Aku mencoba menghilangkan pemikiran negatif terhadap diriku sendiri dengan memejamkan mata sebentar. Kulirik jam tangan, jam sebelas malam. Mataku masih belum lelah untuk terbuka. Aku mendongak, menatap langit yang penuh bintang. Tidak ada bulan disana.
Aku menyelipkan rambut ke telinga. Beberapa kali aku menelan ludah hanya untuk mencegah air mataku yang ingin keluar. Pertanyaan-pertanyaan itu masih belum dijawab oleh Alby, dan itu membuatku tidak bisa tidur malam ini. Seharusnya aku tidak pergi ke hutan ini, agar semua yang terjadi padaku saat ini tidak terjadi. Tapi, meskipun aku tidak datang ke hutan ini, apakah sosok berjubah hitam di dapur rumahku waktu itu, akan mengubah semuanya? Aku mendengus kesal, mencoba mengenyahkan pikiran itu agar bisa tidur malam ini.
Aku kembali merapatkan pelukanku ke lutut saat angin berhembus kencang lagi. Tiba-tiba saja dingin yang kurasa hilang, saat ada seseorang yang menyampirkan jaket ke bahuku. Ia duduk di sebelahku, merangkul erat bahuku. Alby.
"Kau kedinginan," ucapnya.
Aku masih diam.
"Sudah kukatakan kepadamu. Jika kau kedinginan, aku akan memelukmu."
Lalu Ia memelukku erat. Aku tidak membalasnya, perasaanku sungguh tak karuan. Gejolak panas di hatiku kembali terasa saat Alby mengelus punggungku. Aku menggigit bibir bawah, agar tangisku tidak pecah saat ini.
Apa aku ini benar-benar terlalu egois?
"Aku tidak mau membahas pertanyaan yang sering kau ajukan kepadaku, karena aku punya alasan."
Aku masih diam. Bertarung dengan diriku sendiri agar tidak menangis saat ini.
"Karena aku tidak ingin kehilanganmu. Takdir kita berbeda. Kau manusia, sedangkan aku malaikat," ucapnya dengan suara bergetar.
Ia melepas pelukannya. Detik itu juga aku merasa seperti kehilangan semua yang telah Alby berikan kepadaku. Aku ingin Alby memelukku. Menjagaku agar tetap aman berada di pelukannya. Menyayangiku dengan sepenuh hati, serta mencintaiku dengan tulus.
"Tapi, jika ini tentangmu. Aku rela melakukan apapun demi tetap bersamamu. Bahkan melawan takdir sekalipun."
Aku gagal. Air mataku keluar tanpa terkendali, suara isakan muncul dari mulutku. Aku memang egois.
"Jangan menangis, aku tidak suka melihatmu seperti ini," Alby mengusap air mataku, menggenggam erat tanganku.
"Beri aku penjelasan tentang semua ini, Alby," aku memelankan suara tangis agar tidak terdengar oleh Axel dan juga Calvin yang sedang tidur.
Alby menyandarkan kepalaku di bahunya. Ia masih menggenggam erat satu tanganku.
"Kau dan adikmu spesial," ucapnya dengan suara pelan, "Kalian berbeda dengan manusia lainnya."
Mungkin saat ini lebih baik aku diam. Menghentikan tangis untuk mendengar penjelasan Alby saat ini.
"Orang tua kalian adalah kaum yang berbeda. Ibumu dari manusia biasa, sedangkan ayahmu dari kaum malaikat. Sama sepertiku."
Alby menghela napas sebentar. Apapun yang terjadi setelah ini, aku berusaha untuk siap menerimanya.
"Mereka berdua melawan takdir, dengan terus melanjutkan hubungan. Banyak iblis yang ingin membunuh mereka, namun selalu gagal. Karena ayahmu terus berusaha untuk melindungi ibumu. Kaum iblis punya alasan untuk membunuh mereka."
Aku tetap diam, mencoba mengartikan penjelasan ini.
"Mereka ingin mengambil kekuatan manusia dengan kekuatan malaikat yang bersatu. Sebenarnya, kedua orang tuamu sering mengalami teror dan serangan dari iblis. Hanya saja mereka menyembunyikannya dari kalian berdua. Dan setelah kejadian kecelakaan pesawat yang menimpa keluargamu, para iblis berbondong-bondong melakukan sayembara untuk menangkap kalian."
"Sayembara?" aku bertanya pada diriku sendiri.
"Dan saat itu pula, wilayah Custode yang merupakan wilayahnya para kaum malaikat, mendengar berita itu. Teka-teki yang masih kubingungkan akhirnya terjawab. Saat umurku masih delapan belas tahun, aku dan Axel diberikan teka-teki oleh pemimpin malaikat. Teka-teki itu berisi pernyataan bahwa, aku dan Axel harus menjaga keturunan malaikat dan tidak boleh melawan takdir yang sama."
Aku menelan ludah. Ini bukan perkara yang kecil. Jika aku bercerita pada Anna, pasti Ia akan berteriak heboh dan menertawakanku karena dianggap telah menceritakan dongeng sebelum tidur. Tapi ini bukan dongeng. Ini nyata.
"Dan saat aku tau Devilo sudah keterlaluan untuk menemuimu, aku memutuskan untuk turun ke bumi menyusulnya. Tapi Devilo mengetahuinya. Ia menyerangku dan juga Fort disini, di wilayahnya."
Aku mendongak, menatap wajahnya yang tegas dan tatapan mata teduhnya yang saat ini menatapku. Jika aku bisa, aku ingin menghentikan waktu sementara. Untuk menikmati ketampanan wajah Alby dari dekat. Aku tidak peduli dengan asal-usul berteman dengan Fort dan bagaimana caranya Ia mengganti jubah putihnya dengan pakaian yang sama dengan manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...