08. Tuan Puteri

433 80 6
                                    

🐾☘

"Keviiiinnn jangan kabur ya, lo! Dari kemarin dicariin kagak ada. Tugas dikumpulin hari ini-" seru Ulfa sambil berkacak pinggang di depan bangku Kevin dan Seno.

Walau sedang marah-marah, ekspresi Ulfa tetap tak berubah. Nada suaranya memang dibuat lebih tinggi dan tegas, namun kedengarannya juga masih sama seperti biasanya. Gak paham lagi emang sama ini satu Tuan Puteri.

Kevin, yang menjadi bulan-bulanan, hanya meringis. Masih asyik melahap bekal yang disiapkan spesial oleh Mami-nya hari ini. Beneran, yang masak Mami sendiri bukan si mbak mbak ART. Jadi Kevin semangat banget, seneng gak karuan dari pagi gak berhenti senyum.

Sekarang jam istirahat pertama, sedangkan matpel Bahasa Indonesia ada di jam terakhir. Bagus, tepat saat para siswa merasa ngantuk-ngantuk, di situlah pak guru mengajar seolah sedang membacakan dongeng sebelum tidur.

"Ren, tugas lo udah?" Ulfa menyenggol lengan Rena yang tengah serius membaca buku.

"Udah kali, tau ah katanya diurusin Juan sama Satya." jawab Rena.

"Oh lo sekelompok sama mereka?" Pertanyaan yang sangat tidak perlu dijawab sebenernya. Tapi karena Rena menghargai Ulfa, teman baiknya sejak lama, maka Rena jawab meskipun dengan amat sangat malas. "Yaiyalah, Fa."

Ulfa pusing. Lebih dari setengah tugas belum dikerjakan. Sementara teman-teman satu kelompoknya bener bener gak ada yang mau diajak kerjasama.

"Fa, santai aja. Abis ini gue kerjain deh-" seru Kevin, lagi. "Katanya Biologi kosong nih. Pak Mahmud keluar kota."

"SUMPAH LO!?" Seno mulutnya langsung melongo, wajahnya dibuat sekaget mungkin. Bener bener rasanya Rena mau nendang aja 2 makhluk gak jelas ini sekalian.

Seno beranjak cepat dari bangku. Menggamit lengan si bongsor Dhanu tanpa menerima penolakan. Dengan dalih, mau jajan dulu ke kantin buat persiapan amunisi jam kosong. Padahal, baru berapa menit yang lalu, Seno balik dari kantin. Sekarang udah balik ke sana lagi.

Rena bersyukur, sedikit bisa bernafas lega ketika si perusuh alias Seno kembali melipir dari kelas. Karena kalau menurut Rena, kelas tanpa Seno itu surga dunia. Gaada yang heboh dengan suara cempreng. Gaada yang suka bikin emosi, yang paling sering frekuensi mengumpatnya. Astaga.

Sementara itu, Ulfa sudah merapat pada Kevin. Tak mau cowok itu mencuri kesempatan untuk kabur lagi.

"Sini gue aja yang dikte. Lo yang ngetik-" perintah Ulfa. Kevin menurut, cepat cepat mengambil tisu di meja Erin yang tak jauh darinya. Mengelap mulut dan tangannya dengan secepat kilat.

Ulfa bersiap membacakan kalimat, tapi masih ditahan. "Minum dulu, Vin." katanya sambil menyodorkan botol air mineral yang sepertinya milik Kevin, karena ada di atas meja Kevin.

"Cieee perhatian. Duh jadi baper deh-"

"Bacot emang."

Kevin tertawa, tapi tetap menuruti perintah Ulfa. Dengan sedikit menahan geli, pemuda itu meneguk air. Memang setelah selesai makan tadi, Kevin belum sempat minum.

"Lo kemana aja sih semalem, Vin? Ditelfon gak diangkat, chat gak dibales, disamperin ke rumah kagak ada. Kan emang brengsek elu tuh-" gerutu Ulfa setelah mendiktekan beberapa tugas.

"Ampunn Tuan Putri. Repot banget semalem gue di studio dari pulsek." kilah Kevin.

Jadi, urusan mengajak Jihan bergabung di grup musiknya kemarin memang sedikit bermasalah. Sebenernya kan janjian di Delica sore hari sepulang sekolah. Yang disuruh dateng kan si Jihan. Nah, tapi yang dateng malah berdua, sama Diyo sekalian.

#4 Kota, Kita, dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang