1.4

3.8K 329 14
                                    

"Semua sudah siap, Mr. Oro," jawab pemuda bernama Kabuto. "Alat keamanan pun sudah kita pasang dan sedang dilakukan pemeriksaan akhir. Setelah selesai, baru kami akan masuk ke dalam sana."

Orochimaru tersenyum puas. Ia melihat ke arah sungai di bawah sana. Jantungnya berdebar kencang, menanti kejutan yang akan dia dapatkan ketika timnya masuk ke dalam sana.

.

.

Berbeda dengan gua yang sempat dia lihat di perjalanan tadi, gua di tempat ini memiliki aliran air yang tidak terlalu deras. Orang-orang bisa masuk dengan mudah jika gua ini tak didatangi pada saat musim hujan. Gua ini memiliki air yang dangkal pada musim kemarau, seperti sekarang ini.

"Kabuto, semua perlengkapan sudah siap. Apa kita akan berangkat sekarang?" Salah satu penjelajah yang akan bergerak di bawah pimpinan Kabuto menghampiri si pemuda. Ia menginformasikan jika seluruh anggota tim sudah selesai memeriksa bawa bawaan.

"Suruh mereka merapat di pinggir sungai. Aku akan turun sebentar lagi," informasi Kabuto.

Lelaki di hadapan Kabuto itu mengangguk kemudian ia menatap Orochimaru dan membungkuk sopan.

Orochimaru hanya membalas dengan ekspresi datar. Ia kembali fokus pada Kabuto. "Aku tidak bermaksud untuk menurunkan semangatmu, tetapi aku ingatkan sekali lagi, gua yang akan kaudatangi sekarang termasuk ke dalam golongan gua perawan. Belum ada satu orang pun yang mendatanginya. Apa mentalmu sudah benar-benar siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di dalam sana?" tanya Orochimaru sambil menatap lurus ke depan.

Kabuto ikut memandang mulut gua yang sedang mereka bicarakan. "Bukankah kita tidak memiliki pilihan lain Mr. Oro? Kita sudah mengeluarkan banyak dana dan energi untuk melakukan penelitian ini. Ya, dan ya hanya itu pilihanku sekarang."

Orochimaru mencerna ucapan Kabuto dan tersenyum puas. Tidak ada yang perlu dia khawatirkan lagi ketika Kabuto sudah bertekad bulat untuk menjalankan misi ini.

Sekarang Orochimaru memperhatikan penampilan Kabuto. "Apa savox, senter dan semua perlengkapanmu sudah diperiksa ulang?" Ia mengalihkan pembicaraan.

"Sudah."

Orochimaru memampang ekspresi menyesal secara artifisial. "Seandainya aku masih muda, aku pasti sudah ikut masuk denganmu."

Kabuto diam untuk mencerna ucapan Orochimaru kemudian tertawa meledek. "Kau hanya malas saja dan terlalu kaya sehingga memilih untuk membayar orang dibandingkan mencoba sendiri. Ah ya, jangan lupakan suatu hal, kau sangat tidak suka jika wajah awet mudamu itu kotor."

"Apa gunanya menjadi kaya jika semua hal harus dikerjakan sendiri?" Orochimaru membalas gurauan Kabuto.

"Dasar sombong!" Kabuto mencibir. "Sudahlah. Aku harus masuk sekarang. Aku tidak mau di dalam sana ketika keadaan sudah gelap." Ia berlalu pergi untuk menghampiri rekan ekspedisinya.

"Berhati-hatilah!" peringat Orochimaru.

Kabuto  mengacungkan ibu jari.

Orochimaru menatap punggung lelaki yang sibuk memberi arahan itu. Ia tidak menyangka murid didiknya semasa di universitas telah menjadi lelaki tangguh.

Sudah dari zaman di universitas Kabuto terkenal dengan keambisiusannya walaupun tidak memiliki kemampuan yang cukup besar seperti mahasiswa lain. Namun, disebabkan sifatnya yang rajin, Kabuto selalu mencapai nilai yang memuaskan bahkan dibandingkan teman-temannya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia bahkan menjadi anak emas untuk sebagian dosen, termasuk Orochimaru sendiri. Setiap ada proyek dengan senang hati Orochimaru pasti mengikutsertakan Kabuto.

Usai berdoa dan melakukan pembicaraan singkat, akhirnya Kabuto dan kelima rekannya—dua pribumi dan tiga orang Jepang—menuruni bebatuan. Mereka turun ke sungai yang memiliki ketinggian air hingga mencapai mata kaki. Mereka menelusuri sungai dan menginjak batu-batuan, menuju mulut gua.

Dari bibir gua terlihat jelas terdapat tiga jalan di depan mereka. Biasanya para pendatang akan masuk ke bagian liang yang tengah, tetapi sekarang mereka tidaklah mencari sesuatu yang sudah terbukti aman. Mereka datang ke sini untuk menguji sesuatu. Mereka datang  ke tempat yang belum pernah dikenal oleh manusia.

Di persimpangan gua, para lelaki itu pun memilih jalan ke kiri dengan kesadaran penuh jika mereka sudah tidak bisa berjalan mundur lagi.

.

.

.

"Kita jangan terlalu tergesa-gesa. Terpenting bagi kita semua, yaitu sampai dengan selamat. Ingat pepatah, banyak demi sedikit, lambat-lambat menjadi gunung."

"Seingatku, tidak ada peribahasa yang seperti itu. Aku hanya pernah mendengar, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit."

"Sok tahu!"

"Kau yang bodoh!"

"Bisakah kalian menghemat energi dan berhenti berbicara konyol?" Kabuto yang jengah dengan perbincangan dua rekannya mulai emosi.

"Siap, laksanakan!" Mereka pun patuh dan menutup mulut.

Sudah berselang dua puluh menit perbincangan itu berlalu. Sekarang, semua orang yang masuk ke dalam gua mulai berkonsentrasi di dalam keheningan. Seluruh anggota tim hanya berbicara sesekali untuk melepas lelah atau berdiskusi tentang jalan yang akan mereka tempuh. Namun, keheningan membuat penglihatan mereka lebih awas dan suara sekecil apa pun dapat lebih jelas terdengar.

"Hati-hati, di tempat ini banyak ular." Salah satu orang pribumi yang merupakan seorang penerjemah memberitahu rekan-rekan timnya. Ia menyampaikan ucapan pemandu perjalanan ini, lelaki berumur empat puluh tahun yang sejak tadi melangkah di belakangnya.

"Errrr ... contohnya seperti yang di samping dia?" ucap anggota tim lainnya sambil menunjuk ular yang sedang tertidur di lubang kecil yang berada di dinding gua. Ia sempat melihat ular pada saat senter Kabuto menyoroti tempat tersebut.

Seluruh anggota tidaklah menggunakan senter yang di helm mereka secara bersamaan. Hanya orang paling depan saja yang menggunakan senter helm ketika anggota lainnya hanya bisa bergantung pada pundak teman mereka.

Sepatu boot yang mereka gunakan tiada henti menginjak lantai gua yang digenangi oleh air. Bunyi tetesan air terdengar di sepanjang dinding. Sesekali mereka mendengar bunyi desisan ular dan hal tersebut membuat langkah mereka terhenti untuk sejenak. Seluruh tim memastikan tidak perlu berhadap-hadapan secara langsung dengan binatang liar di tempat ini.

Kabuto menggerakkan kepala ke samping untuk melihat tempat yang ditunjuk oleh anggota grupnya. Ia menyenter dinding gua dan semua anggota timnya terkesiap.

Bersambung 1-5 ....

Sub RosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang