Part 3

5.7K 255 4
                                    

Sebenarnya Clara bukan orang yang suka dipandang lemah, seperti sekarang. Sahabat didepannya ini sungguh memandangnya seperti memandang pengemis di pinggir jalan yang tak mempunyai kaki. Dan Clara tak suka itu. Bahkan Clara yakin sebentar lagi dia akan menangis.

"Heii, c'mon Si aku kesini bukan untuk membuatmu menagis. Aku ingin mencurahkan isi hatiku"
"Ta.. Tapi Ca kau begitu kuat, kau tau jika aku diposisimu, mungkin aku sudah tak bisa bertahan"
"Ini juga salahku Si. Aku yang hadir dalam hidupnya. Dan membuat dia tak bisa menggapai apa yang dia inginkan" jawab Clara lirih
"Clara" panggil Cesi
"Hmm"
"Emmm, apakah kau mencintai suamimu?"
"Hufftt. Perempuan mana yang tak cinta dengan suaminya sendiri. Walaupun pernikahan ini bukan atas dasar cinta, tapi kau tau 6 bulan bersama itu bukan waktu yang singkat. Baiklah aku harus pulang Si. Sudah waktunya aku masak"
"Okey. Datanglah padaku jika kau butuh aku Ca. Aku selalu ada. Percayalah"
Clara hanya menjawab dengan senyuman. Lalu bergegas mengambil tasnya di kursi cafe, berjalan ke arah pintu. Belum sampai Clara menggapai pintu, badannya sudah membeku.

Disana, di pintu itu masuklah sepasang manusia dengan senyuman lebar seolah memuja satu sama lain. Clara tidak bodoh, Clara tau siapa mereka, sangat sangat tau.

Mereka yang tidak bisa bersama gara-gara Clara. Laki laki itu yang 6 bulan terakhir mengisi hidup Clara bagai oksigen. Suaminya tertawa lepas dengan wanita lain.

Elusan di punggung Clara seolah menyadarkan Clara dari kesakitan yang menjadi jadi dibagian sudut hatinya.

"Cla, kau tak apa?"
"Kenapa harus dia Si. Kenapa harus perempuan itu yang ia cintai??"
"Cla.." belum selesai Sisi bicara. Clara sudah berjalan kembali ke arah pintu tanpa menengok kembali ke pasangan yang sedang tertawa lepas itu.

Kalian bertanya apa Rio melihat Clara? Tentu tidak. Mata Rio terlalu fokus dengan wanita disampingnya. Wanita yang ia sukai jika tertawa. Seolah tawa wanita itu adalah candu bagi Rio.

Wanitu itu, yang sadar akan keberadaan Clara menatap sedih pada kakanya. Sania tau, ia jahat. Tapi sapa yang bisa memusnahkan rasa yang bodoh berlabel "cinta".

"Heii, San? Ada apa?"
"Rii apa aku jahat?"
"Hei apa yang kau bicarakan hah?"
"Aku jahat Ri. Aku telah jahat pada kakaku sendiri.. Hiks"

Sania menangis. Rio yang mendengarnya tentu mengerti apa yang dimaksud Sania. Rio membawa Sania ke dalam dekapannya, membiarkan wanitanya menangis.
Rio mengepalnkan tanganya di belakang punggung Sania.

Lagi-lagi wannita itu membuat wanitanya menangis. Aku berjanji akan membuat pernikahan ini menjadi neraka untuknya. Lihat saja Cla.

ClaRioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang