Bab.1

29.2K 760 13
                                    

Kini hatiku telah hancur ketika aku menerima benda ini, aku sudah tidak memiliki harapan lagi untuk memilikinya. karena orang yang aku tunggu dan ku nantikan akan menjadi milik orang lain,

Setelah aku pulang bekerja aku melihat ada undangan pernikahan dan itu untuk diriku, setelahku baca siapa yang akan menikah, dadaku terasa sesak, rasanya aku dunia yang kupijak runtuh seketika, karena lelaki yang akan menikah ini adalah lelaki yang aku tunggu, aku sayangi dan aku cintai, Aku tidak tahu dia melakukan ini kenapa, Apa salahku hingga dia tega melukaiku. Selama bertahun-tahun aku setia menunggunya. Tapi inikah balasannya. Betapa bodohnya aku selama ini mengharapkan lelaki yang ternyata tidak pernah mencintaiku. Bahkan tidak mengharapkan diriku untuk menjadi miliknya.

Sebuah tepukan mengagetkanku. Aku menoleh ternyata itu adalah Bunda. Yang ikut sedih putrinya telah di sakiti lelaki seperti dia.

"Sudahlah nak, jangan bersedih ikhlaskan dia. Kamu tak pantas memikirkannya lagi kamu akan berdosa jika terus memikirkannya. Karena dia bukan jodohmu, Bunda yakin kamu pasti akan mendapatkan yang jauh lebih baik dari dia" tangisku pecah. Aku memeluk Bunda erat, Aku menumpahkan kesedihanku semuanya pada Bunda.

Bunda dengan sabar mengelus rambutku dengan sayang, Bunda menyuruhku untuk sholat dan menenangkan hatiku dengan menghadap Allah.

Aku menurut saja. Setelah sholat aku merasa lebih tenang. Aku pun turun kebawah dan kulihat di sana sudah ada Ayah, Bunda, yang berada di meja makan. di tambah satu laki-laki lagi yaitu sahabat adekku yang sering sekali datang ke rumahku, dia juga sering membuatku jengkel dia selalu berusaha mendekatiku, selalu mencoba menjemputku pulang kerja dan kadang dia juga mengajakku pergi. padahal aku sudah menolak. aku juga sering membentaknya. tapi aku heran dia sama sekali tidak marah, justru dia sabar sekali menghadapiku. Dia juga sempat bilang. kalau dia suka padaku, aku cukup terkejut. Mana mungkin aku bisa di sukai oleh seorang bocah. Yang umurnya jauh di bawahku. Dia berumur 21 tahun. Sedangkan aku 27 tahun. Memang kuakui kalau dia sangat tampan. Kulitnya putih matanya hitam lekat bulu matanya lentik dan bibirnya tipis dan merah. Di tambah hidungnya mancung, jadi menurutku. dia terlihat dewasa tapi tetap saja dia masih bocah.

Oh iya perkenalkan aku bernama Alya Latifa Aurlina dan aku memiliki adek bernama Muhammad Yasa, dan sahabatnya itu. yang sangat menyebalkan. Namanya Airlangga Setiawan dia itu anak orang kaya di Indonesia. Dia juga lelaki yang cerdas makanya di usianya yang baru 21 tahun. Dia sudah jadi sarjana ekonomi.

Dari pada aku membicarakan bocah itu. Aku lebih baik makan. Mengisi energi yang tadi habis. karena menangisi lelaki tak punya hati seperti pria yang telah mengkhianatiku.

"Mbak.. Mbak Nggak apa-apa kan?" tanya Yasa adiku saat aku ingin mengambil nasi.

"Iya. Mbak kenapa-napa. Memangnya kenapa?" balasku. Aku malas membahas tentang masalahku.

"Syukular.. Aku khawatir aja" jawab Yasa lagi, Tiba-tiba mataku terarah ke Angga yang duduk di sebelah Yasa, dan kulihat dari matanya ketika menatapku ada kekhawatiran kepadaku, entah apa arti tatapannya itu.

Selesai makan malam. Aku membantu Bunda memberesi semuanya untuk di cuci, tapi ketika aku ingin mengangkat piring kotor. Ada yang memegang lenganku dan kutoleh ternyata Angga yang kini sedang tersenyum kepadaku.

"Ikut aku mbak?" ajaknya tiba-tiba aku hanya menatapnya bingung.

"Bun pinjem mbak Alyanya bentar ya." ucapnya kepada Bundaku. Bunda menoleh lalu mengangguk.

"Oh iya silahkan bawa aja" kata Bunda sambil tersenyum simpul, ini Bunda apa-apaan sih emangnya aku barang main bawa-bawa aja.

Aku malah menurut saja saat Angga menarikku keluar rumah. Kini aku sudah di depan motor sport milik Angga. Angga pun memakai helmnya. Lalu ia ingin memakaikan helm lain kepadaku. tapi segeraku cegah, Angga bersikeras ingin memakaikannya kepadaku aku pun lagi-lagi menurut saja. Aku tak ingin berdebat kali ini. Hatiku malas bertengkar dengannya.

"Ayo Mbak naik" suruh Angga yang sudah lebih dulu naik ke motornya.

"Kita mau kemana sih Ngga?" tanyaku kepadanya.

"Sudah Mbak tenang aja aku nggak akan macem-macem kok. pokoknya Mbak ikut aja ya." jawabnya yang lembut kepadaku.

Sekarang aku sudah duduk di atas motor sportnya. yang kusuka dari Angga adalah ketika aku di bonceng olehnya. Angga tak meminta untukku memeluknya. cukup aku berpegang pada jok motor walaupun memang sedikit sulit. Kadang aku sering ingin jatuh. Aku masih bisa bertahan. Beruntungnya Angga tidak pernah melajukkan motornya dengan kencang.

-----

Di sinilah aku sekarang duduk di taman kota di temani bocah yang kini sedang melihat orang-orang bermain dengan anaknya.

Angga menoleh kepadaku lalu berkata. "Mbak tahu nggak. kenapa aku ajak Mbak jalan-jalan?" Tanya Angga. aku hanya menggeleng ikut menatapnya.

"Aku mau menghibur orang yang aku sayang. Aku nggak suka lihat Mbak sedih. Apa lagi lelaki itu buat Mbak menangis. Sekarang lebih baik. Mbak lupain dia. Aku di sini siap untuk menggantikan dia di hati Mbak. Aku kadang berpikir lelaki yang Mbak tunggu itu beruntung. bisa di cintai Mbak Alya tanpa harus di perjuangankan. sedang aku, setiap hari kenak omel Mbak gara-gara aku selalu mendekatimu.. Hehehe.. Lucu ya, tadi Bunda cerita bahwa lelaki yang Mbak cintai itu. justru ingin menikah dengan wanita lain. aku bisa bayanganin gimana perasaan Mbak saat ini. ingin rasanya kuhajar lelaki itu. karena telah membuat Mbak Alya menangis" Aku diam menatap lurus kearah matanya. Aku tidak menyangka dia berkata begitu dan hatiku menghangat aku bisa lihat dari jika dia jujur tidak ada kebohongan sedikit pun darinya.

Angga meraih tanganku dan menggenggamnya dengan lembut. anehnya jantungku berdegup begitu kencang.

"Mbak aku mohon lupakan dia ya, Dan izinkan aku masuk ke dalam hatimu, izinkan aku menggantikan dia di hatimu," aku mengerjapkan mataku tak tahu harus berkata apa. aku bingung dan mana mungkin aku menerima bocah ini, tapi aku justru terhipnotis oleh mata tajamnya,

Aku masih tidak bisa menjawab. Yang kulakukan hanya diam. Dan menoleh kearah lain. Maaf Angga, Aku tak tahu harus bagaimana.

"Mungkin. Mbak belum percaya dengan perasaanku. Jika Mbak ingin bukti. Aku harus melakukan apa agar Mbak. Percaya jika aku tulus mencintaimu?" aku tidak tahu harus merespon seperti apa.

Aku tidak ingin terlalu terburu-buru untuk mengambil keputusan. Ini bukan masalah gampang. Ini tentang hati. Dan hatiku masih sakit. Luka yang kurasakan juga belum kering. Ini terlalu cepat.

Belum lagi masalahnya usiaku yang berjarak cukup jauh dengan Angga.
Aku tidak ingin menyakiti hati sebaik Angga.

***

21-03-2018 😊

Cinta Tanpa Batas (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang