"Wei pakde Gober, nasi gorengnya kurang pedes nih," teriak Dinan.
For you information, nama asli pakde Gober sebenarnya Mulyadi. Ia dipanggil pakde Gober karena mulutnya sedikit memiliki kemiripan dengan paman Gober bebek, bebek terkaya di dunia. Paman dari donal bebek, kwik, kwek, dan kwak. Pakde Mulyadi tidak merasa keberatan jika namanya diubah menjadi Pakde Gober. Karena yang ia tahu, Gober adalah bebek terkaya. Kali saja dari nama julukan, dirinya bisa jadi benar-benar kaya seperti paman Gober yang asli. Selain itu, sebutan itu sudah ada sejak angkatan ketiga di SMA ini.
"Masa toh? Tadi pakde udah kasih banyak sambel nya," ucap Pakde Gober dari balik etalase.
"Seriusan pakde, tumben banget sih pakde buat kurang pedes. Biasanya pedesnya banget-banget," ucap Dinan.
"Cabe mahal Nan," ujar Satya memberi tahu sahabatnya itu agar tidak banyak protes.
"Kalo mau pedes, sana lo beli cabe sekilo di pasar. Habis itu lo kasih ke pakde Gober, biar pedesnya terasa," ucap Rio menimpali ucapan Satya barusan. "Tapi ada yang murah kalo mau," lanjut Rio.
"Ada? dimana?" tanya Dinan bersemangat.
"Onoh cabe-cabean," tunjuk Rio dengan dagunya kepada segerombolan anak kelas sebelas yang tidak tahu diri. Mengapa dibilang tidak tahu diri? karena, jelas-jelas ini adalah kantin khusus kelas dua belas, tetapi mereka dengan tidak tahu dirinya memesan, bahkan sampai berani makan di kantin ini. Yang paling membuat jengkel lagi adalah, make-up yang mereka pakai tebalnya minta ampun. Papan karambol aja kalah sama muka mereka. Bibirnya bukan pakai liptint or lipice or lipbalm lagi, tapi GINCU! tau gak gincu apaan? itu lipstick loh for emak-emak. Mana pakai hijab macam marsha and the bear, poninya kemana-mana coy.
Dinan bergidik ngeri. "Buset, papan karambol di obral itu?!" ucap Dinan saat melihat segerombolan anak kelas sebelas itu.
"Anjir papan karambol. iya si bener juga, muka-muka pokbul itu" ucap Satya sambil terkekeh.
"Pokbul?" tanya Dinan dan Rio berbarengan.
"Ih sosweet banget sih, kaya jodoh aja. barengan gini," ucap Dinan sambil mengedipkan sebelah matanya.
"geli."
"Pokbul apaan woi?!" ucap Dinan.
"Pokbul, di tepok ngebul," jelas Satya.
"Anying. gue pikir di cipok ngebul," ucap Dinan.
"Mana ada yang mau sih nyipok papan karambol," ujar Satya sambil tertawa.
"Udah-udah. minta maaf lo sama pakde Gober,"
"Ih elah. Yaudah, maaf pakde. Dinan lupa," Dinan melanjutkan makannya lagi. Tanpa sengaja, dirinya sudah tiga kali melihat Raffa yang sangat fokus dengan ponselnya itu. Nasi goreng yang Raffa pesan pun masih sangat banyak, mungkin belum di sentuh sama sekali.
"Raf habisin dulu makanan lo. Baru main handphone," tegur Dinan.
Yang di tegur pun mengangkat kepalanya melihat ke arah sumber suara. "Ya," Raffa kembali memfokuskan pandangannya ke layar ponselnya itu.
"Raf," panggil Dinan.
"Sebentar. penting," jawab Raffa tanpa mau mendengarkan ucapan sahabatnya yang satu itu.
"Jam istirahat mau kelar tau gak? Nasi goreng lo masih banyak," tegur Dinan sekali lagi. Walaupun memiliki tingkah konyol, dikeadaan tertentu dirinya dapat menjadi pribadi yang sangat serius.
Raffa mematikan ponselnya dan langsung melanjutkan makannya. Baru lima suap ia menyuap, tangannya langsung mendorong piring berisikan nasi goreng mendekat ke arah Dinan dan Satya. "Habisin, kenyang. Gue cabut," ujarnya seraya berdiri meninggalkan ketiga temannya yang masih sibuk menyantap nasi goreng buatan pakde Gober.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGAL
Teen Fiction[SELESAI] [Part Masih Lengkap✨] "Lo tau ga?" tanya Gadis itu. "Ga" jawab Lelaki itu singkat. "Yaudah sama, gue juga ga tau" timpal Gadis itu. 'Lah gue kira mau ngomong sesuatu' -batin Lelaki itu.