"Wah ada apaan nih tumben banget."Sesuai kesepakatan, mereka bertemu di kafe 101. Jaehwan masih dengan kemeja jurusannya karena baru pulang, sedangkan Woojin masih dengan raut wajah merasa bersalahnya.
"Lagi mode bisa serius nih gue. Cerita aja. Anggep aja gue temen lo," kata Jaehwan sehabis menyeruput coffee latte-nya.
"Berarti gue bisa manggil lo Jaehwan dong."
Sedetik kemudian, Woojin meringis karena mendapat hadiah jitakan dari Jaehwan.
"Wes ngomong. Pengen mandi nih gue. Gerah," katanya sambil mengipas-ipas menggunakan bajunya.
"Soal gue yang beberapa hari lalu kambuh, Mas."
"Terus?"
"Gue sama Jihoon lagi berantem gara-gara gak nepatin janji," jelas Woojin.
Jaehwan malah tertawa keras. Padahal tidak ada yang lucu sama sekali apa yang Woojin ceritakan.
"Apaansih. Gue lagi serius juga."
"Hahahaa iya iya maap. Kalian tuh kembar atau pacaran sih. Yaampun meuni marahan gitu."
"Ih, fokus, fokus. Gue mesti gimana nih. Marahnya Jihoon yang ini beda, susah diredain."
"Apa janji yang lo langgar?"
"Gue main futsal diem-diem, dan Jihoon gak tau," jelas Woojin.
Jaehwan hampir tidak percaya dengan mereka berdua. Hanya bermain futsal dan dampaknya sampai seperti ini.
"Lebay kali si Jihoon mah."
"Tapi emang gitu, Mas. Gue harus gimanaaaaa?? Huaaaa," jelas Woojin dengan tangisannya yang dibuat-buat.
Jaehwan meminum coffee latte-nya sampai habis sebelum ngajak Woojin pulang.
"Gue minta pendapat elo, malah pulang."
Woojin masih kesal sampai parkiran kafe karena Jaehwan yang menurutnya tidak bisa profesional sebagai kakak.
"Rugi gue ke sini kalo elo nya gak ngasih saran. Huhuhu bensin gue yang harusnya buat seminggu, ini berkurang... Uang jajan gue apa kabar ntar."
"Bacot banget gue punya adek. Udah sana duluan. Ntar gue yang ngomong ama Jihoon."
👨👦👧👦👦👦
Sepertinya baru kali ini Jaehwan merasa yang paling dibutuhkan dikeluarga Hwang. Pasalnya selama ini adik-adiknya kalau mencurahkan isi hati atau apapun pasti pada Yebin walau akhirnya saling meneriaki karena Yebin selalu meledek.
Sehabis mandi, Jaehwan menuju kamar Jihoon yang ada di sebelah kamarnya.
"Hwan, ayah keluar bentar," itu Minhyun dari lantai bawah.
"Mau kemana? Ngapain?"
"Beli nasi goreng di depan."
Jaehwan mengangguk. "Jangan malem-malem, yah pulangnya. Jaehwan udah ngantuk. Ngeri kan kalo pintu belum dikunci."
"Iya. Yaudah sana temuin dulu Jihoon nya."
Minhyun sudah tahu apa yang terjadi antara anak kembarnya itu. Tapi ia tidak bertindak apa-apa. Menurutnya mereka juga sudah dalam tahap pendewasaan. Harus berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri--walau dengan sedikit bantuan Jaehwan.
"Jihoon."
Tidak ada jawaban dari Jihoon. Ia sedang serius sekali mengerkakan latihan soal ujian matematika.
"Mau ngomong."
"Ngomong aja," kata Jihoon cukup ketus.
"Baikan dong sama Woojin. Kasian dia."
"Lo gak kasian sama gue?" Jihoon menampik balik, tapi masih tetap dengan mengerjakan soal.
"Woojin juga pengen kaya anak lainnya. Tapi lo terlalu ngekang dia, Hoon."
Jihoon berbalik dari meja belajar, menatap Jaehwan sinis.
"Gue cuma gak mau Woojin mati cepet. Liat kan dia gak bisa kecapen. Kalo kecapean pasti kambuh deh. Gue mau liat Woojin jadi masinis dulu, Mas." Jihoon berjeda.
"Makanya gue seprotektif itu sama dia."
Jaehwan mengusap wajahnya kasar. "Iyaiyaiya paham gue. Yaudah sih baikan aja sama Woojin. Lo nya juga bilang baik-baik sama dia jangan kaya gini. Gue gak suka. Kalian sodaraan tapi musuhan."
Dengan perasaan sedikit lega karena sudah bicara empat mata dengan Jihoon, Jaehwan keluar dari kamar Jihoon.
"Gue sayang sama kalian makanya kaya gini. Kalo lo sayang sama Woojin juga, lo harusnya ngedukung apa yang Woojin mau tapi dengan syarat kalo dia udah ngerasa capek, suruh berhenti," kata Jaehwan final.
👨👦👧👦👦👦
Sewaktu keluar dari kamar Jihoon, rasanya Jaehwan merasa aneh dengan dirinya sendiri. Dia berkali-kali menggeliat geli karena ucapannya.
"Anjir ngomong apaan gue. Sok bijak bener. Cringe abisss. Hihhh."
Sedetik kemudian, Jaehwan malah berteriak ketika masuk ke kamarnya.
"Aaaaaaa!!"
Karena Woojin ada di atas kasurnya, sedang duduk sambil memegang dua buah es krim kesukaan mereka lalu tersenyum.
"Makasihhh, Mas Jaehwanku tersayang. Ini es krim buat lo karena udah bantuin gue."
Secepat kilat Jaehwan mengambil es krim dari tangan Woojin, lalu dimakannya.
"Kampret. Kaget gue. Kirain apaan buluk-buluk ada di kasur gue."
Senyuman Woojin luntur sudah ketika Jaehwan mengatakan itu. Woojin malah menendang kaki Jaehwan sekali, lalu pergi tanpa rasa bersalah.
THE HWANG'S
ㅡㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Ayah: Struggling ㅡ hwang minhyun [✅]
Krótkie Opowiadania[ Ayah series #1 - ON SLOW REVISION ] [20180516] #24 in short story Hwang Minhyun with his 5 childrens. ©dankewoojin, 2018