Neck

329 27 0
                                    

Kami mengalami kendala kecil. Kaki Calvin terkilir. Tadi, Calvin sempat melompati batu besar, namun kakinya yang lain tidak sengaja tersandung batu itu, Calvin jatuh tersungkur. Saat ini, Alby mencoba memijat dan memutar-mutar pergelangan kaki Calvin. Aku dan Fort hanya bisa melihatnya.

"Masih sakit?" Alby bertanya pada Calvin.

Calvin mencoba menggerakkan kakinya dan berusaha berdiri. Ia meringis sedikit lalu mencoba menggerak-gerakkan lagi kakinya. Calvin memegang bahuku untuk menyangganya berdiri, Ia mencoba berjalan meskipun dengan tertatih-tatih.

"Tidak apa, Alby. Terima kasih," ucap Calvin tersenyum pada Alby.

Alby mengangguk. Sekarang aku dan Calvin berjalan di depan, sedangkan Alby dan Fort berjalan di belakang. Aku membantu Calvin berjalan, meskipun Ia beberapa kali menolaknya dengan halus. Kami melewati jalan setapak berbatu besar. Di atas pohon, kami bisa melihat beberapa kelelawar yang hinggap terbalik dan menutupi tubuhnya dengan sayap.

Setelah kaki Calvin tidak terlalu sakit, Ia kembali berjalan sendiri. Aku membenarkan kuncir rambut dan menggulung lengan kaos sampai siku. Dari jauh bisa kami lihat, rusa-rusa berlarian. Matahari mulai meninggi, dan cuaca sangat panas. Aku menggulung rambutku dan mengikatnya lebih tinggi.

"Alby," Calvin memanggil Alby.

"Ya?"

"Apa aku bisa bertukar posisi? Aku ingin bercerita lagi dengan Fort."

Sepertinya Calvin sudah menjadi sahabat baik Fort. Aku berhenti menatap Calvin yang tersenyum ramah pada Fort. Alby maju, menggantikan posisi Calvin tadi. Perjalanan kembali dilanjutkan dengan Alby yang berjalan di sisiku. Seketika udara sejuk kembali menyelimutiku, pasti karena Alby.

"Aku akan mendinginkanmu. Jadi, jangan menggodaku dengan menunjukkan leher jenjangmu," ujarnya tanpa menoleh padaku.

Aku mengernyit, "Menggoda? Aku tidak menggodamu!" ucapku ketus.

Ia menoleh padaku sekilas, lalu kembali mengalihkannya ke depan. Siapa juga yang ingin menggodanya? Dia pikir aku wanita apa?!

"Apa kau ingin kucium di depan mereka?" Alby melirik Calvin dan Fort yang sedang tertawa.

"Heh! Apa yang kau katakan?!" aku menghardiknya.

Alby tertawa kecil, "Jangan marah, aku hanya bercanda. Tapi memang, aku suka melihat lehermu. Eh, tidak hanya lehermu, tapi semuanya."

Aku membulatkan mata. Meski sempat tersipu, aku malah memukul bahunya pelan. Ia tertawa lalu mengacak rambutku pelan. Pipiku terasa panas, hingga tanpa kusadari, aku memegang kedua pipiku. Hal itu membuat Alby tertawa semakin keras. Tapi aku suka melihatnya.

"Jangan tertawa, Alby!"

Alby tidak membalasnya. Ia masih tertawa lalu menggandeng tanganku dengan erat. Seolah takut kalau aku bisa saja hilang tersesat dalam hutan ini. Perjalanan kami terasa menyenangkan dengan candaan ringan dari Fort. Tapi tetap saja, kepalaku semakin memaksa untuk mengeluarkan pertanyaan yang belum terjawab itu.

•••

"Kita istirahat disini," ucapku sembari duduk di bebatuan besar.

Mereka mengangguk dan ikut duduk. Kami meluruskan kaki dan melemaskan otot-otot tangan serta leher. Kecuali Fort, Ia memilih untuk tidur sebentar. Aku mengeluarkan dua botol air mineral untuk diminum. Karena aku harus menghemat, satu botol untukku dan satu botol lainnya untuk Calvin dengan Alby. Syukurlah, mereka bisa memakluminya.

Angin bertiup cukup kencang, sehingga membuat rambutku yang terlepas dari ikatan ikut tertiup angin. Calvin merebahkan tubuhnya di rerumputan, sedangkan Alby lebih memilih duduk santai sambil mendongakkan kepalanya ke atas, menikmati hembusan angin. Aku menghampiri Calvin, hendak mengambil botol minuman itu.

"Apa kau tidur, Cal?" tanyaku pada Calvin yang terpejam.

Cowok itu diam. Dadanya bergerak naik turun dan sepertinya memang tertidur. Aku mengedikkan bahu lalu memasukkan botol ke dalam ransel. Sepertinya mereka masih belum lapar, jadi aku memutuskan untuk menghampiri Alby yang masih mendongak dengan mata terpejam. Saat aku sampai di sampingnya, Alby membuka mata lalu sedikit menunduk untuk menatapku.

"Udaranya segar," katanya sambil tersenyum.

Aku mengangguk dan membalas senyumnya. Sekali lagi, aku merasa nyaman dan aman berada di dekatnya. Hawa sejuk mengelilingiku, dan membuatku menutup mata agar bisa lebih merasakan kenyamanan ini.

"Kau cantik," ucap Alby tiba-tiba.

Aku hanya tersenyum tanpa berniat untuk membuka mata. Aku terlalu menikmati udara ini, karena di hutan ini selalu berhawa panas. Dan itu sangat aneh. Tapi, entah mengapa aku merasakan hembusan napas lembut menerpa leherku. Sudah bisa kurasakan sekarang, sesuatu kenyal dan basah menyentuh kulitku saat ini.

Alby mengecup leherku, lagi.

Aventura Con Angel (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang