Di saat itu, Konan berusaha memanggil Nagato. Namun, sang Kepala HR itu sama sekali tak menjawab. Ya, Konan sibuk untuk menggoyang-goyangkan tubuh Nagato dan berusaha menyeret si pemuda ke pinggir, tanpa menyadari seorang pria memakai topi menghampiri mereka dari arah berseberangan dan menusukkan pisau ke arah perut Nagato.
.
.
.
Saat Konan berteriak ketakutan dan meminta tolong, Nagato masih belum merespon tusukan pada perut itu. Si pemuda tetap diam hingga pada akhirnya, kehidupan kembali terlihat di kedua bola mata Nagato dan si pemuda terjatuh ke atas trotoar sambil memegang perutnya. Seolah rasa sakit itu datang perlahan, Nagato baru terjatuh pingsan ketika melihat darah miliknya sudah mengalir membasahi pakaian.
Untung saja di saat itu, ada seseorang yang berinisiatif untuk menelepon ambulans sehingga Nagato bisa langsung dibawa ke rumah sakit. Polisi pun mulai dikerahkan untuk mencari pelaku dan ternyata sosok yang menusuk perut Nagato adalah seorang pria yang terpaksa diberhentikan oleh Nagato tadi pagi karena sudah berkali-kali melanggar aturan perusahaan.
Pria tersebut diberhentikan secara wajar. Ia diberi uang pesangon yang cukup. Malah Nagato memberi uang pribadinya untuk pria tersebut. Lalu, kenapa pria berumur 40 tahun itu begitu tega pada Nagato? Kenapa dia harus menyelesaikan masalah dengan hal seperti itu? Padahal keputusan pemecatan itu bukan sepenuhnya kesalahan Nagato. Masih ada manajer senior yang lebih patut disalahkan ketimbang Nagato.
Konan sangat marah. Ia ingin membalas perbuatan lelaki itu. Namun, saat polisi berhasil menangkap pria tersebut, betapa kagetnya Konan ketika pria itu ... tidaklah lebih seperti orang kehilangan akal sehat. Lelaki itu tidak bisa ditanya. Ia hanya bisa menatap kosong orang yang mengajaknya bicara dan bergumam sendiri. Dengan keadaan seperti itu, bagaimana caranya polisi akan menyelesaikan masalah ini?
Sial. Untuk sementara waktu, Konan hanya bisa meminta polisi untuk mengetes kejiwaan pria itu.
"Lalu, bagaimana dengan kondisi Nagato?" tanya Konan ketika Narutolah yang paling sering datang ke rumah sakit untuk menengok pemuda tersebut ketika si pemuda sudah selesai mengurus urusan kantor.
"Dia masih belum sadarkan diri," jawab Naruto dengan raut wajah sendu sekaligus kecewa.
Konan tidak tahu harus berkomentar apa lagi, saat melihat kondisi sahabatnya yang tidak kunjung bangun padahal dokter mengatakan, Nagato tidak mengalami luka serius. Sang pemuda diam di atas ranjang seperti orang terlelap.
"Begitu, ya," lirih Konan. Ia melirik ke arah ransel yang berada di atas lantai---hadapan kaki Naruto. "Apakah kau sudah mempersiapkan seluruh barangnya?" tanyanya.
Naruto mengangguk.
Konan tidak tahu caranya membujuk seseorang ketika dirinya saja sudah sangat terluka. Jika Konan begitu merasa bersalah dengan kejadian Nagato, maka Naruto merasa, dialah yang paling patut disalahkan atas semua kejadian yang terjadi di waktu ini.
Konan memijat tengkuk Naruto. "Kau, tenang saja! Kau pasti akan bertemu dengan Sasuke. Bukankah suruhanmu terus memantau gerak-geriknya di Indonesia?" Sang gadis berusaha menenangkan bosnya yang kalut.
"Hm," gumam Naruto. Ia mengangguk.
Konan memperhatikan raut wajah Naruto yang semakin terlihat cemas.
"Kau tidak usah terlalu mencemaskan masalah kantor. Pihak IT akan terus berusaha menjaga cloud* kantor kita, sehingga kau bisa mengakses sistem perusahaan kita ketika kau menemukan internet di sana." Konan meyakinkan Naruto agar fokus pada anak asuhnya dan Kyuubi. "Selain itu, jajaran direksi dan diriku akan berusaha bekerja semaksimal mungkin ketika kau tak ada di sini. Ya, walaupun akan banyak hal yang tertinggal karena ketidakberadaan dirimu, tetapi tak ada yang lebih berharga dari keberadaan seseorang yang penting, bukan?" lanjutnya.
Naruto mengangguk.
Entah Naruto harus mengucapkan kata apa, saat orang-orang di kantornya begitu mendukungnya, terlebih Konan.
Naruto menoleh dan tersenyum lembut. "Terima kasih, Konan," ucapnya sebelum kembali hanyut dengan pikirannya.
Konan melihat jam tangannya. Ia menghela napas berat. "Sudah waktunya kau pergi. Jangan lupa untuk beristirahat di pesawat."
"Ya ...." Naruto mengangguk. Ia bangkit dari pinggir kasur kepunyaan sang anak asuh. Untuk terakhir kali, Naruto memandang gelas di tangannya.
Benda yang terakhir kali Sasuke gunakan ketika mereka berbicara empat mata. Walaupun benda ini tak memberi tahu memori tentang pertengkaran mereka, tetapi melewati gelas ini, Naruto mengetahui detik kapan mereka masih berbicara tenang.
Naruto menaruh gelas itu di samping gelas yang dibawa Konan tadi. Ia mengambil perban di atas kasur dan mulai memasangkan perban itu pada tangannya.
Setelah persiapan selesai, Konan dan Naruto berjalan berdampingan menuju pintu kediaman Namikaze. Sepanjang perjalanan yang singkat ini mereka berdua hanya menikmati keheningan.
Bagi Konan, semua terasa membingungkan.
Sebenarnya, apa yang terjadi?
Kenapa tiba-tiba kesialan datang secara beruntun?
Konan mengepalkan kedua tangannya. Ia berharap semua akan baik-baik saja dan tak ada lagi hal yang menakutkan.
"Konan!" panggil Naruto ketika mereka sudah tiba di depan mobil sang pemuda. Sopir sudah siap mengantar Naruto ke bandara.
"Ya?" Konan memandang Naruto. Ia mengerjapkan kedua matanya.
Naruto tersenyum lebar dan tanpa pikir panjang ia memeluk Konan dengan erat. "Terima kasih. Kau yang terbaik," ucapnya membuat Konan tersenyum walaupun rasa takut di dalam hatinya semakin besar. Bahkan rasa cemas dan takut itu membuat dirinya yang tak suka dipeluk membalas pelukkan Naruto dengan erat.
"Jaga dirimu, Naruto! Ingatlah, kau tak pernah sendiri, dan berhati-hatilah. Jangan karena nilai setitik, rusak susu sebelanga. Pikirkan setiap langkahmu di tempat itu," ucap Konan, berharap Naruto mengerti jika semua orang di sekitar sang pemuda siap mengulurkan tangan untuk memberi pertolongan.
Bersambung ke chapter 9 ....
*Cloud:
Baiklah, Naruto pergi meninggalkan kantor. Mungkin dibahas sedikit tentang cloud sebagai informasi saja, cloud itu mudahnya seperti dropbox. Pihak kantor bisa menyimpan data di cloud terus orang-orang yang terkait dengan kantor gitu bisa akses di mana pun, asal ada internet. FYI, semua kantor mulai berlomba-lomba buat adain cloud ini. Alasannya sih memang buat kayak Naruto gini, waktu dia caw, dia masih bisa mantau hal-hal yang dikerjain anak buahnya. Terus cloud juga membuat perusahaan lebih terbuka antara satu divisi dengan divisi lainnya supaya mencegah kecurangan. Ya, memang ga semua hal yang dikerjain Naruto bakal ketolong sama cloud, contohnya Naruto bakal kehilangan kesempatan untuk bicarain kerja sama orang lain.
Memang bisa via skype kayak orang-orang Microsoft atau google, tapi waktu dicek dan ditanyain, ternyata pemilik perusahaan Jepang itu tua-tua (cuman Naruto lagi beruntung dapat warisan) dan kebanyakan masih pake budaya lama, begitu juga sama yang berurusan sama ritel-ritel gitu, sedangkan Naruto ada di tingkatan atas yang otomatis harus ngomong sama orang berumur itu kalau mau bicara bisnis. So, mungkin skype tak dimungkinkan untuk digunakan buat bisnis a la Naruto. Jadi, bener kata Konan ... kasarnya, Bye ... gara-gara Kyuubi dan Sasuke, Naruto bisa kehilangan keuntungan perusahaan yang besar.
Sial juga ya itu bocah dua, buat pangeran ritel aku gagal lebih kaya---mungkin #plak
KAMU SEDANG MEMBACA
Sub Rosa
FanfictionPairing: SasuNaru Untukku, semua diawali dari tempat yang tidak terduga dan diakhiri dari tempat yang tidak terduga---Naruto Namikaze.