Sasuke bangkit. Ia berjalan ke arah meja kecil dan membuka tutup sebotol air mineral. Tangan Sasuke gemetar ketika meneguk cairan tersebut. Kecil hati membuat ia berhenti minum dan menaruh kasar botol itu ke atas meja. Si pemuda menghapus sisa air di sudut bibirnya. Ia menarik langkah ke kasur, duduk di pinggir benda itu, dan meremas celananya hingga buku-buku tangannya memucat.
Sasuke menyesal?
Ia sangat kecewa pada dirinya sendiri hingga dadanya sesak.
Sang anak asuh sama sekali tak menyalahkan Naruto. Wajar saja orang tua asuhnya berakhir membenci dirinya. Sasuke---yang tak bisa menahan diri---telah melakukan tindakan tak senonoh pada orang yang selama ini merawatnya.
Namun, entah mengapa ... Naruto selalu berhasil menghancurkan logikanya. Orang yang selama ini berada di sisinya itu, kerap kali mempengaruhi emosinya sehingga Sasuke bisa bertindak tidak masuk akal.
Sang pemuda ingin berlari ke luar kamar untuk mengejar Naruto, tetapi, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi mereka berdua? Apakah Sasuke dapat menjamin dirinya tak akan kembali menyakiti Naruto?
Bagai kucing dan anjing, Sasuke tak menyangka hubungan mereka berubah seperti itu.
Lalu, apa yang harus Sasuke lakukan untuk memperbaiki keadaan?
Sekarang, hanya kata maaf tanpa tersampaikan yang bisa Sasuke lakukan ketika dia menyadari hubungannya dengan Naruto sulit sekali diperbaiki. Sama sekali tak dapat diubah ketika Sasuke masih menyimpan perasaan sialan ini.
.
.
.
Naruto berjalan cepat menuju pintu sambil mengelus bibirnya yang masih mengeluarkan darah. Ia nyaris tersandung karena tak memperhatikan setiap langkah yang dipijaknya.
Di teras depan, Naruto membuang sapu tangan dengan asal dan berjalan mondar-mandir. Sial, sekarang dia telah menghancurkan seluruh rencana yang telah dia susun selama di Jepang. Ia tak mungkin kembali ke dalam saat permasalahan mereka semakin pelik.
Sadar jika dia telah membuang sampah sembarangan, sang pemuda memungut sapu tangan tersebut. Naruto menarik napas dan memasukkan sapu tangannya ke dalam saku celana. Ia frustrasi. Tak ada pilihan lain baginya selain meminta Shikamarulah yang berbicara pada Sasuke.
Naruto menutup pintu vila kemudian melangkah ke arah mobil yang masih setia menantinya. Ia menuju ke bagian pengemudi dan ... kosong? Naruto menoleh ke arah jok penumpang dan ... sama saja, tak ada siapa pun di dalamnya?
Ke mana Shikamaru dan sopir?
Apakah mereka berjalan-jalan ke suatu tempat?
Namun, di tempat sepi seperti ini, mereka akan pergi ke mana tanpa menggunakan kendaraan?
"Shikamaru?" panggil Naruto saat orang kepercayaannya tak ada. "Shikamaru, kau ada di mana?" tanyanya lagi sambil menoleh ke sana dan kemari. Sudah seharusnya Shikamaru tak beranjak sedikit pun dari tempat ini tanpa Naruto. Jadi, sangat aneh jika pemuda itu tak terlihat batang hidungnya.
Naruto mengernyit. Ia membuka perban yang melilit tangannya. Sang pemuda akan menyentuh mobil di hadapannya ketika ia merasa ada seseorang yang memperhatikannya.
Naruto menatap ke depan. Di sana terdapat seorang wanita berambut biru tua berdiri menghadapnya. Dari cahaya lampu vila, Naruto dapat melihat wanita itu memandang ke arahnya.
Dari mana wanita itu berasal?
Naruto memperhatikan keadaan sekeliling wanita tersebut.
Dari arah belakang wanita itu penuh rimbun pepohonan. Jadi, Naruto yakin sejak tadi wanita tersebut mengamatinya dari arah sana. Namun, bukan hal tersebut yang membuat Naruto terusik, melainkan keberadaan Shikamaru, penjaga gerbang, dan sopir yang berada di belakang wanita tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sub Rosa
FanfictionPairing: SasuNaru Untukku, semua diawali dari tempat yang tidak terduga dan diakhiri dari tempat yang tidak terduga---Naruto Namikaze.