Ep. 12 | Tisha | Serupa Tapi Tak Sama.

77 6 0
                                    

(Foto oleh Gocha Szostak)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Foto oleh Gocha Szostak)

Tisha. Selasa, 6 Oktober 2015.

Aku sudah mengabari Ibu tentang kehamilanku. Ibu terkejut karena tidak menyangka akan dapat cucu secepat ini. Aku merasa keterkejutan Ibu disebabkan oleh alasan lain. Barangkali ia tidak menyangka kalau akulah yang akan hamil duluan. Ibu memang begitu. Selalu berharap Tirza jadi yang terbaik, tercepat, teratas, lalu terkejut ketika aku mengunggulinya. Situasi ini terulang lagi dan lagi, namun Ibu tetap setia menaruh harapan ke Tirza. Okelah, kehamilan memang bukan "prestasi". Juga bukan sesuatu yang harus buru-buru dicapai. Tapi aku tak bisa membohongi diri. Aku tetap bangga karena memperoleh rezeki ini terlebih dulu dari Tirza.

Mungkin aku picik. Mungkin ini penyakit anak bungsu dari dua bersaudara, yang keduanya perempuan. Mungkin ini sifat kompetitif anak kembar, di mana pencapaian salah satu otomatis menjadi standar pembanding kemampuan anak satunya lagi. Terlahir sebagai kembar fraternal, hanya selisih tiga menit saat Tirza dan aku terlahir ke dunia. Sepenting apa sih tiga menit itu sampai aku harus memanggilnya "Mbak" seumur hidup? Namun, tiga menit itu membawa takdir yang kontras bagi kami berdua. Tirza lebih cantik, lebih penurut (tepatnya, pasif-submisif), lebih disayang Ibu. Aku lebih pintar, lebih percaya diri, lebih pembangkang (tepatnya, kritis), dan tak begitu diperhatikan Ibu.

Kalau mau bersifat objektif, barangkali Tirza memang butuh perhatian lebih. Tak sepertiku, tubuhnya lemah. Ada suatu waktu di mana ia hampir setiap dua minggu sekali izin sakit dari sekolah dan diantar Ibu ke puskesmas atau rumah sakit. Oh iya, Tirza juga sempat mengompol lagi ketika di SD. Kepada Ibu, dokter hanya menjelaskan, "Kalau saya perhatikan, sejak mereka kecil, kondisi imun si kakak memang lebih lemah daripada si adik. Tapi, Ibu tidak perlu khawatir. Kandung kemihnya normal, jadi penyebab ngompolnya bukan karena penyakit atau abnormalitas. Tebakan saya, biarkan saja, nanti juga hilang sendiri seiring dia tumbuh remaja." Enak sekali dia memvonis tanpa memberi solusi. Lalu aku tersadar, bisa apa dokter melawan suratan takdir? Lewat pengalaman pribadi, aku belajar kalau hidup memang tak adil, bahkan bagi anak kembar sekalipun.

Di sisi lain, aku tak bisa membenci Tirza berlama-lama. Sejak kecil, ia adalah kakak terbaik sedunia. Saat saudara perempuan lain bertengkar karena rebutan baju, ia memberiku akses tanpa batas ke lemarinya. Tirza memberiku apa pun yang kuinginkan, entah itu jajanan atau boneka. Meskipun lemah dan penakut, ia berusaha melindungiku dari anak nakal di sekolah dan membelikanku es krim saat aku patah hati. Perhatiannya tak berkurang setelah kami beranjak dewasa dan tinggal pisah kota.

Walaupun terkadang rindu, ada sisi positifnya tinggal beda kota dengan Tirza. Sejak aku ngekost, aku bisa bernapas lega. Jarak fisik di antara kami turut menjauhkanku dari komentar-komentar yang biasanya membandingkan kondisi kami berdua. Sampai Tuhan kembali mengujiku dengan takdir pernikahan kami.

Semasa kecil dulu, kami bercita-cita menikah bersamaan. Nyatanya, aku menikah duluan di tahun 2013 saat menginjak 23 tahun. Tergolong muda, memang. Suamiku, Pandu, adalah kakak kelas kami di SD yang sekarang berprofesi jadi pegawai negeri. Resepsi pernikahan Tirza digelar di Alila Solo, sementara punyaku di jalan depan kediaman kami. Keluarga Adrian menanggung seluruh biaya resepsi, sementara aku harus merogoh tabunganku untuk menutupi kekurangan dana dari Bapak dan Ibu. Tirza diboyong Adrian menemaninya kuliah S2 di UK, sementara aku dan Pandu masih menumpang di rumah orangtuaku. Tapi, lihatlah siapa yang dipilih takdir untuk hamil duluan.    

***

P.S.

Mohon maaf weekend lalu aku nggak sempat upload episode baru karena lagi dikejar deadline kerjaan. Sebagai gantinya, weekend ini ada 2 episode baru (Episode 12 & Episode 13 yang akan rilis BESOK!). :)

BTW, episode ini adalah pertama kalinya ada penutur cerita selain Tirza. Terus ikuti kisah Solo To Glasgow, ya. This is just the beginning. Ada banyak hal yang menanti Tirza di masa depan.

***

Akhir dari Episode 12.

"Solo To Glasgow" adalah buku ke-4 Shinta Yanirma (simak karya lainnya di yanirma.weebly.com/work).

Sekarang hanya tersedia di Wattpad!

Terbit setiap Sabtu/Minggu    

Solo To GlasgowWhere stories live. Discover now