Pukul sembilan pagi. Aku menyeka keringat di dahi. Jalanan yang kami lewati sedikit menanjak, jadi kami harus hati-hati karena tidak hanya tinggi, namun juga licin. Aku mengulurkan tangan kepada Calvin, Ia menerimanya lalu berjalan dengan susah payah untuk bisa naik lebih tinggi. Tidak terlalu terjal, tapi cukup menguras tenaga. Beberapa kali Axel juga hampir terpeleset karena tanah yang kami injak basah. Aku tidak tau kenapa, tapi yang aku tau, kemarin tidak hujan.
Beberapa menit terlewati. Kami berjalan semakin tinggi. Terlihat dari sini, saat aku mendongak, aku bisa melihat kumbang-kumbang berterbangan. Ada juga burung hantu yang sedang tidur di sarangnya. Sinar matahari menembus dahan-dahan pohon dan menyinari sebagian dalam hutan.
Masih dengan jalan yang sama, kami harus saling membantu satu sama lain agar bisa sampai ke jalan menurun. Kata Alby, jalan menurun itu satu-satunya akses untuk pergi ke air terjun. Di batang-batang pohon pinus terlihat kadal yang menempel disana. Ada juga burung beo yang bertengger di dahan pohon.
"Kira-kira, kapan bisa sampai di air terjun itu?" Calvin bertanya padaku.
Aku mengedikkan bahu, "Tidak tau. Tanya pada Axel atau Alby."
Calvin berhenti sejenak untuk berbalik menghadap ke belakang. Aku juga ikut berhenti.
"Alby, berapa lama lagi kita akan sampai di air terjun itu?"
Alby melirikku sebentar lalu kembali menatap Calvin, "Besok, jika kita tidak istirahat sama sekali hari ini."
Aku terbelalak, "Jangan menggunakan cara itu. Kalian pasti akan mati kelelahan."
Aku berbalik lagi melanjutkan perjalanan. Tidak ada percakapan setelah itu, aku mengedarkan pandangan ke hutan ini. Angin semilir menerpa kulit, tidak panas, karena ada Axel dan Alby yang menyejukkan hawa di sekitarku.
"Calvin, kita belum selesai bercerita?" Axel bertanya dari belakang.
"Ya. Apa kau mau kita melanjutkannya?"
Oh tidak. Jika Calvin bersama Axel, maka aku...
"Jangan!" aku mencegah Calvin berbalik.
Calvin mengerutkan dahi, "Jangan? Kenapa?"
Aku mengulum bibir. Gugup sudah pasti. Axel juga memberi tatapan menggoda, sepertinya dia tau dengan hubunganku bersama Axel. Semoga saja tidak. Calvin terus mendesakku agar mau bertukar posisi.
"Kumohon, Calvin," aku memberi tampang melas agar Calvin mau menurutiku.
Calvin tertawa, "Ada apa dengan kau ini? Malah kau lebih aman jika bersama dengan Alby."
Aku menarik napas perlahan saat Alby menatapku dengan senyuman lebar. Tidak lupa juga Ia menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. Kemudian aku melirik Axel, sepertinya dugaanku benar. Dia tau hubunganku dengan Alby.
"Apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?" aku bertanya ketus.
Alby menarik tanganku agar mendekat. Sedangkan Axel dan Calvin terkekeh lalu berjalan mendahului. Aku segera melepas genggaman tangannya dan terus berjalan tanpa mempedulikan Alby di sampingku. Keringat dingin membasahi telapak tanganku, beberapa kali aku menggigit bibir bawah untuk menahan gugupku.
•••
Kami sudah melewati makan siang, karena persediaan makanan hanya cukup untuk nanti malam dan untuk sarapan besok. Mereka sepertinya sangat lelah dan lapar, apalagi aku yang dari semalam tidak lapar. Munafik jika aku mengatakan tidak apa-apa saat perutku berbunyi. Aku sangat lapar. Kami sudah lima kali berhenti hanya untuk mengurangi lelah agar tidak makan. Tidak ada buah atau tumbuhan disini yang cocok dan aman untuk dimakan.
"Wajahmu pucat sekali. Kau harus istirahat," Alby memegang bahuku, mengecek suhu tubuhku dengan tangan yang tertempel di dahiku.
"Tidak apa, Alby. Satu jam lagi kita akan beristirahat."
Ya, satu jam lagi. Semoga tubuhku masih kuat untuk menahan lapar dan pusing ini. Alby membawa senter dan Calvin membawa lampu berbaterai untuk menerangi gelapnya hutan. Suara jangkrik mulai berbunyi, dan burung hantu juga sudah muncul untuk mencari makan.
Aku memegang erat tali ranselku. Kami kembali berurusan dengan semak belukar yang tingginya mencapai lutut. Harus berhati-hati saat melewatinya, takut ada hewan kecil nan buas yang bisa menyerang kapan saja. Beberapa kali Alby juga membantuku berjalan, karena keseimbangan tubuhku sudah terlalu lemas.
Satu jam kemudian. Kami menemukan tempat yang pas untuk beristirahat. Ada sungai kecil dengan bebatuan besar mengalir di sekitar kami. Rerumputan setinggi tumit bisa menghalangi kami dari kerasnya tanah di bawah. Mereka semua mempersiapkan makan malam dan tempat untuk beristirahat. Tidak lupa juga dengan api unggun. Aku hanya duduk memperhatikan, karena Alby memaksaku untuk beristirahat. Lebih baik aku membasuh wajah dengan air sungai ini, pasti sangat segar. Dan memang, setelah aku mencuci wajah dan tangan, aku sedikit bertenaga lagi.
"Setelah makan malam, segera tidur. Kau sangat lelah," aku menoleh ke belakang, mendapati Alby yang tersenyum padaku.
Akhirnya aku bisa beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...