21. Soal Masa Depan

47.9K 2.3K 89
                                    

Semua siswa kelas X dan XI sudah berkumpul di lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Berhubung ini masih memasuki semester awal, jadi kelas XII masih diperbolehkan untuk mengikuti upacara walaupun tidak wajib. Tetapi tetap saja, banyak anak kelas XII yang memilih santai di kantin dari pada harus berpanas-panasan dan berdesak-desakan di lapangan.

"Assalamualaikum. Pengumuman ditujukan kepada seluruh siswa dan siswi kelas XII, ditunggu di aula sekolah," suara pengumuman terdengar menggema seantero sekolah.

Semua murid yang sedang berada di kantin berdecak sebal.

"Woy ayo ke aula," ucap Rio sambil menepuk pundak Dinan dan Satya yang sedang berdiri di stand gorengan Bu Idah.

"Syi ahnjying, nhyanti ghue khe shelek," ucap Dinan masih dengan mulut penuh terisi satu bakwan.

"Ngomong apa sih lo?" tanya Rio. "Ga jelas banget, kaya masa depan lo," lanjut Rio sambil mengambil satu gorengan tahu isi dari nampan yang disediakan Bu Idah.

Tidak ada suara terdengar dari Satya. Dilirik lah Satya yang masih sibuk memakan gorengan Bu Idah. "Wey tolol, serius amat makan gorengan-nya. Ayo ke aula," ajak Rio.

Satya menelan gorengan yang ia kunyah. "Sabar elah. Tanggung nih, satu lagi jadi dua ribu," ucap Satya.

"Emang lo udah makan berapa?"

"Gatau," cengir Satya.

"Anjing. Jangan bilang lo makan lima cuma bayar dua ribu," ucap Rio.

"Ya elah. Pake di bongkar segala," Satya mendengus sebal. Pandangan Satya bergeser melihat Bu Idah yang masih sibuk menggoreng. "Santai ya Bu Idah. Saya baru makan dua doang kok. Saya ga suka ngebuat orang rugi." ucap Satya kepada Bu Idah.

Bu idah mengangguk mengiyakan ucapan Satya. "Iya, Ibu percaya."

"Saya tau bu rasanya mencintai tapi ga dihargai. Sama kaya makan gorengan banyak tapi ga dihargai. Saya tau banget malah bu rasanya. Tenang," ucap Satya mendramatisir.

"Goblok, malah curhat," ucap Dinan sambil mengeluarkan dompet-nya. "Ini ya bu, saya tadi ngambil gorengan tiga," Dinan memberi uang lima ribuan.

Bu Idah mengambil uang yang di berikan Dinan. Lalu memberi kembalian kepada Dinan. "Ini kembalian-nya," ucap Bu Idah.

"Ga usah bu. Ambil aja buat Bu Idah. Timbang tiga ribu doang kok," tolak Dinan sopan.

"Eh? Jangan. Ibu jadi ga enak," ucap Bu Idah.

"Gapapa bu, santai aja sama saya. Kaya baru kenal aja," Dinan tersenyum.

"Makasih ya," ucap Bu Idah.

"Nih bu, saya juga bayar," kali ini Satya yang membayar gorengan. "Tadi saya makan tiga. Si Rio satu. Nih uang-nya ya bu. Kembalian-nya ambil aja," ucap Satya saat memberi selembar uang sepuluh ribuan.

"Aduh? Jadi ga enak nih ibu. Makasih loh ya. Ga terasa sedikit lagi kalian mau lulus," ucap Bu Idah.

"Masih lama bu. Santuy," ucap Dinan.

"Ya udah, kita pergi ke aula dulu ya bu," pamit Rio kepada Bu Idah.

Dinan menghampiri lelaki yang sedang duduk anteng sambil meminum air mineral. "Ayo Raf, ada panggilan alam," ajak Dinan kepada Raffa.

Raffa mengangguk dan langsung berdiri mengikuti Dinan. "Udah rame kali ya?" tanya Raffa kepada Dinan.

Dinan terkekeh pelan. "Orang ganteng mah bebas mau dateng pas kapan. Paling cuma pengumuman abal-abal dari guru," ujar Dinan yang sudah hafal sekali dengan jenis pengumuman yang akan disampaikan.

REGALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang