Bab.4

8.8K 390 5
                                    

Sepertinya Angga benar-benar Marah, Angga langsung mengantarku pulang. Ia tidak jadi membawaku ke tempat yang dia janjikan. Tanpa mengatakan sesuatu Angga pergi begitu saja, saat aku sudah keluar dari mobilnya.

Ketika aku masuk ke dalam rumah, tidak ada orang rumah begitu sepi, Tumben sekali mereka pergi tidak memberitahuku, tidak terlalu kupikirkan, aku naik ke atas, menuju kamarku.

Aku menaruh tasku di atas meja rias, lalu berjalan ke kasur tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Dan kurebahkan tubuhku. Menerawang kejadian beberapa jam lalu. Aku kepikiran tentang Hendra. Dan juga Angga yang marah padaku.

Sebenarnya apa yang aku bingungkan. Harusnya aku tetap memilih Angga. Tapi hati kecilku masih berharap dengan Hendra.

Aku menghela napas lalu duduk. Terlalu memikirkan ini membuatku haus. Aku pun turun kembali untuk mengambil minum,

Langkahku terhenti ketika aku melihat Ayah Bunda dan Yasa sudah duduk manis di ruang tamu, mereka hanya diam. Ada apa dengan mereka. Aku tidak jadi ke dapur, aku lebih memilih menghampiri mereka.

"Kalian dari mana?" tanyaku, lalu duduk di sebelah Yasa, mereka diam saja, Ayah menatapku sebentar tapi tatapannya seperti tatapan kekecewaan, sementara Bunda, Bunda menunduk Aku mengamati wajah Bunda. Aku melihat wajahnya sembab. Bunda menangiskah.

"Ini ada apa Sa? Kenapa Bunda menangis? Kalian dari mana?" tanyaku pada Yasa yang ada di sampingku.

"Tanyakan saja pada dirimu Mbak!" jawab Yasa datar bangkit dari duduknya dan pergi ke kamarnya, Aku tidak mengerti apa yang Yasa maksud.

"Yah,, ini sebenarnya ada apa Yah? jangan buatku bingung?" pintaku.

"Nak, apa benar kamu berubah pikiran?" tanya ayah yang membuatku mengerutkan kening.

"Apa benar kamu berniat ingin kembali kepada Hendra?" pertanyaan Ayah membuatku terkejut. Bagaimana bisa Ayah mengatakan itu. Ayah tahu dari mama masalah ini. Atau jangan-jangan Angga yang memberi tahu kepada Ayah dan Bunda.

"Ayah tahu dari mana? Pasti dari Angga kan ya, dasar dia itu,,," belum selesai aku bicara Ayah memotong ucapanku.

"Jangan pernah kamu menjelekkan nak Angga. Dia tidak seburuk apa yang kamu pikirkan!" jawab Ayah bernada tinggi.

Aku menatap Ayah tidak percaya, Ayah yang selama ini selalu lemah lembut, tidak pernah berkata kasar. Hari ini terlihat begitu marah dan membentakku hanya karena Angga.

"Kenapa Ayah sangat membela Angga? Sebegitu istimewa kah Angga di mata kalian" Aku berusaha tidak ikut terbawa emosi. "Aku belum mengatan apa-apa soal Hendra ke Angga Yah.. Lagi pula aku belum tau akan memilih siapa.." air mataku yang sedari tadi kutahan akhirnya tumpah juga.

"Bukan hanya Angga yang kamu kecewakan selain Ayah, dan Bunda. Tapi ada keluarganya" ucap Ayah dengan menatapku datar.

"Maksudnya apa yah? Aku tidak mengerti?" aku menggeleng tidak paham.

"Maksud Ayah adalah, hari ini Angga dan keluarganya ingin memberikan Mbak kejutan. Angga ingin melamarmu di depan keluarganya, tapi semua batal saat Angga merasa. jika Mbak ragu dan lebih memilih lelaki tidak tahu diri itu lagi!" ucapan Yasa sukses membuat hatiku sesak. Aku telah mengecewakan banyak orang.

"Bukan hanya orang tua Angga yang datang, tapi seluruh keluarga besar kita dan keluarga Setiawan hadir untuk menunggu moment Angga bersama Mbak Alya" aku terisak menundukkan wajahku.

"Aku berharap Mbak nggak terhasut oleh omongan Hendra. Dia bilang kalau dia menikah karena terpaksa. seharusnya kalau dia tak ingin menikah dengan wanita itu. Kenapa ia masih melakukannya. tapi apa nyatanya dia menikah kan.?" ucap Yasa panjang lebar.

Cinta Tanpa Batas (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang