"Akhirnya kita bertemu lagi, Alby."
Alby? Jadi, nama laki-laki di depanku ini Alby? Aku mengatur napas sejenak. Dari sini, aku dapat mengintip sosok berjubah hitam lengkap dengan tudungnya yang masih menempel di kepalanya. Sosok itu tersenyum licik dengan wajah menyeramkannya. Siapa dia?
"Jangan coba-coba menyakiti mereka!" ucap Fort.
Sejurus kemudian, sosok hitam itu mengeluarkan pedang hitam dari telapak tangannya dan hampir saja menusuk Fort. Alby dengan cepat mencegah dengan mengeluarkan pedang berwarna putih dari telapak tangannya. Aku membelalakkan mata dan berjalan mundur yang diikuti oleh Calvin.
"Apa kau senang bisa bertemu dengan wanita itu?" tanyanya sambil melirikku.
Alby kembali menghilangkan pedang di tangannya dan berusaha bersikap tenang. Sosok itu juga membuka tudung dan menghilangkan pedang hitamnya. Aku menelan ludah, siapa wanita yang dimaksud sosok itu?
"Seharusnya kau tidak melakukan sejauh ini, Alby."
"Memang. Tapi karena kau sudah keterlaluan, aku tidak akan tinggal diam untuk melindungi dia," jawab Alby penuh penekanan.
"Oh, aku tidak salah jika memilih kau sebagai pemimpin iblis berikutnya."
Mulutku terbuka setengah. Pemimpin iblis? Apa aku sedang bermimpi?
"Tidak! Aku tidak akan menjadi pemimpin iblis. Aku malaikat, dan aku sudah ditakdirkan untuk melindungi wanita ini."
"Kau memang pemberani. Tapi, jangan harap tugasmu bisa lancar. Karena aku sendiri yang akan turun tangan mengganggu kalian, atau bisa saja aku langsung membunuh wanita itu."
"Bunuh saja kalau kau bisa. Karena aku akan selalu berada di sampingnya, Devilo."
Devilo? Sosok itu bernama Devilo? Aku semakin tidak mengerti dengan semua ini. Wanita yang disebutkan mereka tadi, apakah itu aku?
"Baiklah, terserah kau."
Lalu Devilo itu menghilang dengan sayap hitam yang besar. Sosoknya itu terbang ke atas dan menghilang di dedaunan pohon yang menjulang tinggi. Suasana lengang sejenak. Perlahan Calvin melepas cengkraman tangannya dan berjalan menghampiri Alby. Aku juga mengikutinya.
"Ada apa dengan semua ini, Alby?" Calvin bertanya.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Calvin, Alby mendekatiku dan membisikkan sesuatu disana. Telingaku geli karena hembusan napasnya yang bisa kurasakan dengan jarak sedekat ini. Karena tinggi badanku yang tidak sama dengan Alby, Ia sedikit menunduk agar bisa menjangkau telingaku.
"Jangan takut. Aku disini, untuk melindungimu."
Bisikan itu terlalu halus. Sampai aku lupa fakta, bahwa Ia mengecup belakang telingaku.
•••
Perjalananku kini terasa lebih mudah dengan hadirnya Fort dan Alby. Aku belum berani bertanya mengenai asal-usul mereka, serta bagaimana bisa Ia mengenalku. Fort dan Calvin berjalan di depan, sementara aku dan Alby berjalan di belakang. Benar seperti yang kuduga, hutan ini sangat luas. Tapi semenjak aku berada di dekat Alby, udara yang tadinya panas kini berubah menjadi sejuk dan menenangkan.
"Apa kau tidak lelah?" Alby menoleh.
Aku tersenyum, "Tidak. Ini terlalu menyenangkan bagiku. Apa kau tau ada air terjun yang sangat indah di hutan ini?"
"Ya. Kau ingin mengunjunginya?"
Aku mengangguk cepat. Sepertinya Alby sudah mengetahui sebagian besar hutan ini.
"Tapi ini baru sepertiga perjalanan, dan air terjun itu letaknya paling ujung hutan ini."
Aku melebarkan mata. Itu pasti jauh sekali. Apa waktu liburanku cukup untuk bisa mengunjungi air terjun itu?
Alby menoleh dan tersenyum padaku, "Tidak apa. Aku sudah mengatakannya tadi, kalau aku selalu ada untukmu. Melindungimu."
Aku melirik jam tangan. Sudah jam dua siang, perutku sudah mulai lapar. Aku menyuruh Fort dan Calvin berhenti untuk menyantap makan siang yang sempat tertunda. Sebelum berhenti, Alby menyuruh kami berjalan sedikit lagi. Aku tidak tau mau dia apa, tapi aku harus menghormatinya.
"Kita akan makan siang disini," ucap Alby.
Ada dua pohon besar yang menjulang tinggi. Terdapat kubangan air yang cukup besar, kira-kira bisa dimasuki oleh tiga orang sekaligus. Airnya jernih, dan suasana disini cukup tenang. Kami bisa mendengar suara burung pelatuk di dekat sini, suara kicauan burung lainnya saling bersahutan. Hembusan angin menerpa kulit kami dengan halus dan sinar matahari kali ini bisa menembus sela-sela ranting pohon.
Calvin membuka ranselnya dan mengeluarkan dua kotak makan dan tiga botol minum. Masing-masing kotak itu berisi nasi dan ikan yang sudah kumasak tadi pagi. Syukurlah tidak basi.
"Makanlah. Jangan sungkan," kata Calvin menyuruh.
Aku mengangguk lalu mulai duduk bersila. Kami semua makan dengan lahap dan sesekali bercanda gurau. Tapi kepalaku selalu dipenuhi pertanyaan tentang kejadian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...