Bab.2

15.9K 497 8
                                    

Aku memberanikan diri untuk menatapnya lekat. "Ngga. Itu nggak mungkin? Kita itu..." belum selesai bicara Angga memotong ucapanku.

"Usia kita yang berbeda jauh?" Aku mengangguk pelan. Ia menghela napas. Lalu semakin menggenggam tanganku, ia menatapku lembut. Aku jadi lebih gugup jika di tatap seperti itu.

"Mbak dengarkan aku, usia tak jadi masalah, yang penting hatiku, Aku ini benar-benar tulus mencintaimu, Aku tidak perduli usia kita yang berbeda jauh, aku akan berusaha membuatmu bahagia, Aku juga akan berjuang untuk membangun masa depan kita nanti, aku mohon percayalah kepadaku Mbak,," jeda sejenak.

"aku akan bekerja keras untukmu. Aku yakin bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku," Aku tersenyum tipis. Tidak menyangka jika ia berkata sejauh itu.

Jika sudah begini aku harus apa, menolakpun akan percuma. "Baiklah aku mau, tapi janji kamu harus. Menepati janjimu. Buat aku cepat jatuh cinta kepadamu. Kamu tahu kan. Jika saat ini hatiku masih sakit akibat ulahnya. Nggak gampang melupakan dia. Kamu harus buat aku lupa tentang dia." pintaku mantap. Kulihat Angga tersenyum senang. Ia mengangguk mantap.

Angga menangkup pipiku dan tersenyum sangat manis kepadaku, "Iya aku janji Mbak, Aku ingin kita segera bisa bersama. Lalu menikah aku tak ingin berlama-lama berpacaran itu tidak baik." awalnya aku sempat terkejut seyakin itukah Angga jika aku akan menerimanya. Tapi kuangguki saja karena aku benar-benar, tidak tahu haru berkata apa lagi.

Angga memelukku. Membuatku menegang jantungku juga semakin berdetak kencang. Aku takut Angga bisa mendengar suara jantungku.

Sebelum pulang Angga membelikan aku jajan makanan. Yang ada di taman ini. Mungkin bisa di katakan ini adalah kencanku bersama Angga.

-------

Kini aku sudah siap untuk berangkat bekerja, aku merasa aneh terhadap diriku. Sejak pulang dari taman bersama Angga semalam. selalu saja senyum-senyum sendiri. aku sudah merasa jauh lebih baik bahkan, aku tak sama sekali memikirkan masalahku lagi. justru yang aku pikirkan adalah Angga, brondong itu benar-benar cepat membuatku gila padahal baru semalam aku mendengar ucapannya tapi sudah membuatku seperti ini, masa iya aku sudah mencintainya? Entahlah aku bingung memikirkannya.

Aku turun untuk sarapan bersama keluargaku, seperti biasa pagi ini sama seperti semalam ketika makan malam. sudah ada keluargaku, Angga bahkan juga sudah ada di sana, Aku merasa gugup ketika dia menatapku dengan senyum lembutnya.

"Selamat pagi" sapanya begitu lembut di telingaku

"Pa,,pagi" jawabku gugup dengan lirih lalu menunduk, kulirik Yasa terkikik melihat sikapku dasar adek durhaka makiku menatapnya tajam. Kulirik Ayah dan Bunda yang ikut tersenyum.

Aku sudah selesai sarapan dan  ingin bergegas berangkat. karena aku tak ingin terjebak macet hingga membuatku telat sampai kantor, ketika aku berdiri Angga pun juga berdiri mau apa dia,? Atau jangan-jangan dia ingin...

"Ayah bunda aku pergi antar Mbak Alya dulu ya." pamitnya, Kan benar seperti yang kupikirkan dia ingin mengantarku pergi ke kantor.  Aku tak bisa menolak karena kulihat jam semakin mendesak. Aku menyalami tangan kedua orang tuaku begitupun Angga.

"Assalamualaikum" ucapku berbarengan dengannya, aku terlihat makin salah tingkah, di tambah Angga mengandengku. Biasanya aku bisa menepis ataupun menolak dengan menatapnya tajam. Tapi kali ini. Aku justru diam saja.

Ketika perjalanan tiba-tiba Angga menanyakan sesuatu. "Mbak masuk kantornya sebentar lagi ya?" teriaknya di balik helm full facenya. Kulirik jam tanganku. Benar waktunya tinggal beberapa menit.

"Sekitar 15 menit lagi, kenapa?" tanyaku.

"Pegangan Mbak," mengernyit bingung.

"Maksudnya?" Angga tak menjawab dia justru menarik tanganku dan dia lingkarkan dia pinggangnya.

Cinta Tanpa Batas (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang