04. Trauma

696 114 5
                                    

🐾☘

"Tik, gue duluan-" pamit Ulfa yang emang udah dijemput sama supirnya. Sementara Tika hanya tersenyum, melanjutkan bermain game di ponselnya sembari menunggu adiknya menjemput.

"Tika belum balik?" sapa Indah yang juga gak sengaja lewat di depan cewek itu. Lagi-lagi Cantika tersenyum, "Belum nih, masih nungguin adek kesini."

Indah berlalu, dari kejauhan bisa Tika lihat dengan jelas bahwa gadis itu pulang bersama salah seorang kakak tingkat yang ia kenal. Ah, masa bodo, Tika sudah merasa ngantuk malam itu, padahal baru jam setengah delapan.

Rasanya harus mengikuti keinginan Bunda, ikut bimbel kesana kemari, dari jam 4 sore sampai setengah 8 malam seperti ini, sudah tradisi sejak SMP sebenarnya, tapi entah kenapa akhir-akhir ini Tika merasa lebih capek dari biasanya.

Sambil nungguin si adik dateng jemput dia, Tika kembali fokus pada permainan yang sempat terhenti karena Ulfa dan Indah yang menyapanya bergantian.

"Hih kemana sih si Felix lama amat-" gerutunya pelan.

Karena asik mencari kesibukan sendiri, gadis itu bahkan tak menyadari kehadiran seorang pemuda tepat di bangku yang kini ia duduki. Pemuda itu juga sama, duduk di dekatnya.

"Tumben adek lo belum sampaiㅡ" celetuk pemuda itu.

"Eh?"

Chantika tersentak. Lebih terkejut lagi saat tahu siapa pemuda yang kini mencoba mengobrol dengannya ini. Tika ingin cepat-cepat pergi saja, tetapi kakinya serasa diikat di tempat. Tak bisa lari kemanapun.

"Yang jemput si Felix apa si Clara?" Pemuda tadi kembali bertanya, sambil menyebutkan nama dua adik kembar Chantika.

"Felix sih kayanya."

"Lain kali kalo adik lo repot atau gaada yang bisa jemput elo, barengan sama gue aja boleh kok, Tik.."

"Iya, Ndra. Makasih-"

Sebenarnya bukan karena ada apa-apa sebelumnya, antara Tika dengan Chandra yang sudah kenal sejak lama. Tapi harus Tika akui, bahwasanya sejak hari itu di tingkat akhir SMP, ia merasa sedikit kecewa dengan pemuda bertubuh tinggi tegap itu.

"Kaakk Cantiikkk~" sebuah suara menginterupsi, ternyata suara Felix.

"Eh ada Mas Wicaksono-" ucap Felix lagi setelah tersenyum pada Chandra. Padahal Felix masih betah mau ngobrol gitu sama Chandra, tapi keburu ditarik duluan sama Tika.

"Gue balik duluan, Ndraㅡ"

Oke, Chandra akuin sepertinya memang gadis itu masih trauma dengan dirinya.

"Sen, lu yakin emang tu cewek bakal mau gabung sama kita?"

"Kalo menurut prediksi gue sih, pasti dengan senang hati dia ikut band kita-"

"Kepedean akut lo semua-"

Kevin, Seno, sama Yusuf kebetulan lagi kumpul bareng di studio mini yang dulunya punya bang Brian, sekarang bangbri sama sekawanannya udah pindah ke tempat yang lebih gede dan lengkap, makanya yang ini diwarisin ke adik adik comel.

Selagi main musik, mereka bertiga gak sengaja ngomongin soal rencana ngerekrut vokalis supaya band ini bisa bener-bener berjalan layaknya band beneran.

Kevin sih pengennya asal ada yang mainin gitu alatnya biar tidak terbuang sia-sia, berdebu di studio. Cuma, masalahnya kalau cuma buat iseng-iseng latihan tapi istilahnya nggak ada job tuh si Seno suka nyebelin, gak mau latihan.

#4 Kota, Kita, dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang