Enam

3K 233 6
                                    

"Mukanya bisa ngenes gitu. Kenapa lagi? Masih sedih? Udah sedihnya buang aja ke laut."

Indri malas menanggapi cerocosan Ghani. Dia lebih memilih diam dengan wajah tertekuk minta disetrika. Akan tetapi, sesekali secara diam-diam Indri melarikan matanya kepada sejoli yang sedang dimabuk cinta. Saat ini Indri sedang berdiri di depan gerobak bakso Ghani. Berharap bisa mengelabuhi orang-orang, mengiranya sedang membeli bakso.

Shift kerja Indri sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Selama bekerja, Indri tidak bersemangat sama sekali. Apa yang dikerjakannya berakhir berantakan. Sampai beberapa kali perempuan gendut itu dimarahi oleh pengawas. Belum lagi sikap cerobohnya yang mendadak kumat. Dari kepala kepentok mesin hingga kaki tersandung, membuat Indri ingin berteriak sekencang-kencangnya. Sayangnya, itu hanya angan-anggan dalam benaknya saja.

"Kayaknya berat," kata Ghani lebih kepada diri sendiri.

"Hah?" Hanya itu yang keluar dari mulut Indri karena merasa sepertinya Ghani berbicara padanya.

"Beli nggak nih?" tanya Ghani

Indri menggeleng.

"Terus ngapain di sini?" tanya Ghani lagi.

"Anu ...."

"Berat, ya?" sela Ghani, memasang wajah prihatin.

Kening Indri mengerut. "Maksudnya?"

"Andi, kan?" Ghani mengendikkan dagu ke arah Andi. "Cowok yang lagi kamu taksir?"

Indri menempelkan jari telunjuk di depan bibir, dengan arti meminta Ghani tidak berbicara keras-keras.

"Bener, nggak?" tanya Ghani memastikan.

Mau tidak mau Indri mengangguk.

"Tinggi juga seleranya," kata Ghani setengah meledek.

Secara bersamaan Indri dan Ghani menatap Andi yang sedang menarik ujung rambut Wulan entah karena apa, yang membuat Wulan tersenyum lebar dan menjulurkan lidah. Andi mengacak-acak rambut Wulan gemas dan berakhir dengan kedua manusia itu saling menggenggam tangan.

"Nggak mungkin bisa, kan?" tanya Indri tiba-tiba.

Ghani tidak segera menjawab. Laki-laki itu bergumam tak jelas sambil menggerak-gerakkan matanya, tanda sedang berpikir akan menjawab apa.

"Berat, sih." Ghani meringis, matanya melirik ke arah muka Indri yang masam. "Tapi, kalau sudah jodoh juga nggak akan ke mana."

Indri tidak menjawab. Matanya menatap Andi dan Wulan yang kini sedang berbicara. Andi dengan sikap manisnya menemani Wulan menunggu angkutan. Mereka bahagia, serasi, dan cocok. Dibanding dengan dirinya, jika memang ada keajaiban Andi bersamanya, mereka akan terlihat seperti angka sepuluh. Angka nol yang tentu saja mengambarkan bentuk tubuh Indri yang bulat.

"Aku mau keliling nih," kata Ghani. "Kamu nggak pulang?"

Indri menatap Ghani hanya untuk menunjukkan ekspresi keengganan.

Ghani mengerutkan hidung sambil menggelengkan kepala. "Nggak, ya?"

Indri menggeleng.

"Kalau belum mau pulang, mending ikut aku keliling," cetus Ghani begitu saja.

"Kamu nggak malu jalan sama aku?" tanya Indri tak terduga.

Satu alis Ghani terangkat tinggi. "Kenapa emang?"

"Karena aku gendut," jawab Indri pelan.

"Emang kenapa?" Ghani mengulang pertanyaan dengan membalik kata saja.

Love me, Marry me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang