Part 19

4.6K 233 0
                                    

Suasana tegang semakin menyelimuti ketika Rio selesai menjelaskan tentang siapa Catrine dan hubungannya dengan keluarga Alterio. Ada perasaan sedikit lega di hati Clara ketika mengetahui alasan Rio menikahi Catrine. Tapi tetap saja, ego dan rasa kecewa lebih mendominasi diri Clara sekarang.

"Kau?.. Cat atau Catrine. Apa kau mencintai Rio?"
Setelah hening cukup lama, hanya pertanyaan itu yang berhasil keluar dari mulut Clara.

"Akuu??.. Aku.. Ah tidak. Aku tidak mencintai Rio."
"Bohong, kau berbohong. Bisakah kau hanya menjawab dengan jujur. Tak puaskah kau sudah membohongiku selama ini?. Jujurlah maka aku tak akan marah."

Catrine semakin bimbang. Pertanyaan Clara sungguh memojokkannya. Walau bagaimanapun, hatinya tak dapat dibohongi jika memang ia mencintai Rio. Tapi, wanita mana yang tega mengutarakan jika ia mencintai suami orang lain di depan istri sahnya?.

"Maafkan aku. Dan iyaa... Aku mencintai Rio."
Catrine menunduk dalam. Merasa bersalah dengan yang ia ucapkan. Tapi apa boleh buat. Itulah kejujuran yang sesungguhnya.

"Baiklah. Semua sudah jelas. Aku pulang. Tunggulah surat perceraian dariku Rio. Selamat tinggal."
Setelah mengatakan itu Clara bangkit, berjalan dengan santai menuju pintu penghubung taman belakang dengan rumah.

"Claa,, berhenti. Kamu gak bisa kaya gini. Gak ada peceraian!."
Suara Rio berhasil mengehentikan langkah Clara. Clara berbalik. Tersenyum manis.
"Kau sudah bilang bukan, jika aku sudah mendengar penjelasan kalian, aku boleh melakukan apapun. Lalu? Apalagi?."

Clara berbalik dan benar-benar pergi dari rumah itu. Menghiraukan teriakan Rio. Rio tak mengejarnya. Menguatkan pikiran Clara, jika memang ia tak diharapkan lagi. Miris memang.

°°°

Clara melajukan mobilnya tak twntu arah. Yang jelas ia tak ingin kembali ke rumahnya bersama Rio apalagi kembali ke rumah ibunya. Clara merasa masih bisa mengatasi semuanya sendirian, ia tak ingin membuat ibunya bersedih lagi.

Clara akhirnya memutuskan membelokkan mobilnya ke arah apartemen yang selama ini Clara beli diam-diam dari hasil ia bekerja dulu. Ternyata membeli apartamen itu adalah hal yang tepat. Clara membutuhkan tempat untuk mencerna semuanya dan menjernihkan pikirannya.

Clara membuka pintu apartemen dengan pelan. Gelap. Hal pertaman yang Clara lihat. Ia berjalan ke arah di mana saklar berada. Menghidupkan lampu lalu bergegas mengunci pintu kembali. Clara berjalan menyibakkan semua horden dan terpampanglah pemandangan kota yang luas. Fajar sebentar lagi akan berpulang menyebabkan langit berwarna sedikit jingga.

"Seandainya kamu jujur Rio. Aku tak akan sekecewa ini." ucap Clara lirih.

Clara merogoh tasnya dan mengambil ponsel untuk menelfon sesorang yang menurut Clara penting sekarang. Keputusannya sudah bulat. Bercerai dari Rio.

"Hai Cla? Apa kabar?"
"Tidak baik. Aku sedang tidak ingin berbasa-basi Dio. Kirimkan surat gugatan ceraiku untuk Rio besok. Bagaimanapun caranya, kami bisa bercerai tanpa aku datang ke persidangan."
"Heyy,, sabar Cla. Apa kau sudah benar-benar yakin. Walaupun aku disini bertugas sebagai pengacaramu. Bagaimanapun kau juga sahabatku. Jangan gegabah mengambil keputusan Cla."
"Aku sudah memikirkannya Dio. Kau hanya perlu mengirimkan gugatan itu. Terimakasih Dio."

Clara mematikan sambungan telefonnya dengan sepihak. Ia tak mau Dio menanyai sebab Clara melayangkan gugatan cerai sekarang. Walaupun mau tak mau Clara harus menjelaskannya untuk menguatkan agar proses perceraiannya cepat.

Sang fajar semakin tenggelam berganti tugas dengan sang rembulan. Beriringan dengan jatuhnya air mata Clara yang sedari tadi ia tahan.

Aku tak menginginkan perceraian, tapi semua yang terjadi sungguh mengejutkan. Terlalu banyak rahasia yang kau sembunyikan. Terlalu banyak luka yang aku simpan. Selamat tinggal Rio, semoga kau bahagia.

ClaRioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang