2.2

2.8K 334 21
                                    

Naruto ingin memejamkan mata kembali, tetapi dia sadar diri jika waktu kerja telah tiba. Naruto harus bangkit dari kasurnya dan mulai menyiapkan diri. Namun, di saat ia menggeser tubuhnya, seluruh badannya terasa sakit. Ia sulit menggerakkan tubuh, terutama pada bagian perut ke bawah.

A—ada apa ini?

Kenapa semua terasa sakit?

Naruto terdiam saat dia sadar pagi harinya tidak akan diawali dengan keadaan baik-baik saja.

.

.

.

Sebenarnya apa yang terjadi kemarin malam hingga dia berada di dalam suasana seperti ini?

Seingat Naruto, kemarin malam ia menghadiri pesta ulang tahun temannya. Ia berbincang-bincang tentang banyak hal dengan tamu pesta dan mengikuti permainan kekanak-kanakan, seperti truth or dare yang diadakan teman-temannya. Di dalam permainan itu, Naruto sama sekali tak mengambil truth dan tak menjalankan  dare sehingga dia harus meminum lima sloki minuman keras dengan kadar alkohol tinggi.  Setelah itu ... Naruto sama sekali tidak mengingat apa pun. Ia kehilangan kesadarannya.

Sial.

Naruto bergerak gelisah sebelum memutuskan untuk beranjak dari atas kasur. Ia akan membuka selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya ketika Naruto baru menyadari "Sesuatu" melingkar di pinggangnya.

A—apa ini?!

Erang Naruto.

Naruto menoleh ke bawah kemudian kedua bola matanya membesar. Kepalanya yang pening seperti tersiram air dingin. Rasa ngantuk tak terasa lagi. Sial, siapa dia? Secara takut dan perlahan Naruto menolehkan kepala. Ia melirik ke belakang dengan pelan dan nyaris memekik jika Naruto tidak cepat-cepat menutup mulutnya.

"Astaga, astaga! Ini pasti hanya mimpi." Selama 5 detik Naruto menutup mata, kemudian ia membukanya pelan dan ternyata tangan itu bukanlah ilusi. Di atas ranjangnya terdapat seseorang. "Pasti ini semua hanya mimpi. Ya, hanya mimpi di dalam mimpi. Aku belum bangun." Naruto mencubit pipinya. "AW!" ringis si pemuda sambil mengusap pipinya yang memerah.

Naruto terdiam. Ia mengalami disorientasi.

"Apa yang harus aku lakukan?" Naruto berbisik. "Ini gila!!"

Tenang, Naruto! Tenang!!

Oke, tidak ada gunanya dia bertingkah seperti ini.

Pelan-pelan Naruto menyingkirkan tangan itu. Ia  belum percaya dengan pikiran gilanya sendiri. Pasti semua ini hanya kesalahan. Naruto tidak mungkin melakukan kesalahan fatal seperti ini.

Si pemuda berhasil menyingkirkan tangan itu. Ia  mengubah posisinya menjadi duduk. Namun, tubuhnya nyaris kembali terjatuh ke atas kasur saat bagian bawahnya berdenyut menyakitkan.

Tubuh Naruto gemetar.

Demi kerang ajaib yang ada di film SpongeBob!

Apa yang terjadi dengan tubuhnya?!

"Tidak mungkin aku melakukan 'itu'. Tenang Naruto, kau pasti hanya jatuh di kamar mandi. Tarik napas dalam-dalam dan embuskan. Tenang dan bersikap bijaklah." Si pemuda mencoba menenangkan diri. Ia memaksakan diri untuk beranjak dari atas kasur. "Oke, kita mulai dari mengingat semuanya." Dengan susah payah Naruto melangkah menuju pakaian yang tergeletak tak berdaya di atas lantai.

Naruto memandang pakaiannya yang berada di dalam keadaan setengah robek pada bagian depan, mengenaskan. Ia jongkok dan membuka kain perban yang membalut tangan kanannya. Naruto menelan ludah. Si pemuda menutup mata erat. Ia  memegang kemeja hitam tersebut.

Rasa mual menghantam tubuh saat Naruto menyentuh pakaian yang sudah tak berbentuk itu. Ingatan yang berasal dari pakaian itu perlahan merayap ke arah tangan kanannya. Tubuh Naruto gemetar. Urat-urat tipis muncul di tangan, leher, hingga pelipis. Otak Naruto terasa penuh dan kejadian di malam kemarin pun berputar cepat di kepalanya.

Naruto menangkup kedua pipi pemuda di hadapannya. Ia terkekeh dengan raut wajah menggoda. "Uh anak manis, Daddy merindukanmu. Sangaaaat rindu, kau ke mana saja? Daddy kesepian di tempat pesta." Ia memeluk si pemuda. "Daddy minta peluuukkk," ucap Naruto dengan nada manja.

Si pemuda tak marah atau melakukan tindakan menyakiti Naruto. Dengan sabar ia membopong Naruto ke dalam kamar walaupun Naruto begitu sulit diatur. "Lepas dulu, Kak. Aku akan mengambil air minum dulu," pinta si pemuda sambil membaringkan Naruto ke atas kasur.

Naruto kembali terkekeh. Ia menggeliat di atas kasur. Namun, saat si pemuda akan beranjak dari kamar, Naruto memegang salah satu pergelangan tangan pemuda itu.

"...." Pemuda itu menatap Naruto.

Naruto menarik pemuda tersebut sehingga si pemuda yang sama sekali tidak ingin bertindak kasar dan melakukan perlawanan berbaring di atas kasur.

"Kak ...."

Naruto merangkak ke atas tubuh si pemuda. Ia memandang si pemuda lembut. "Kau sudah besar," komentar tak penting Naruto. "Sudah berapa lama aku mengenalmu, ya?" tanya Naruto dengan nada yang membuat Naruto sendiri mual jika dia masih di dalam kesadaran penuh.

Ekspresi si pemuda memang datar, tetapi tatapan teduh tidak dapat membohongi Naruto jika si pemuda menyimpan perasaan lebih pada orang tua asuhnya. "Cukup lama untuk tahu, kau sengaja mabuk saat memiliki masalah. Apa yang terjadi?"

Dibandingkan menjawab pertanyaan si pemuda, Naruto memilih untuk mengeliminasi jarak bibir mereka. "Aku ...." Naruto mengecup pipi si pemuda. "Tidak ...." Ia mengecup dagu si pemuda. "Memiliki masalah apa pun." Ia mencium sekilas bibir sang pemuda sebelum rasa panas menguasai diri. Tanpa bisa dicegah, hawa nafsu membakar logika. Naruto hanya bisa pasrah ketika lelaki yang dirawatnya sejak kecil menguasainya dan menunjukan rasa cintanya.

"Kak Naru?" Suara serak membuat Naruto berhenti memegang kemeja itu. Ia menoleh ke belakang dan baiklah, Naruto mengaku, dia sedang di dalam masalah yang sangat besar. Ia ingin loncat dari lantai teratas gedung pencakar langit. Namun, seperti kata pepatah, sebelum ajal, berpantang mati. Bukannya menghadap Sang Pencipta, Naruto bisa-bisa malah cacat karena Tuhan belum mengizinkan dirinya meninggalkan dunia.

Bersambung ke 2-3 ....

Sub RosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang