34. Unexpected

181 19 1
                                    

🐾☘

Diyo tertawa cekikikan saat membaca ulang pesan-pesan yang dikirim teman-temannya di grup kelas. Receh semua nggak ketulungan. Dirinya sendiri ikut meramaikan tadi kemudian diganggu oleh sang adik yang memintanya membantu mengerjakan tugas prakarya.

"Mas, lem dong sebelah sini,"

"Yaelah, kerjain sendiri napaaaaaaaa-" protes Diyo.

"Mang Ujaaaanggggㅡ"

Diyo langsung melompat dari sofa, "Astaga iya iya sini gue bantuin!!!"

Dion tertawa sumringah, kemudian dua cowok itu sibuk bekerjasama menyelesaikan miniatur rumah dari bahan stik es krim bekas. Sampai malam makin larut, pekerjaan hampir usai. Diyo melirik ke jam dinding, pukul sepuluh lewat limabelas menit. Melihat adiknya yang sudah kelelahan, Diyo menyuruh Dion untuk masuk ke kamar dan tidur. Lagipula besok pagi, Dion juga harus bersekolah.

"Mas juga bobok, jangan keluyuran-"

Tapi bukan Ardiyo namanya kalau nggak bandel. Setelah memastikan Dion terlelap di kasurnya, Diyo beranjak keluar rumah. Meraih sepedanya yang terparkir di depan garasi, mungkin Mang Ujang lupa belum memasukkannya setelah sore tadi seharian terpakai.

"Hayo mas, mau kemanaaaa?" seru Mang Ujang, langsung mengagetkan Diyo.

"Biasalah mang, cari udara seger sebelum tidur-"

Mang Ujang membukakan gerbang sambil geleng-geleng kepala, "Tiati loh, mas. Udah malem-"

"Iya iya, maaaangggg. Kaya nggak tahu kebiasaan saya aja dahhh,"

Pemuda itu mengayuh sepedanya menerjang dinginnya angin malam. Seorang diri, namun itulah yang Diyo suka. Tanpa siapapun di sampingnya, seakan hanya berdialog dengan sang angin.

Di persimpangan gang blok Arjuna, cowok itu menangkap sosok tak asing di depan rumahnya, seorang gadis yang juga teman sekelasnya. Entah apa yang merasuki Diyo, sampai pemuda itu mendekati Ellia yang bahkan terkejut kenapa Diyo bisa sampai di situ.

Setelah ojek online yang mengantar Lia pergi, Diyo menyapa gadis itu.

"Oy, malem-malem gini dari mana lo, Li?"

Ellia sedikit tergagap, "Hngg-anu, dari rumah sakit,"

Dahi Diyo berkerut, "Siapa yang sakit, Li?"

Ellia terdiam. Pesan Jihan saat di rumah sakit tadi masih terngiang di telinganya. Haruskah ia menjaga titipan Jihan atau ia jujur saja pada Ardiyo perihal penyakit bapaknya Jihan yang kambuh lagi.

"A-anu, Yo-"

"Siapa? Kok lo gugup gitu, sih?"

"Tapi lo harus janji jangan ngadu kalau gue yang bilang-bilang,"

"Apaan dah? Iya iyaaaaaa gue bisa menjaga rahasia dengan baik, kok-"

"Gue abis dari rumah sakit, nemenin Jihan nganter bapaknya sakit tadi sore-" ucap Ellia dengan hati-hati. "Jantungnya kambuh, Yo-"

Mata Diyo terbelalak. Pantas tadi saat ia lewat, rumahnya nampak sepi seperti tidak ada orang di sana padahal keluarga Jihan semua berkumpul di satu rumah. Diyo merutuki diri kenapa tadi ia tidak keluar rumah seperti hari biasanya. Ah iya, baru ingat. Tadi kan Diyo diminta membantu Dion menyelesaikan tugas prakarya-nya.

#4 Kota, Kita, dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang