Perjalanan dilanjutkan. Tenagaku sudah mulai terisi, juga wajahku lebih segar berkat mencuci wajah di kubangan air jernih tadi. Beberapa kali Alby tertangkap basah sedang melirikku, aku jadi bingung sendiri dengan sikapnya.
"Sudah berapa kali kau melirikku?" aku sudah gatal untuk bertanya.
Alby tertawa kecil, "Ternyata kau benar-benar cantik."
Aku hampir saja tersedak ludahku sendiri saat Alby mengatakan hal itu. Alby sudah membuatku tersipu, mungkin sekarang pipiku semerah tomat.
"Kau menggodaku?" aku menaikkan kedua alis.
"Tidak. Aku memujimu. Harus aku akui, kalau aku sekarang memiliki hobi baru."
"Hobi baru?" aku bertanya lagi.
"Hobi melihatmu," ucapnya sambil tersenyum.
"Apa hobimu itu harus dilakukan setiap menit? Lagi pula, hobimu itu sangat aneh," kataku sambil memaikan ranting kecil yang kuambil saat di tengah perjalanan tadi.
"Kau ternyata banyak bertanya ya," Alby mengacak lembut puncak kepalaku.
Ia sudah dua kali melakukan kontak fisik denganku. Saat aku bersenandung menikmati keindahan hutan ini, aku melihat sesuatu. Seperti hewan besar berwarna putih berjalan mendekati kami. Ada belang hitam, mungkin itu zebra. Aku mengabaikannya dengan iseng melompat-lompat kecil. Saat aku berjalan di depan Alby, Ia tiba-tiba menarik pinggangku dan membuatnya terjatuh.
Aku segera bangun dan menanyakan keadaan Alby. Ia menggeleng lalu memanggil Fort dan Calvin untuk berhenti. Aku menatapnya bingung, kenapa Alby tiba-tiba menyuruh berhenti? Aku bangkit berdiri ketika mendengar suara auman singa dari dekat. Tidak satu atau dua, tapi yang lainnya juga saling bersahutan.
"Alby, suara itu semakin mendekat," kataku yang beringsut mundur.
Alby nenyuruh Fort untuk memeriksanya. Baru saja Fort berjalan empat langkah, singa-singa itu sudah berlari ke arah kami. Dengan cepat Alby mengeluarkan pedangnya dari telapak tangan dan mencoba menghindar dari cakaran singa itu. Aku dan Calvin saling menatap, bingung harus melakukan apa.
Fort juga mulai ikut menyerang. Aku menoleh ke sekitar, ada satu balok kayu yang tergeletak di dekat Fort. Aku berjalan mengendap-endap dan mengambilnya dengan hati-hati, agar singa itu tidak melihat lalu menyerangku. Baru saja aku menyentuh kayunya, satu singa berhasil mencakarku. Aku berteriak kesakitan, lalu satu batu besar mengenai kepala singa itu.
Aku langsung ditarik oleh Calvin menjauh dari sana. Kayu itu berhasil kubawa dan Alby tidak tanggung-tanggung untuk menyerang singa itu. Beberapa kali auman singa dan Fort saling bersahutan. Aku beringsut dan berusaha mengambil kotak P3K di ransel Calvin. Tapi Calvin terlalu sibuk untuk menyerang singa itu dengan melemparkan batu-batu besar ke arahnya.
Dengan terpaksa, aku menyobek kain di lenganku untuk menyumbat darah yang keluar di salah satu tanganku. Aku mengikatnya dengan erat dan rasanya sangat perih. Bisa kulihat dari sini, tangan Alby juga terluka.
Aku melangkah maju sambil membawa balok kayu itu dan memukul keras tubuh salah satu singa yang hendak menyerang Alby. Wajah Alby memerah sepertinya menahan amarah. Singa itu terpelanting agak jauh karena Alby menendang kepalanya bersamaan denganku yang memukul dengan balok kayu.
"Jangan mendekat! Obati lukamu!" Alby berseru.
Tidak. Aku tidak akan membiarkan teman dan Adikku yang harus bertarung melawan empat singa ini. Napasku tersengal, tanganku menahan perih yang terus membuatku meringis kesakitan. Dua singa sudah berhasil dikalahkan. Tinggal dua lagi.
Aku hendak berjalan mendekati salah satu singa yang berusaha menyerang Calvin, tapi Alby mencegahku dengan memegang erat salah satu tanganku. Ia menatapku teduh dengan napas memburu, wajahnya tegas.
"Obati lukamu di belakang. Aku merasa berdosa melihat kau seperti ini," ucapnya.
Tatapannya tajam seperti menusukku. Aku hanya bisa mengangguk lalu berjalan menjauh dari area itu. Di belakang, aku mengambil ransel Calvin yang tergeletak sembarangan di tanah. Setelah membuka kain penuh darah itu, aku membersihkan lukanya dengan air mineral. Kapasnya kutetesi dengan obat merah lalu menempelkannya pada tangan yang terluka. Sekarang hanya tinggal memperbannya dengan hati-hati.
Keempat singa itu berhasil tumbang. Alby berlari mendekatiku dan langsung memelukku erat. Hampir saja aku tidak bisa bernapas saat Ia memelukku seperti itu. Napasnya terasa hangat di tengkuk leherku, wajahnya Ia benamkan disana.
"Maafkan aku, karena tidak bisa menjagamu dari serangan singa ini."
Satu tarikan napas dari Alby membuat aku geli. Aku masih menatap Calvin dan Fort yang sibuk memperhatikan singa-singa yang terkapar itu. Terasa sangat cepat, tapi aku bisa merasakannya. Alby mengecup tengkukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...