6

1.8K 382 38
                                    

Sore itu Reza tidak menunggu waktu lama untuk segera pulang begitu waktu menunjukkan pukul 16.30. Ia segera berpamitan singkat pada teman-temannya yang berada dalam satu ruangan dengannya. Jalanan Jakarta yang belum terlalu padat membuatnya memacu mobilnya dengan cepat.

Reza khawatir. Pesan terakhir yang ditinggalkan oleh istrinya tadi lewat Whatsapp, cukup membuatnya gelisah.

Za, cepet pulang.

Bisa dihitung dengan jari berapa kali selama mereka menikah, Aina memintanya untuk pulang cepat. Biasanya hanya sekedar mengingatkan untuk hati-hati di jalan, atau jangan pulang terlalu larut. Aina itu sangat pengertian terhadap pekerjaan Reza. Jadi kalau tidak terlalu mendesak dan selama masih bisa dihandle sendiri, Aina sebisa mungkin tidak mengganggu Reza.

Hanya butuh 45 menit untuk Reza sampai basement gedung apartemen. Dengan tergesa-gesa ia segera menuju ke apartemennya sambil mengira-ngira apa yang terjadi pada istrinya.

"Kamu kenapa?" tanya Reza setengah terengah-engah begitu masuk ke apartemen dan menemukan Aina sedang membuat teh.

"Waalaikumsalam." Jawab Aina dengan tenang sambil menyalami tangan suaminya dengan penuh sayang. "Kok tumben cepet banget sampe apartemen?"

"Kamu belum jawab pertanyaan aku, kamu kenapa?"

"Sini sini duduk dulu," Aina membimbing Reza menuju meja makan dan memberinya teh hangat. "Maaf ya, aku bikin khawatir. Tadi aku cuma pusing aja kok."

"Alhamdulillah.." Reza mengambil napas lega. "Aku khawatir, aku kira kamu kenapa-kenapa makanya kamu whatsapp aku begitu."

"Nggak kok aku nggak apa-apa. Ini minum dulu biar tenang." Reza meminum teh yang sudah disediakan oleh Aina itu. "Bentar ya."

Aina berlalu ke kamar mereka. Reza yang sudah tenang, mulai merapikan tas dan sepatu yang tadi hanya ia simpan asal karena terlalu khawatir dengan Aina. Setelah menyimpan sepatu ke tempatnya, ia menggulung setengah lengan kemeja yang ia pakai, dan merebahkan diri di sofa.

"Ini buat kamu." ucap Aina ketika ia sampai di sebelah Reza, dan memberinya sebuah kotak kecil. Ekspresi muka Reza berubah menjadi ekspresi bertanya. Tapi karena tau sekali kebiasaan Aina yang tidak akan menjawab setiap kali ditanya 'apa ini?', maka Reza hanya diam dan membuka kotak tersebut. Matanya langsung melotot begitu melihat isi kotak itu, dan melotot juga ketika melihat Aina.

"Za!! Aku hamil!" kalimat tersebut cukup untuk Reza memeluk Aina erat sekali. Hilang semua rasa lelah setelah bekerja seharian. Bahagia sekali sampai susah untuk berkata-kata.

Untuk satu menit mereka hanya berpelukan. Membiarkan rasa bahagia itu menyelimuti keduanya. Akhirnya usaha dan doa keduanya telah membawa hasil, dan Tuhan telah memercayakan ini semua kepada mereka.

"Alhamdulillah, Na, kita dipercaya buat amanah ini." ucap Reza ketika ia melepas peluknya. Reza tersenyum memandang istrinya, mengelus tangannya lembut. Saat itu, keduanya bukan lagi hanya sekedar sepasang suami istri. Tetapi calon ayah dan calon ibu, yang akan merawat dan menyayangi anaknya sedari masih di dalam kandungan sang ibu.

"Iya, alhamdulillah. Tadi aku sampe sempet bengong dulu pas liat hasilnya positif." Aina memandang Reza tak kalah mesranya. Takjub akan kenyataan bahwa ada seorang bayi kecil di dalam rahimnya, yang nantinya melengkapi kehidupan mereka berdua.

Reza mendekati Aina lalu mencium bibirnya pelan. "I love you."

"You know I reciprocate." Aina membalas Reza dengan lebih dalam dan intens.


*****


Ucapan selamat datang silih berganti dari keluarga maupun teman-teman Reza dan Aina. Mereka semua sama antusias nya dengan pasangan ini. Apalagi kedua orang tua, yang begitu mendengar kabar bahwa Aina hamil langsung memberikan nasihat-nasihat orang tua jaman dulu, demi kesehatan ibu dan calon bayi.

Lea pun menjadi orang yang paling antusias setelah keluarga Reza dan Aina. Setelah kabar itu disampaikan oleh Aina, Lea langsung menawarkan diri untuk mengantar Aina shopping keperluan si calon bayi. Menyebutkan toko-toko dengan beragam kategori. Dari yang murah, bagus dan murah, elegan, mahal, sampai yang lucu-lucu. Senang rasanya membawa kabar gembira untuk orang-orang di sekitar mereka.

"Aku pulang kantor nanti mau shopping perlengkapan bayi ya sama Lea. Boleh nggak?" tanya Aina pada Reza ketika mereka berdua sedang menyantap sarapan.

"Sama aku kapan?" wajah Reza langsung cemberut.

Aina tertawa pelan melihat raut wajah suaminya itu. Lalu mencubit pelan pipinya karena gemas. "Kan bisa weekend, biar kamu santai."

"Oh yaudah, boleh kalo gitu. Tapi jangan terlalu cape, ya? Kamu nggak boleh pake heels."

"Iya, sayang, aku pake flat shoes kok udah siap."

"Pinter banget istri aku." Reza membereskan piring dan gelas mereka sesudahnya. Mengisi kembali air putih untuk istrinya. Aina tersenyum melihat perlakuan Reza yang semakin perhatian itu. Tanpa ia hamil pun, Reza sudah begitu perhatian. Apalagi sekarang, rasanya seperti baru pacaran. "Berarti nanti nggak aku jemput?"

"Nggak usah, nanti aku minta Lea buat anter aku, atau aku pake Grab."

"Sama Lea aja." Jawab Reza dengan tegasnya.

"Oke siap bos!" tangan Aina berlagak seperti hormat kepada Reza. Lalu keduanya tertawa.

Ah, mungkin tidak akan cukup rasa syukur yang terus diucapkan oleh Reza dan Aina dibandingkan dengan nikmat yang Tuhan berikan pada mereka. Pernikahan mereka saja sudah menjadi nikmat yang tidak ada duanya. Ditambah lagi, kehadiran adik kecil yang 9 bulan nanti melengkapi kebahagiaan mereka. Memang, nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau pungkiri.

metanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang