Love

305 17 0
                                    

Pertama yang kulihat saat membuka mata adalah Alby yang tengah tersenyum kepadaku. Ia menyuruhku untuk tetap di posisi tidur, sedangkan dirinya sendiri terus melanjutkan perjalanan. Satu hal yang membuatku terkejut. Alby menggendongku. Penerangan yang remang membuatku harus mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa yang menggendongku saat ini memang Alby. Kulihat Axel dan Calvin berjalan di depan sambil membawa lampu baterai milikku.

"Apa kau tidak lelah?" tanyaku menatap wajahnya dari bawah.

Alby melirik ke bawah sebentar, lalu menatap depan lagi, "Tidak. Kalau ini berhubungan denganmu, tidak ada kata lelah untukku."

Entah aku harus merasa senang atau sedih. Senang karena memang Alby benar-benar tulus menyayangiku. Sedih karena aku dan Alby berbeda makhluk dan sepertinya tidak mungkin bersatu.

"Lingkarkan tanganmu ke leherku, agar kau tidak jatuh."

Aku menurut. Kulingkarkan kedua tangan ke lehernya. Ini sangat mendebarkan. Jantungku berpacu dua kali lebih cepat, bahkan aku takut kalau Alby bisa mendengarnya. Beberapa kali aku menggigit bibir bawah hanya karena gugup melihat wajah Alby dari bawah sini.

"Hobimu sekarang juga sama denganku," ujar Alby.

Aku mengerutkan alis, "Hobi?"

"Ya," Alby melirik ke arahku, "Kau suka melihatku sekarang."

Aku tertawa kecil. Aku membenarkan kalimat Alby. Memang, aku sekarang suka melihat Alby diam-diam. Ia membalas tawaku, rasanya seperti ada kebahagiaan tersendiri melihatnya tertawa seperti itu. Aku sudah tidak peduli jika Alby berasal dari kaum malaikat. Aku tidak peduli walau dunia menentang perbedaanku dengannya. Yang aku rasakan hanya kebahagiaan berada di dekatnya, berada dalam dekapannya. Ia yang mengajarkan aku arti melindungi.

Itu semua karena Alby.

Alby yang mengubah semuanya.

Hampir saja aku menampar diriku sendiri, karena hanya takut ini cuma mimpi. Apa cinta datangnya semudah ini?

"Aku turun saja, dirimu pasti lelah," aku menurunkan kedua tanganku.

"Jangan, Calie. Aku akan menggendongmu sampai kita benar-benar sampai di tempat yang pas untuk bermalam."

Aku menghembuskan napas perlahan. Baiklah, aku akan menurutinya.

•••

"Aku penasaran, bagaimana caranya iblis itu menghisap darahku?" aku bertanya pada Axel yang duduk di sampingku.

"Itu mudah bagi mereka. Iblis memang diciptakan untuk merusak pikiran manusia, tapi iblis di wilayah Vandalo, sudah dilatih untuk menghisap darah manusia," Axel melemparkan dedaunan kering ke api unggun.

Saat ini, Alby dan Calvin menyiapkan peralatan untuk istirahat. Tenagaku dan Calvin sudah sedikit terisi oleh makan malam tadi dan obat penambah darah. Kini aku duduk bersebelahan dengan Axel tidak jauh dari api unggun.

"Kenapa mereka menghisap darah manusia?"

"Jika manusia itu memiliki keturunan dari malaikat, maka iblis-iblis itu tidak segan untuk menghisap darahnya. Karena darah manusia yang memiliki keturunan dari malaikat, pasti memiliki kekuatan yang sangat berguna. Hanya saja, kekuatan itu tidak akan berfungsi jika mereka tinggal di bumi."

Aku mengernyit tidak mengerti. Axel menjelaskannya dengan sangat serius, dan sama sekali tidak menatapku. Aku masih mencoba mencerna penjelasannya ke dalam otakku. Keturunan malaikat?

"Berarti, maksudmu aku dan Calvin..."

"Kau akan tau semuanya, jika waktu itu tiba."

"Kenapa tidak sekarang?"

Axel menolah padaku, tatapannya tajam. Seperti ada sesuatu yang ingin Ia sampaikan, tapi tidak bisa keluar dari mulutnya.

"Aku masih takut kau belum percaya padaku dan Alby," tatapan matanya menjadi sendu.

"Aku akan mempercayai semuanya yang kalian katakan. Aku sangat penasaran dengan semua ini, apalagi dengan Devilo. Aku tidak mau diriku dan Calvin terluka, Axel," suaraku meninggi.

Alby dan Calvin sempat menoleh ke arahku. Axel juga sedikit merapatkan bibirnya saat kubentak. Aku mendengus kesal, memalingkan wajah. Kuusap rambutku yang tergerai sedikit berantakan, lalu melirik Axel yang masih menatapku.

Bukan maksud aku untuk memaksanya berbicara. Hanya saja, aku sudah kepalang tanggung mendengar beberapa penjelasan dari Axel. Aku harus menunggu berapa lama lagi untuk mengerti semuanya?

"Maafkan aku, Calie," Axel menunduk, membuatku merasa bersalah telah membentaknya.

"Maafkan aku juga. Aku terlalu memaksamu untuk menceritakan semuanya," suaraku melemah.

"Calie," Axel memanggilku, wajahnya serius, "Aku hanya ingin kau tau satu hal penting."

Aku menaikkan kedua alis. Jika melihat wajah Axel yang serius, aku merasa terintimidasi olehnya. Tapi aku tidak pernah menganggap Axel jahat, malah Axel juga salah satu penyelamatku selama perjalanan ke hutan ini. Axel menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan. Kedua sudut bibirnya terangkat, tatapannya sendu. Dan kalimat ini yang keluar dari mulutnya.

"Alby sangat mencintaimu."

Aventura Con Angel (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang