Aku pulang sore hari ini. Ada satu hal yang membuatku sangat membenci pulang sore. Digoda para mahasiswa laki-laki yang duduk di gazebo sebelah gerbang kampus. Bukan maksud aku sombong, tapi memang banyak yang bilang kalau aku cantik. Aku hanya mengacuhkannya. Bagiku, semua wanita itu cantik. Tinggal bagaimana orang menilai dari hatinya saja. Menurutku cantik bukan dari luarnya, tapi juga dari hati orang tersebut.
"Mau pulang bareng nggak?"
Aku diam dan terus menunduk untuk menunggu angkutan umum di sisi gerbang. Tiga cowok itu masih asyik menggodaku dengan motor yang terpakir di sebelah gazebo.
"Cantik, kalau sendirian gitu bahaya loh!"
Aku berusaha tidak mengeluarkan umpatan kepada mereka. Aku merasa risih dengan berjalan cepat, aku segera menjauh dari tempat itu. Beruntung angkutan umum cepat datang, tidak menunggu lama aku masuk ke angkot tersebut.
Sepuluh menit perjalanan, aku sudah sampai di rumah. Di pekarangan rumah, terdapat motor Calvin terparkir disana. Mungkin hari ini Calvin pulang cepat. Aku segera masuk ke dalam rumah dan langsung mendapati Calvin sedang sibuk membersihkan lensa kameranya di ruang tamu. Aku melirik ke arah meja, terdapat satu bungkus kresek putih berisi styrofoam.
"Apa itu, Cal?" tanyaku sembari duduk di sebelah Calvin.
Calvin meletakkan lensanya, "Aku bawakan makanan dari restoran. Tenang saja, aku sudah makan disana."
"Loh, kok-"
"Iya, Kak. Tadi restoran tutup, karena ada kepentingan mendadak yang berhubungan dengan restoran tersebut. Makanan masih banyak, jadi dibagikan kepada karyawan disana," kata Calvin menyela ucapanku.
"Lalu pemotretanmu?"
"Temanku sakit. Studionya tutup juga."
Aku mengangguk mengerti. Segera aku membuka kresek putih tersebut, dari baunya sudah tertebak. Seafood. Mencium baunya saja membuatku lapar. Saat aku hendak mengambil piring dan sendok di dapur, Calvin tertawa kecil. Kenapa dia?
"Apa ada yang lucu?"
"Aku suka lihat kau lapar, Kak. Wajahmu terlihat menggemaskan, ingin kugigit rasanya," ucapnya di sela tawa.
Aku hanya mendengus lalu membiarkan Calvin sibuk tertawa. Disaat aku mengambil sendok dan piring di dapur, aku melihat sosok hitam berdiri di dekat jendela dapur. Sebenarnya aku takut, tapi aku juga penasaran. Saat aku mendekatinya, sosok itu memakai jubah hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya. Aku membasahi bibir bawah hendak menyentuhnya. Semakin dekat aku menghampirinya.
"KAK! KENAPA KAU LAMA SEKALI?!"
Aku menoleh saat Calvin berteriak seperti itu, "SEBENTAR!" balasku berteriak.
Aku kembali menoleh ke sosok tersebut. Hilang. Aku terkesiap dan hampir saja menjatuhkan piring di tanganku. Dimana sosok itu? Bagaimana dia menghilang secepat tadi? Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dapur. Tidak ada. Aku memejamkam mata untuk menenangkan detak jantungku yang berpacu cepat. Lalu membuka mata perlahan. Tidak ada. Kemana perginya orang itu?
•••
"Kau belum tidur?" aku bertanya pada Calvin yang sedang memainkan ponselnya.
"Aku tidak bisa tidur. Tidak tau kenapa," balasnya sambil meletakkan ponsel di atas meja makan.
Aku hanya mengedikkan bahu lalu beralih membuka kulkas. Kerongkonganku terasa kering, dan aku merasa udara di sekitar kamarku tiba-tiba panas. Setelah mengambil sebotol air, aku menuangkannya ke dalam gelas. Terasa lega sekarang.
"Apa kau tidak bisa tidur?" Calvin bertanya.
"Ya. Aku merasa kepanasan malam ini," jawabku sambil meletakkan gelas ke atas meja.
Calvin mengacak rambutku, "Aku tidur dulu ya, Kak. Kau juga harus segera tidur, ada kuliah pagi kan?"
Aku tersenyum dan mengangguk. Calvin meraih ponselnya lalu pergi menuju kamar. Saat Calvin sudah benar-benar masuk ke dalam kamar, aku menepuk dahi. Bagaimana bisa aku lupa memberitahu tentang hutan itu? Bisa-bisa aku akan mendapat tatapan tajam lagi dari Anna. Tapi jika dilihat dari pemandangan hutan tersebut, aku tidak pernah mengetahui letaknya. Maksudku, hutan yang aku kunjungi bersama Calvin tidak pernah jauh dari wilayah kota Virbonus ini.
Mungkin besok pagi saat sarapan aku akan memberitahu Calvin soal hutan ini. Lagi pula, aku juga sudah merasa sedikit mengantuk. Aku berbalik hendak menuju kamar, tapi tiba-tiba hawa panas seperti menusuk tulangku. Hampir saja aku jatuh kalau aku tidak berpegangan pada kursi disana. Aku melihatnya lagi. Sosok berjubah hitam lengkap dengan tudung yang menutupi kepalanya berada di depanku. Kepalanya tertunduk, tangannya saling tertaut. Aku menahan napas dan segera berlari menuju kamar dan menguncinya.
Siapa dia? Bagaimana bisa berada dalam rumah ini? Dari mana datangnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...