Ini sudah hari ketiga Daniel di rawat, dan Dokter sudah memperbolehkan Daniel untuk pulang.
Aku hanya bisa tersenyum melihat Daniel yang terlihat amat sangat senang. Tersenyum lebar dengan kedua bola mata yang berbinar cerah.
"Jangan senyum-senyum mulu, gue masukin RSJ ntar."
Daniel merengut, mencebik kesal. "Gue nggak gila Pou!!"
"Tapi otak lo korslet."
"Otak gue bener nggak ke setrum tahu. Kalau nggak percaya nih lihat aja."
Aku menahan napas dengan bibir terkatup rapat sadar akan posisi wajah Daniel yang teramat dekat dengan wajahku. Kurang dari satu jengkal.
Dapat kulihat dahi Daniel yang mengernyit, namun tak lama tersenyum lebar memperlihatkan deraetan giginya yang putih bersih.
"Pou, lo cantik."
Aku mengerjapkan kedua mataku, kemudian tersadar akan posisiku dan Daniel yang terlalu amat sangat dekat hingga tanpa sadar aku mendorong kepala Daniel dengan telunjukku.
"Apaan sih lo."
Daniel terkekeh, "Tapi lo bener-bener cantik tahu."
Aku mencoba untuk tak menghiraukan Daniel, lebih memilih memasukkan pakaian-pakaian Daniel ke dalam tas.
Sialan, kenapa pipi gue terasa panas? Aku menggerutu kesal dalam hati, semakin menundukkan kepalaku saat merasakan kedua pipiku terasa panas.
Astaga, aku tidak mungkin tersipu dengan ucapan bocah kekanakkan itu kan?
Iya. Tidak mungkin pasti.
"Tapi kenapa lo nggak punya pacar ya?"
Daniel sialan.
🌾🌾🌾202w
13/04/2018 [W]
20/05/2018 [U]
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL : A Ruined Soul.
Short Story"Hey Pou, apa yang bisa lo harapkan dari jiwa yang hancur?" "Hmm, tidak ada. Tapi mungkin bisa diperbaiki lagi." Daniel menggeleng, dahinya mengernyit, "Diperbaiki? Itu mustahil Pou. Bahkan mati aja lebih baik."