkan celana sport. "Jangan bilang, lo mau jogging." Ruby tak dapat menahan sarkasme dalam suaranya.

"Seragam gue rusak, mana mungkin gue ke sekolah makai seragam itu. Makanya, ntar lo beliin seragam yang baru buat gue di koperasi sekolah. Lagian, hari ini gue ada latihan, jadi gue dapet dispen hari ini, dan mungkin juga besok," jawab Kevin santai.

"Dispen?" Ruby menyipitkan mata curiga. "Dispen buat lomba debatnya nggak mungkin seharian kecuali buat hari terakhir latihan. Jadi, ini dispen buat apa? Dan dengan wajah kayak gini ..."

"Gue ada kompetisi sepak bola antar sekolah mulai bulan depan. Karena gue baru gabung, gue butuh lebih banyak waktu latihan dibanding yang lain. Makanya gue bisa dapet dispen. Lagian, tim sepak bola sekolah kita selalu menang, makanya gue bisa dapet dispen. Dan juga ... dengan wajah kayak gini, bakal lebih ribet di sekolah kalau gue nekat masuk," jelas Kevin santai.

Ruby mengerutkan kening. "Elo? Sepak bola? Pak Bima nggak salah orang, kan?"

Kevin hanya menanggapi kesinisan Ruby dengan diamnya.

Ruby menghela napas berat. Sepertinya apa yang dikatakan Dina beberapa waktu lalu memang benar. Meski Ruby tidak tahu, kenapa?

"Jadi, hari ini ... lo nggak masuk sekolah?" Ruby memastikan.

Introduction of Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang