Setelah kejadian tadi, aku sama sekali tidak mau membuka percakapan dengannya. Bahkan melihatnya saja aku tidak sanggup. Bodoh, Calie! Kenapa diriku tidak bisa memberontak saat Alby mulai menyentuhku?! Aku memejamkan mata rapat-rapat karena pikiranku dipenuhi oleh kejadian tadi siang.
Makan siang tadi hanya berlangsung sebentar, karena kami hanya memakan beberapa buah murbei. Kami juga harus menghemat jatah minum. Aku melirik jam tangan. Sudah jam lima sore. Setelah melanjutkan perjalanan kembali, aku memaksa Calvin untuk menggantikan posisi Alby saat ini. Namun, Calvin menolaknya. Kini aku harus bertarung dengan diriku sendiri untuk mengusir kecanggungan di antara aku dan Alby.
"Kau tidak ingin membu–"
"Apa?"
Aku membalasnya dengan cepat. Aku tidak tau seberapa merahnya pipiku saat ini. Melihat Alby tersenyum geli membuatku harus memalingkan wajah ke depan. Apa-apaan dia?!
"Itu akibatnya jika kau tidak mau berbicara denganku," ucapnya lagi.
Aku menoleh cepat, "Jangan menciumku sembarangan!" balasku ketus.
"Tapi, tadi kurang lama. Kau harus digigit dulu agar mau membuka mulut."
"Alby!"
"Iya, maaf. Kau lucu saat sedang marah," Alby tertawa.
Waktu itu, Calvin bilang padaku kalau aku sedang marah pasti wajahku lucu. Dan kini, Alby yang bilang seperti ini. Aku bukan badut.
"Lain kali, kau harus membalas ciumanku," ucapnya lagi.
Aku melotot tajam ke arahnya, "Tidak!"
"Oke. Akan kupastikan kau membalasnya," Alby berkata mantap.
Aku mendengus kesal dan terus berjalan dengan cepat. Percakapan macam apa ini? Apa yang Alby katakan, sungguh membuatku malu. Tidak ada percakapan kemudian. Aku sibuk membenarkan letak kuncir rambutku, Alby fokus pada jalan setapak ini, Axel dan Calvin juga begitu.
Tiba-tiba saja Axel berhenti mendadak. Kami semua mengernyit heran. Wajah Axel berubah tegang, dengan kedua tangan seperti bersiap mengeluarkan pedangnya. Ada apa lagi? Aku dan Alby menghampirinya. Hening. Hanya ada suara gesekan ranting dengan daun yang terdengar.
"Ada apa?" Calvin bertanya.
Aku menelan ludah. Di dekat kaki Axel, ada tumbuhan sulur-suluran yang bergerak melilit kakinya. Astaga! Bagaimana bisa?
"Axel, kakimu!" aku berseru dan mundur beberapa langkah.
Axel langsung melompat dan menarik tanaman itu. Aku terkejut, ketika kaki Axel mengeluarkan darah. Tanaman apa ini? Calvin mengambil pisau lipatnya dan mencoba memotong tanaman yang terus bergerak melilit bagian bawah tubuh Axel. Aku melirik Alby, Ia menggeram marah lalu mengeluarkan pedang dari tangannya.
"Jangan!" aku mencegahnya. Bukankah itu akan melukai Axel juga? Alby menoleh heran, "Sama saja kau akan melukai Axel."
Alby kembali menghilangkan pedangnya. Ia mencoba membantu dengan menarik-narik tumbuhan itu. Sedangkan aku mengambil tisu dari dalam kotak P3K untuk membersihkan darah Axel yang masih mengalir. Baru saja aku berjongkok, tanaman lainnya melilit tanganku. Aku mengibaskannya, tapi sia-sia.
Rasa perih seketika menjalar ke bagian lengan kiriku. Lagi-lagi Alby menggeram marah. Ia mengepalkan tangan dan menarik tanaman itu dari lenganku. Tanaman itu tidak mudah putus, jika dipaksakan, maka tanaman tersebut akan mengeratkan lilitannya pada mangsanya saat ini.
"Aw!" aku merintih dan mencoba menarik tanaman itu dari lenganku.
Calvin dan Axel masih sibuk dengan tanaman lainnya, juga diriku dan Alby. Ingin rasanya aku membakar tanaman ini agar darahku tidak terkuras olehnya. Baru terpikir olehku, bakar. Ya, aku akan mencoba membakar tanaman ini.
"Alby, tolong keluarkan pematik api dari dalam tasku!" aku berseru sambil menahan isakan yang ingin keluar.
Alby mengangguk. Dengan cepat Ia berlari ke belakangku dan mencari pematik api di dalam ransel. Lilitan tanaman ini semakin erat, dan semakin banyak pula darah yang keluar. Aku tidak bisa menahannya lagi, air mataku keluar dengan jerit kesakitan dari mulutku. Axel juga seperti itu, bedanya, Ia tidak menangis sepertiku.
"Kalian akan baik-baik saja!" Calvin berusaha menangkan.
Setelah beberapa detik menunggu, Alby kembali ke hadapanku. Ia menarik lagi tanaman itu dan pastinya membuatku semakin kesakitan.
"Nyalakan apinya, Alby..." aku berkata lirih. Rasanya tenagaku terkuras karena tanaman sialan ini.
Aku melirik Axel, syukurlah dia sudah terbebas dari lilitan tanaman aneh ini. Calvin menghampiriku dengan wajah khawatir yang kentara.
"Apa aku harus membakar tanaman ini?" api sudah menyala, tapi Alby masih bimbang.
Aku mengangguk lemah. Aku sudah kehabisan suara untuk mengeluarkan isakan.
"Maaf, jika aku menyakitimu."
Alby membakar tanaman itu yang jauh dari lenganku. Dan saat itu juga, semuanya gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aventura Con Angel (COMPLETED)
FantasyCalie beserta adiknya tidak akan pernah menyangka, jika petualangannya di hutan kali ini mereka akan bertemu Malaikat. Berawal dari sosok berjubah hitam yang beberapa kali muncul di rumahnya, Calie menjadi sangat penasaran. Ia terus menanyakan apa m...