11

2.2K 365 92
                                    


Reza tidak pernah melihat Aina seperti ini. Aina yang diam tanpa kata, dengan wajah yang terlihat kosong dan tidak merespon apa-apa terhadap apapun yang Reza katakan. She barely nods and shakes her head. But someone's have to be in charge even at times like this, right? Jadi reza harus, akan, dan selalu berusaha untuk dirinya dan Aina. Untuk Aina yang dicintainya. Untuk keluarga yang ia bangun bersama Aina ini.

Sejak persiapan dari rumah menuju rumah sakit, bahkan saat masuk ruangan pun Aina tetap tidak banyak bicara. Beruntung mereka berdua memiliki orang tua yang sangat suportif dan pengertian, mereka yang juga sedang berkabung mengerti bahwa Reza dan Aina sedang mengalami fase kehidupan yang berat, dan tidak ada diantara mereka yang memaksakan untuk banyak berbicara. Tapi, perbuatan-perbuatan kecil seperti sudah membelikan makan, memijat-mijat kaki Aina, dan mengelus punggung Reza sudah membuat pasangan itu mengerti betapa penuh kasih sayangnya keluarga mereka yang telah disatukan ini.

Di ruang persiapan operasi, akhirnya Aina memiliki waktu berdua saja dengan Reza. Disinilah Reza baru melihat tatapan kosong Aina yang digantikan dengan air matanya yang sedikit demi sedikit mengalir. Membasahi wajahnya yang tetap anggun dan cantik. Perih hatinya terbersit dari tangannya yang tidak berhenti menggenggam tangan Reza dan mencengkram baju operasinya. Mencengkramnya tepat di jantungnya, seolah menguatkannya untuk terus berdetak.

"Za..." panggil Aina lirih diantara tangisnya, "maafin aku ya.."

"Na, sayang, kamu kenapa minta maaf? Ini bukan salah kamu.." Reza tak hentinya mengecup wajah Aina, seperti berusaha mengejar air matanya yang mengalir dan menggantinya. Apa saja, apa saja akan Reza lakukan agar Aina tidak sesedih ini lagi.

"Tapi Za, kamu jadi harus ikut ngerasa sedih.. Aku nggak mau kamu ikutan sedih. Biar aku aja yang nanggung bebannya." Aina memejamkan matanya.

"Na, i've already chosen you no matter what. Aku udah janji kita bakal sama-sama terus, sampai ajal nanti. Aku udah janji bakal jaga kamu dan menerima kamu dalam kondisi apapun. Beban kamu, beban aku juga Na.." Kata Reza, yang juga menetes air matanya, "jadi kamu janji ya, kita harus kuat. Ini cobaan dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih itu kepingin kita dapat kebahagiaan yang lebih setelah ngelewatin ini, ya kan Na?"

Kemudian ia mengecup kening Aina, lama sekali. Seribu kata pun tidak akan bisa menggantikan komunikasi mereka satu sama lain saat itu. Hati mereka yang sudah mengerti satu sama lain.

"Pasien atas nama Ibu Aina, sudah waktunya operasi ya Pak. Saya bawa ke dalam dulu." Ujar salah satu perawat yang sudah menggunakan seragam hijau untuk operasi.

"Yuk kita berdoa dulu ya, sayang." Ujar Reza, kemudian ia dan Aina memejamkan mata berdoa dengan khusyuk. Tangan mereka saling bergenggaman, memohon pada Yang Maha Pengasih untuk kelancaran semuanya.

"Tunggu aku selesai ya, Za." Aina mencium tangan suaminya, seolah-olah sedang pamit mau berangkat bekerja. Ada sesuatu di senyumnya yang membuat Reza semakin lega. Senyum seorang Aina Zahran, istri terhebatnya, yang sudah siap berjuang.

Bismillah, kita pasti kuat, Na.

*

Satu jam berlalu dengan kegelisahan Reza yang tidak berbicara pada siapapun. Ia memutuskan untuk sholat Dhuha di masjid rumah sakit, tempat ia bisa mengadukan kegelisahannya pada Sang Pencipta. Ia meminta maaf jika selama ini ia belum bisa menjadi suami yang baik, belum bisa menjaga kesehatan istri titipan Yang Maha Kuasa itu dengan segenap usahanya, serta ia berdoa setelah ini mereka akan diberikan kekuatan dan kekompakan untuk menghadapi berbagai rintangan yang akan datang.

Bersimpuh sujud dalam doanya, Reza sampai tidak menyadari papa mertuanya, Papanya Aina, sudah datang untuk duduk di sebelahnya.

"Nak," papa menepuk bahunya pelan, "Operasi sudah selesai, Aina sudah di ruang pemulihan. Yuk, kamu juga diminta menemui dokter Arini."

metanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang