22. Tetap Semangat

212 36 4
                                    

🐾☘

"Mau kemana emang?" tanya Erin sambil melipat tangan di dada.

"Anu..rumah Satyaㅡ" jawab Galang agak tergagap. "Tapi cuma anak cowok," lanjutnya dengan suara lirih.

Pemuda itu lantas mengulurkan helm ke arah Erin. Helm warna putih, yang selalu menjadi saksi bisu kedekatan keduanya sejak lama. Dekat, tapi sulit tuk didefinisikan oleh Galang. Karena jujur saja, pemuda itu sempat menaruh harapan. Walau pada akhirnya, diam-diam belakangan ini Galang mencoba mundur perlahan. Tanpa sepengetahuan siapa-siapa.

"Kuy berangkat, keburu siang ntar telat-" ucap pemuda itu, setengah mengalihkan pembicaraan. Erin mengiyakan.

Sampai di sekolah, tidak banyak berbeda dari hari biasanya. Galang segera menghamburkan diri pada rombongan rumpi yang diketuai oleh Ardiyo, beserta Hasan dan Juan sebagai anggota. Jangan salah, meskipun terlihat alim di luar, Hasan juga masuk ke dalam 'lambe turah' kalau udah kecampur sama manusia seperti Diyo. Dan sepertinya, hal ini telah menular secara perlahan pada Juandra.

"Eh, gue tadi gak sengaja keceplosan soal rencana ke rumah Satya-" kata Galang selepas menaruh tas di bangku. Dirinya juga sempat memperharikan ke sekeliling kelas, memastikan bahwa sosok Satya memang benar seperti dugaan anak-anak kemarin, memilih untuk absen saja di hari Senin ini.

"Keceplosan ke siapa?" tanya Hasan.

"Ke Erin.."

"Alah emang ember mulut lo tuh, Lang-" tukas Diyo sambil mengeluarkan buku fisika dari dalam tas. Persiapan menuju jam pertama yang tinggal menghitung detik. Juandra juga menyusul, sebelum itu mengingatkan Galang untuk melakukan hal yang sama.

"Terus si Erin gimana?" Hasan kembali bertanya pada Galang.

"BACOT NIH SI HASAN. TOLONG BUNGKEM AJA, YO!!" pekik Kevin yang duduk tak jauh dari situ. Emang si Hasan, volume bicaranya gak dikecilin dulu, sama aja suka nyablak. Gak jauh beda sama Seno ternyata.

Kevin melempar pandangan penuh makna pada Ardiyo, sepertinya pemuda itu tahu apa yang dibicarakan oleh mereka berempat sebelumnya. Soal Galang yang tidak bisa menjaga rahasia dengan baik, huft. Kevin kemudian tertawa-tawa sendiri, langsung disambut tabokan di punggung oleh Ucup yang duduk tepat di belakangnya. Ucup memelototinya, tidak sendiri karena Chandra juga ikut melotot sampai Kevin kaget waktu menoleh ke bangku belakang.

"Bangsat, gak takut copot apa tuh mata dipakai melototin cowok ganteng? Kenapa? Naksir?" pekiknya tidak mau kalah terlihat sangar.

"Oh, ngajak berantem dia. Cup, enaknya diapain nih?" sahut Chandra, yang tumben malah memancing keributan.

Ucup mendapat bantuan Pak Ketua Suku untuk membalas keusilan Kevin ya dengan senang hati ia terima tawarannya. "Kuy lah, Ndra. Cemplungin aja ke kolam ikan depan kaya Seno waktu ituㅡ"

"SETUJUUUUUUUUU. CEMPLUNGIN AJA SI KEVIN MAH TUKANG RUSUHHHHH-" seru Ulfa yang duduk bersama Kevin, menambah keributan pagi-pagi.

Seno dan Bagas yang baru datang, kebetulan ikut mendengar kericuhan, makin mengompori. Tapi sebelum itu, keduanya saling menyalahkan satu sama lain karena hampir saja terlambat, dan telah kehilangan bangku pojok paling belakang alias markas kebanggaan mereka yang telah dialihkan hak miliknya hari itu menjadi milik Dhanu dan Reno.

"Yah kan, apa gue bilangggg. Pasti bangku kita diincer sama Reno-" sungut Seno sembari mengubah arah langkahnya. "Anjir, tinggal depan guru, Gas. Gimana??"

Seno menyadari ada sesuatu yang aneh, biasanya bangku itu selalu ditempati oleh Jihan, tapi ia lihat hari ini Jihan memilih duduk di bangku paling depan dekat pintu masuk, yang padahal biasanya menjadi singgasana Rena. Lantas, kemana perginya gadis sangar itu?

#4 Kota, Kita, dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang