19. Minoritas

272 45 10
                                    

🐾☘

"Cuci muka dulu sana," perintah Bintan pada pemuda yang berjalan ke arahnya dengan penampilan acak-acakan. Muka bantal, rambut berantakan.

"Udah siang juga, ya? Kirain masih pagi-" celetuk pemuda itu sambil mengelap sisa air yang ia gunakan untuk membasuh wajah barusan.

Kevin ketinggalan berita. Salah sendiri bangun kesiangan. Waktu lihat percakapan di grup terakhir yang masuk adalah dari Seno sama Bagas, pamit mau berangkat sambil swafoto ala-ala. Curiga nih, jangan jangan selama perjalanan malah nge-vlog kagak jelas.

Hari ini, suasana kompleks cukup ramai gak kaya biasanya. Wajarlah, emang hari libur digandeng sama weekend tuh, surga dunia banget. Terutama untuk pemuda yang sukanya molor sampai siang kaya Kevin begini.

"Tadi lo kesini mau ngapain, Bi?"

Kevin menoleh pada Bintan yang duduk di kursi kayu di halaman belakang rumah Kevin. Dilihatnya, gadis itu sekarang hanya terbengong menatap ke sudut ruangan.

"Oh, nggak mau ngapa-ngapain, sih. Tapi lagi gaada kerjaan aja di rumah." jawab Bintan.

Kevin berniat menghampiri, sambil membaca pesan pesan seabrek yang ada di grup sejak jam 4 pagi tadi.

"Weh weh ini pada dimana, nih? Kok gue ditinggalㅡ"

"Lo yang bangun kesiangan kali, Kev." sanggah Bintan.

Kevin terkikik. "Iya juga, sih. Hehe."

Bintan masih melemparkan pandangan tajam kepada pemuda yang berdiri di dekatnya sekarang. Kevin terlihat tenang, menyeruput teh di cangkir yang sedang ia pegang.

"Udah sarapan, Bi?" tanya Kevin.

Bintan mengangguk. "Ini lho udah siang, malah waktunya jam makan siang..."

Kevin kembali tertawa. "Yaudah, gue makan dulu. Lo mau di sini aja apa ikut masuk?"

"Gue di sini aja.."

Kevin menurut saja. Lagipula kalau dipaksa, nanti Bintan malah marah. Kasihan itu anak, sepertinya sedang kesepian. Ia kehilangan banyak teman, atau memang ia sendiri yang menjauhi teman teman, semenjak kejadian di tingkat akhir bangku SMP waktu itu.

Bintan memang cenderung menutup diri, dan lebih pendiam. Tidak seperti dulu. Kevin, sebagai teman dari kecil sebetulnya sadar dan tahu harus bertindak bagaimana supaya Bintan kembali seperti sediakala. Namun, untuk melakukannya, kadang Kevin masih ragu apakah rencana-nya akan berhasil atau tidak.

Kevin sebenarnya ingin membicarakan ini dengan Chandra. Karena pemuda itulah satu-satunya kunci dari semua permasalahan Bintan. Tapi Chandra selalu sibuk, sampai gak ada waktu buat nyamperin Chandra kalau di kelas maupun rumah.

"Mau gue temenin kemana gitu? Biar gak bosen-" Kevin menawarkan diri.

Bintan memutar bola matanya, "Mau kemana?"

"Kemana aja, asal gue gak lihat lo sedih sedih lagi."

"Gue gak sedih kok, Kev. Gue cuma sendirian aja di rumah, makanya gue main ke rumah lo."

"Bohong." tukas Kevin. "Mau sampai kapan sih lo tetep menghindar dari temen temen? Apa lo pikir semuanya bakal baik-baik aja kalau lo nggak mau berbaur dengan orang baru, ngelupain semua masalah lo sama Chandra dan Tika di masa lalu."

Bintan terperanjat mendengarnya. "Kevㅡ"

"Berhenti mendam semua perasaan kecewa elu, Bi. Semuanya udah kelewat, dan lo harus bangkit. Gue gak mau lagi lihat lo jadi cewek pendiam. Lo bukan Bintan yang dulu gue kenal."

#4 Kota, Kita, dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang