"Itu bukannya Arkaan?" Tanyaku memandang sosok yang kini berdiri di depan salah satu kamar rawat. Tepat di depan pintu."Mana?"
"Itu, di depan."
Ayra mengikuti arah telunjukku, kemudian berdesis kesal.
"Sialan, seharusnya dia sudah ada di kamar rawat Daniel."
"Mungkin dia mau jeng--" ucapanku terhenti dengan Ayra yang kini melangkah cepat menuju Arkaan.
"ARKAAN."
Aku langsung mengikuti Ayra, berjalan cepat sebelum ada perang yang terjadi. Ayra yang kesal nyatanya berbahaya apalagi dia kesal karena Arkaan si mantan egoisnya.
Arkaan membalikkan badannya tepat ketika Ayra berdiri di hadapannya.
"Gue udah bilang kan untuk ke ruangan Daniel sekarang."
Arkaan tak langsung menjawab. Pandangannya terlihat kebingungan akan sesuatu yang besar. Dan tentu saja aku yakin bukan karena kedatangan kami berdua.
Aku mengalihkan pandanganku, menatap ke dalam ruangan yang baru saja dilihat Arkaan. Hanya ada seorang pemuda dengan perlengkapan rumah sakit yang menempel di tubuhnya dan juga kepalanya yang di perban.
Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana?
"Daniel nyariin lo brengsek, tapi kenapa lo masih di sini, hah?!"
Aku kembali menatap Arkaan yang masih diam saja. Ada yang aneh, pikirku.
"Arkaan lo dengerin gue nggak, sih?"
Arkaan tersentak. Menatap Ayra bingung, "A-apa?"
Ayra mendengus, "Kenapa lo masih di sini, hah?"
"Gue...," aku mengikuti pandangan Arkaan yang kini tengah menatap pada sosok pemuda di atas ranjang kamar rawat itu, sebelum kembali menatap sosok gadis di depannya. "Kalau gitu gue ke kamar rawat Daniel duluan."
Arkaan langsung pergi, namun aku masih dengan jelas mendengar ucapan Arkaan meski dalam nada suara lirih.
"Dia di sini. Bagaimana jika Daniel bertemu dengannya?"
Dia? Siapa? Siapa yang di maksud Arkaan? Dan apa hubungannya dengan Daniel?
🌾🌾🌾
268w
24/03/2018. [W]
09/04/2018 [U]
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL : A Ruined Soul.
Short Story"Hey Pou, apa yang bisa lo harapkan dari jiwa yang hancur?" "Hmm, tidak ada. Tapi mungkin bisa diperbaiki lagi." Daniel menggeleng, dahinya mengernyit, "Diperbaiki? Itu mustahil Pou. Bahkan mati aja lebih baik."